Jakarta, Ruangenergi.com – Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (RUU ET) yang sebentar lagi akan di sahkan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), khusunya energi yang berasal dari Panasbumi (Geothermal) mampu mensubstitusi listrik nasional.
Anggota DEN, Satya Widya Yudha, mengatakan, sebetulnya energi yang berasal dari Geothermal dapat menjadi subtitusi energi lainnya.
“Saya melihat di Southern California, Geothermal bisa mensubstitusi Wind Power (energi angin) yang ada di sana. Jadi gabungan antara wind dan Geothermal itu juga menjadi solusi,” terang Satya dikutip dari CNBC TV, (02/03).
Akan tetapi, lanjut Satya, yang musti disadari pertama dalam membangun pembangkit listrik Geothermal itu Production steam, dan di hasilkan menjadi listrik, dan kebanyakan lokasi berdekatan dengan gunung sehingga aksesibilitas kepada pengguna energi tidak semudah energi yang lain alias cukup terisolasi.
“Sehingga Pemerintah memerlukan trobosan-trobosan bagaimana menumbuhkan sentra-sentra industri di sekitar dari pembangkit listrik yang berasal dari Geothermal (PLTP/ Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi), supaya kapasitasnya dapat dimaksimalkan,” tuturnya.
“Ini menjadi PR di dalam membangun PLTP dan membutuhkan suatu pemahaman, sehingga muncul regulasi-regulasi yang menjawab permasalahan-permasalahan tersebut,” sambung Satya.
Ia berharap, dalam UU ET ini ada sebuah kepastian, karena UU ini belum dimiliki oleh Indonesia.
“Hrapannya pasti certainty kan. Ini salah satu UU yang menurut hemat kami adalah yang belum dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Ini menjadi pertama UU EBT, karena yang ada itu terpisah-pisah. Panasbumi memiliki UU sendiri, lalu Ketenaganukliran juga mempunyai UU sendiri, tetapi tidak terintegrasi dalam satu UU. Tentunya ini menjadi dinamik,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut Satya, di dalam UU itu dapat mengurai daripada hambatan-hambatan yang dihadapi industri saat ini, supaya nanti tercipta sinergitas antara industri dengan rugulasi yang ada.
Sehingga hal ini bisa memudahkan berkembangnya EBT di Indonesia, sebagaimana target pemerintah sebesar 23% penggunaan EBT hingga 2025 mendatang.
“Kita melihat harga listrik dari EBT menjadi luar biasa, maka ada gagasan atau Peraturan Presiden (Perpres) yang nantinya akan mengatur daripada harga EBT. Nantinya peraturan tersebut akan menginduk kepada UU, karena nantinya UU itu akan menjadi rujukan dari peraturan-peraturan yang ada baik itu Perpres, Permen, ataupun PP,” paparnya.
Satya menambahkan, tentunya harus melihat industri ini tumbuh, sehingga peraturan-peraturan yang mengatur diharapkan menjadi investor friendly. Dengan demikian akan mendorong investasi di sektor panasbumi.
“Jangan salah, panasbumi juga bisa mensubstitusi kebutuhan listrik nasional yang didominasi oleh energi fosil. Paradigma saat ini kita merubah atau transisi dari fosil fuel menjadi Renewable Energy,” katanya.
Lebih jauh, ia mengungkapkan, mustinya Panasbumi bisa menjadi jawaban, apalagi energi yang berasal dari panasbumi tidak bersifat intermitten seperti energi terbarukan yang lain.
“Misalnya PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang hanya dapat menghasilkan listrik sekitar 4-6 jam sehari, karena keterbatasan dari pancaran sinar matahari. Lalu PLTBayu (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/angin), PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan lainnya,” tandasnya.