Jakarta, Ruangenergi.com – Proyek Liquified Natural Gas (LNG) Plant Masela (Abadi) diperkirakan baru akan beroperasi pada tahun 2027. Di mana nantinya proyek LNG Masela akan dimanfaatkan untuk memasok gas ke pembangkit di Jawa Timur yang pasokan gas pipanya semakin menurun, serta untuk pembangkit gas tersebar di Indonesia tengah/timur.
Dalam draf dokumen RUPTL 2021-2030 yang diterima Ruangenergi.com, produsen LNG Hulu harus menyiapkan fasilitas filling station small scale LNG untuk distribusi LNG ke Pembangkit Listrik PLN yang tersebar (ISO Tank dan/atau mini scale LNGC).
Di mana, Klaster LNG tersebar di Indonesia tengah/timur, Terminal LNG Jawa Timur untuk pembangkit Gresik, Grati, Tambak Lorok.
Selain itu, Pemerintah memiliki beberapa rencana pemanfaatan LNG untuk pembangkit di Sumatera, di antaranya :
• Fasilitas regasifikasi Arun telah beroperasi untuk memasok gas ke beberapa pembangkit gas existing dan baru di Aceh dan Sumatera Utara.
Pembangkit existing di Arun yang sudah dipasok adalah PLTMG Arun sebesar 184 MW. Pembangkit baru yang direncanakan akan menggunakan gas dari fasilitas Regasifikasi Arun adalah PLTGU Sumbagut-2 Peaker sebesar 240 MW. Selain itu gas dari fasilitas Arun ini juga disalurkan ke Belawan melalui pipa transmisi gas Arun – Belawan sepanjang sekitar 340 km untuk memasok gas ke PLTGU Belawan dan beberapa pembangkit gas di Paya Pasir.
• Sementara itu pasokan gas ke pusat listrik di klaster Kepulauan Riau sedang dilakukan studi untuk mendapatkan keekonomian logistik LNG yang akan dikembangkan. Alternatif pasokan LNG yang dapat digunakan untuk klaster Kepri dapat menggunakan fasilitas break bulking di Arun atau melalui FSRU Lampung atau FSRU Jawa 1 atau memanfaatkan pasokan LNG mini PLN Batam melalui penugasan ke anak perusahaan.
• Rencana pemanfaatan LNG untuk pembangkit di sistem Jawa Bali meliputi klaster Jawa Bagian Barat yang meliputi pembangkit di Muara Karang-Priok-Muara Tawar yang dipasok melalui gas pipa dan FSRU Jawa Barat dan klaster Jawa Bagian Timur meliputi pembangkit di Grati-Gresik-Tambak Lorok yang dipasok melalui gas pipa dan rencana LNG Jawa Timur.
• Di Indonesia bagian tengah dan timur, PLN merencanakan pemanfaatan mini-LNG untuk pembangkit pemikul beban puncak pada sistem-sistem besar di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan mini-LNG juga akan dimanfaatkan untuk pembangkit beban dasar sekaligus beban puncak pada sistem-sistem kecil tersebar.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan operasional unit-unit pembangkit. Untuk memenuhi kebutuhan LNG tersebut, telah diterbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 13K/13/MEM/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG), serta Konversi Penggunaan Bahan Bakar Minyak dengan Liquefied Natural Gas (LNG) dalam Penyediaan Tenaga Listrik.
Pemerintah memberikan penugasan kepada PT Pertamina (Persero) untuk
melaksanakan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG dalam penyediaan tenaga listrik oleh PLN. Sedangkan PLN ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan gasifikasi pembangkit tenaga listrik dan
pembelian LNG dari Pertamina dalam rangka konversi penggunaan BBM jenis high speed diesel (HSD) dengan LNG.
Dalam lampiran Keputusan Menteri ESDM tersebut, terdapat 52 pembangkit gas yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total kapasitas 1.697 MW, dan indikatif volume gas sebesar 148 bbtud. Kebutuhan gas ini akan disesuaikan dengan kebutuhan gas dalam RUPTL baru.
