Potensi Panas Bumi Besar Tapi Pemanfaatanya Minim. Ini Kata DEN dan Geo Dipa

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruang Energi.com– Menurut catatan terbaru Badan Geologi, potensi panas bumi di Indonesia sebesar 23,9 Giga Watt (GW) hingga Desember 2019. Berdasar data Direktorat Panas Bumi, potensi ini baru dimanfaatkan sebesar 8,9% atau 2.130,6 MW, masih banyak yang belum dimanfaatkan.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, realisasi pengembangan panas bumi tahun 2020 hasilnya masih jauh dibanding target dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Rencana Umum Energi Nasional(RUEN) kita di tahun 2020 3.109,5 sementara instal capacity yang ada sekarang 2.131 MW. Ini kan gap-nya kan hampir sekitar 1.000-an,” tuturnya dalam Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (1/3/2021).

Satya mengatakan, pihaknya akan menemui sejumlah pelaku industri panas bumi untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Menurutnya, salah satu tantangan pengembangan energi panas bumi ialah harga listrik yang dibeli PT PLN (Persero).

“Sudah jelas beberapa kali disampaikan industri masalah harga menjadi hambatan tidak mudah menurut saya, karena harga diminta PLN tentunya harganya masih lebih murah walaupun panas bumi 7 sen per kwh, tapi PLN menginginkan lebih murah lagi,” jelasnya

Sejumlah pemikiran untuk mengatasi harga listrik tersebut. Salah satunya ialah mengatasi tingginya harga di sisi hulu.

“Maka tidak heran kalau industri mengatakan upstream-nya itu pengeborannya dilakukan pemerintah. Kalau sudah tanda petik cadangan terbukti baru dimasukin industri sendiri. Sehingga industri tidak menanggung upstream cost atau upstream development,” harapnya

Ada juga gagasan jika sistem kontrak untuk panas bumi ini disamakan dengan kontrak di sektor minyak dan gas bumi (migas).

“Misalkan kontrak kira-kira disamakan migas, ada sistem cost recovery misalkan. Apakah cara-cara demikian bisa men-drive pengembangan pans bumi akan menjadi efisien,” pungkasnya

Sementara itu, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Riki Firmandha Ibrahim membenarkan masalah harga listrik panas bumi yang belum mencapai harga keekonomian.

“Tantangan atau kendala dari pengembangan panas bumi atau EBT, kita tahu tantangan paling besar harga EBT yang relatif masih dianggap mahal oleh PLN sebagai pembeli,” jelas Riki