Jakarta, Situsenergy.com – Anggota Komisi VII DPR RI Syaikhul Islam mengatakan, bahwa PT Pertamina (Persero) juga dapat melakukan digitalisasi dalam penyaluran tabung elpiji bersubsidi, seperti halnya program digitalisasi kepada 5.518 SPBU di berbagai daerah.
“Digitalisasi distribusi elpiji (bersubsidi) ini lebih pantas, lebih layak, dan lebih perlu untuk dilakukan dari pada digitalisasi SPBU,” kata Syaikhul Islam dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
“Digitalisasi distribusi tabung elpiji bersubsidi lebih pantas dilakukan karena langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tambah dia.
Dengan sistem digitalisasi elpiji tersebut, ia berharap dapat memantau kondisi di titik-titik distribusi serta bagaimana distribusi itu bisa dirasakan masyarakat dan kelangkaan dapat dihindari.
“Untuk itu, diharapkan digitalisasi dalam monitoring elpiji bersubsidi ini dapat dipertimbangkan Pertamina dan diprioritaskan daripada digitalisasi SPBU,” pungkasnya.
Tuntaskan Pembangunan Kilang
Sementara Anggota Komisi VII DPR lainnya Mulyanto menginginkan Pertamina dapat segera menyelesaikan pembangunan kilang BBM dalam rangka mengoptimalkan kinerja produksi sektor migas dalam negeri.
“Kalau kilang minyak Pertamina beroperasi baik, maka yang akan kita impor cukup minyak mentah sebagai input dari kilang-kilang pengolahan tersebut,” kata Mulyanto dalam pesan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Ia mengingatkan bahwa saat ini RI sudah menjadi negara net importir minyak, di mana kebutuhan per hari bisa sampai melebihi dua kali lipat lifting minyak.
“Untuk itu, selain segera merampungkan kilang pengolahan minyak, maka diperlukan upaya sungguh-sungguh guna mewujudkan lifting minyak sebesar 1 juta bph pada 2030,” tukasnya.
Mulyanto berpendapat bahwa dalam kondisi defisit transaksi berjalan seperti sekarang, Pertamina harus menjadikan impor sebagai opsi paling akhir, apalagi jika nilai impor BBM itu sangat tinggi.
Hal yang harus dilaksanakan, masih menurut dia, adalah memaksimalkan operasi semua kilang untuk mengolah minyak mentah yang ada.
“Selama kilang yang ada tidak dimaksimalkan maka selama itu pula Indonesia akan mengimpor BBM olahan,” ucap Mulyanto.(Red)