Alarm Serius di Hulu Migas: Salah Persetujuan Bisa Berujung Pidana

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com — Praktisi migas senior sekaligus mantan Kepala BP Migas Kardaya Warnika kembali mengingatkan risiko besar dalam tata kelola pengadaan di sektor hulu migas.

Menurutnya, SKK Migas memegang tanggung jawab penuh atas setiap persetujuan terkait pengadaan barang/jasa. Apabila SKK Migas menyetujui sesuatu yang melanggar aturan, risiko hukum justru jatuh kepada otoritas, bukan kontraktor (KKKS).

Pernyataannya ini muncul di tengah upaya SKK Migas memperkuat integritas dengan menggandeng KPK membangun firewall anti-korupsi di sektor yang dikenal memiliki risiko tinggi.

Regulator Harus Taat Aturan: Barang Impor, Barang Bekas, hingga Cost Recovery

Dalam pernyataannya di Jakarta (21/11/2025), Kardaya menegaskan, bahwa setiap keputusan terkait barang impor, barang bekas, dan komponen cost recovery harus berbasis regulasi. Contoh kasus: polemik pengadaan barang bekas seperti pada kasus Jokotole. “Barang bekas itu tidak boleh. Tapi kalau diberi izin, itu bukan salah K3S — salah otoritas yang menyetujui,” tegas Kardaya.

Kardaya menekankan bahwa K3S hanya pelaksana, bukan pengambil keputusan final. Lebih jauh, ia memperingatkan: “Kalau ada persetujuan yang jelas-jelas melanggar aturan, itu bisa termasuk tindak pidana korupsi.”

SKK Migas – KPK: Penguatan Integritas dari Level Pimpinan
Mengutip situs resmi KPK, SKK Migas menggelar FGD “Kepemimpinan Berintegritas” (16/10/2025) bersama Plt. Deputi Pencegahan & Monitoring KPK Aminudin. Kegiatan ini dihadiri jajaran manajemen inti SKK Migas.

Ibnu Suhaendra, Pengawas Internal SKK Migas, menegaskan pentingnya tone from the top: “Integritas harus dimulai dari pimpinan. Ini bukan hanya aturan, tapi proses membangun budaya antikorupsi.”

Dari sisi KPK, Aminudin mengingatkan bahwa hulu migas merupakan sektor basah, high-risk, sehingga perbaikan proses bisnis berbasis risiko adalah keharusan.

KPK mendorong perluasan standar integritas hingga ke seluruh ekosistem hulu migas melalui: Penerapan ISO 37001:2016 (Anti-Bribery Management System). Ini penting karena mayoritas KKKS adalah perusahaan multinasional. Pelanggaran integritas di Indonesia dapat memicu sanksi dari Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) di AS.

Penerapan ISO 37001 tidak hanya memenuhi hukum Indonesia, tetapi juga menjadi perlindungan ganda dari risiko denda global akibat pelanggaran FCPA. Penerapan prinsip 4 NO’s yakni; No Bribery. No Kickback. No Gift. No Luxurious Hospitality. Monitoring & Evaluasi Bersama Mulai 2026 Termasuk pendekatan proaktif seperti Follow the Asset / Follow the Money.

Tujuannya jelas, menutup semua celah yang memungkinkan penyalahgunaan persetujuan regulator. Poin penting bagi pelaku usaha hulu migas: Jika suatu barang sudah tersedia produksi dalam negeri, maka KKKS wajib menggunakannya. Apabila KKKS tetap memilih impor, maka Masterlist tidak akan diterbitkan, sesuai aturan. Tanpa masterlist, barang impor tersebut tidak dapat memperoleh cost recovery. Artinya, keputusan impor yang tidak memenuhi syarat akan berkonsekuensi finansial langsung bagi KKKS.

Inti Pesan untuk Pebisnis Hulu Migas adalah, bahwa SKK Migas sebagai pengambil keputusan final—dan persetujuan yang salah bisa dikategorikan tindak pidana. KKKS harus memastikan semua permohonan sesuai regulasi. Jika tidak, risiko finansial dan hukum bisa sangat berat. Standar integritas naik kelas, mengikuti praktik global (ISO 37001 & FCPA). Penggunaan produk dalam negeri bukan pilihan, melainkan kewajiban—dan berkaitan langsung dengan pengakuan biaya.