PALI, Sumsel — Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui jendela aula Desa Benakat Minyak, menimpa papan tulis yang penuh coretan skema rantai pasar. Di ruangan sederhana itu, puluhan petani duduk dengan antusias—meski sebagian masih tampak manggut-manggut memahami istilah yang tak biasa mereka dengar sehari-hari. Suasana hangat itu menggambarkan satu hal: mereka siap berubah, siap belajar, dan siap melangkah lebih jauh sebagai petani yang adaptif.
Pelatihan strategi pemasaran produk pertanian berbasis Program Kampung Iklim (ProKlim), yang digelar PT Pertamina EP (PEP) Pendopo Field pada 27 Oktober lalu, menjadi babak baru dalam perjalanan peningkatan kapasitas petani setempat. Setelah sebelumnya dibekali kemampuan mengolah pupuk organik padat dan cair, kini wawasan mereka diperluas—bahwa pertanian modern tak hanya bertumpu pada tanah yang subur, tetapi juga pada kecakapan membaca pasar dan mengenali identitas produk.
“Kami jadi paham bahwa hasil tani tidak cukup bagus saja, tapi juga harus tahu cara menjual dan mengenalkan produk ke masyarakat luas,” ujar salah satu peserta, matanya berbinar menandai lahirnya semangat baru.
Menurut Manager Community Involvement & Development (CID) PHR Regional Sumatra, Iwan Ridwan Faizal, tantangan utama petani hari ini bukan lagi sekadar cuaca atau kualitas lahan, tetapi akses terhadap pasar yang kian kompetitif. Pendekatan pelatihan ini, jelasnya, sejalan dengan komitmen perusahaan dalam menjalankan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG)—di mana pemberdayaan masyarakat tak terpisahkan dari upaya menjaga kelestarian lingkungan.
“Pelatihan ini diharapkan menjadi jembatan bagi petani untuk mengoptimalkan hasil panen dan memperkuat ketahanan ekonomi,” tegas Iwan.
Sinergi yang terjalin juga dirasakan langsung oleh pemerintah daerah. Lihan, Kepala Bidang Persampahan, Limbah B3, dan Pengendalian Pencemaran DLH Kabupaten PALI, menilai program tersebut sebagai bukti nyata kolaborasi pemerintah dan dunia usaha dalam mendorong pertanian berkelanjutan. Senada, Camat Talang Ubi, Emilya, melihat dampak konkret pelatihan ini pada kesejahteraan warganya. Dengan kemampuan memasarkan produk secara efektif, para petani bukan hanya menjaga dapur tetap mengepul, tetapi juga memperkuat daya tahan keluarga mereka di tengah iklim yang makin tak menentu.
Sementara itu, di tingkat desa, Kepala Desa Benakat Minyak, Edi Suprapto, mengakui bahwa pendampingan semacam ini mampu mempererat hubungan harmonis masyarakat dan perusahaan. Baginya, manfaat yang didapat bukan sekadar ilmu baru, tetapi tumbuhnya rasa percaya dan semangat untuk berjalan bersama menuju kemajuan.
Bagi para petani Benakat Minyak, pelatihan ini lebih dari sekadar teori. Ia menjelma menjadi langkah kecil yang menyimpan harapan besar—sebuah kesadaran bahwa menjadi petani masa kini berarti mampu membaca zaman, menyesuaikan diri, dan memperluas peluang. Mereka tak hanya menanam dan memanen, tetapi juga menata masa depan.
Dari desa kecil di PALI inilah, langkah sederhana para petani menghadirkan gambaran nyata bagaimana prinsip ESG bekerja: memberdayakan, menguatkan, dan menghubungkan. Hari ini, petani bukan lagi sekadar penghasil pangan. Mereka telah menjadi bagian dari gerakan menjaga bumi, memastikan masa depan tetap tumbuh seperti tanaman yang mereka rawat setiap hari.












