Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah memiliki salah salah satu upaya untuk meningkatkan investasi di sektor hulu Migas untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel pada tahun 2030 yakni dengan mendorong pengembangan migas non konvensional.
Untuk itu, Pemerintah akan memfokuskan pada pengembangan shale oil karena Indonesia masih memerlukan minyak dalam jumlah besar.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan, dalam pengembangan migas non konvensional ini, Pemerintah telah melakukan identifikasi potensi shale oil dan shale gas.
“Sementara ini kita perlu banyak minyak, jadi kita fokuskan ke shale oil,” jelas Tutuka, (05/02).
Ia menjelaskan, secara teori, apabila terdapat reservoar minyak di suatu tempat, pasti ada (dapur). Inilah yang dikejar Pemerintah.
“Dapur itu sudah diketahui tempatnya di mana. Dapurnya namanya non konvensional. Kita sudah petakan di mana tempatnya dan kita mau fokus ke satu tempat (shale oil),” imbuh Tutuka.
Menurut Tutuka, potensi shale oil Indonesia terbilang cukup besar. Hal ini yang menyemangati dan menimbulkan optimisme Pemerintah untuk terus berupaya mencapai produksi minyak 1 juta barel pada tahun 2030.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, mengatakan, Indonesia dinilai memiliki potensi shale gas dan shale oil yang besar, namun belum dimanfaatkan sama sekali.
Arcandra menjelaskan, investasi besar untuk teknologi sangat penting guna menggenjot produksi shale oil dan shale gas. Pada 2007 produksi migas Amerika Serikat sekitar 4,5 juta barel oil per day (BOPD), dalam waktu tujuh tahun meningkatkan menjadi 9,5 juta BOPD didorong kesuksesan dari shale oil dan shale gas.
Minyak serpih atau shale oil, yang sering juga disebut Kerogen serpih (bitumen padat) adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen (campuran dari senyawa-senyawa kimia organik) yang merupakan sumber terbentuknya minyak serpih yang merupakan hidrokarbon cair.
Shale oil didefinisikan sebagai batuan sedimen (immature), berbutir halus yang mengandung sejumlah besar material organik yang spesifik yaitu alginit dan/atau bituminit, yang apabila diekstraksi dengan dipanaskan (> 550 derajat celcius) akan menghasilkan minyak yang mempunyai potensi ekonomis.
Migas non konvensional di Indonesia baru dikembangkan pada tahun 2008 dengan penandatanganan WK Sekayu.