Dalam melaksanakan penugasan penyediaan pasokan dan pembangunan
infrastruktur LNG untuk penyediaan tenaga listrik tersebut, Pertamina
mempunyai kewajiban :
a. Menyediakan harga gas hasil regasifikasi LNG di plant gate yang akan
menghasilkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik lebih rendah dibandingkan menggunakan HSD.
b. Menyediakan gas hasil regasifikasi LNG di plant gate dengan volume
sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri tersebut.
c. Menyampaikan laporan berkala perkembangan penyelesaian infrastruktur LNG setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri ESDM melalui Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan tembusan Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan Dalam perkembangannya KEPMEN 13 ini dalam implementasinya perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangkit baik jumlah pembangkit maupun kebutuhan gasnya.
Adapun rencana pemanfaatan LNG/mini-LNG di Indonesia bagian tengah dan timur adalah sebagai berikut :
• Pasokan Gas ke Bali, untuk mendukung program Bali Energi Bersih dan Bali Mandiri Energi, pasokan gas ke pembangkit di Pesanggaran baik yang
sudah ada maupun pengembangannya akan dipenuhi dengan LNG dari Bontang sampai dengan adanya fasilitas break bulking yang dapat digunakan untuk break bulking LNG Tangguh milik PLN. Salah satu potensi fasilitas break bulking yang bisa digunakan yaitu di FSRU Jawa 1, dengan ini pasokan LNG ke Pesanggaran menggunakan LNG Tangguh melalui FSRU Jawa 1.
• Untuk pemenuhan pasokan gas ke Nusa Tenggara dilakukan melalui kerjasama dengan PGN sebagai implementasi KEPMEN 13 dengan mengutamakan pemanfaatan LNG Tangguh melalui fasilitas break bulking
FSRU Jawa 1. Kerjasama ini dapat dikembangkan tidak hanya untuk gasifikasi pembangkit yang sudah terdaftar dalam KEPMEN 13 namun
bisa diperluas dengan pembangkit tambahan untuk mendapatkan biaya
gasifikasi yang lebih murah, antara lain : pembangkit Lombok Peaker; Kupang 2, Bima 2, Sumbawa 2, dan lain-lain.
LNG Trucking Sambera telah beroperasi sejak 1 November 2018 untuk memasok gas ke PLTG Sambera. Skema proses LNG Trucking Sambera dapat dilihat pada Gambar 3.13 dibawah ini. LNG dari kilang LNG Bontang dibawa dengan truk Isotank, ketika sampai di pembangkit LNG di-regasifikasi kembali ke wujud gas untuk kemudian digunakan oleh
mesin-mesin pembangkit.
Untuk memasok gas ke pembangkit berbahan bakar gas di KalbarKalteng-Kalsel, PLN saat ini sedang berusaha mendapatkan rencana pola logistik klaster LNG Kalimantan yang ekonomis. Khusus untuk pasokan gas ke Kalbar akan dilakukan melalui kerjasama dengan PGN sebagai implementasi KEPMEN 13 mengingat pembangkit sudah terdaftar dalam KEPMEN 13. Sumber LNG yang saat ini tersedia berasal dari kilang LNG Bontang atau menggunakan LNG Tangguh melalui fasilitas break bulking.
Sedangkan untuk pembangkit di Kalteng dan Kalsel dapat menggunakan
fasilitas CNG marine dengan pasokan gas dari Gresik maupun sumber gas
pipa di lokasi lainnya atau kerjasama dengan PGN sebagai perluasan
implementasi KEPMEN 13.
• Penyediaan infrastruktur gas untuk memenuhi pasokan pembangkit gas
di Sulawesi, saat ini PLN melalui PT PLN Gas dan Geothermal (PLNGG) yang merupakan anak perusahaan PLN (PLN Group) sudah melakukan gasifikasi untuk pembangkit LMVPP Amurang dengan FSRU Sulawesi. Setelah selesainya kontrak LMVPP Amurang, FSRU Sulawesi tersebut akan digunakan di pembangkit PLTG Gorontalo (100 MW) sampai dengan beroperasinya pembangkit Minahasa Peaker.
Penugasan kepada PLNGG meliputi antara lain pengadaan kapal LNG, penyediaan fasilitas penerimaan LNG di pembangkit dan O&M infrastruktur gas. Selain itu, pasokan gas ke pembangkit Kendari dan Bau-bau akan dilakukan
kerjasama dengan PGN sebagai implementasi KEPMEN 13 dan kerjasama ini dapat diperluas untuk gasifikasi pembangkit di Selayar maupun
gasifikasi pembangkit di Tahuna.
Sementara itu, untuk gasifikasi
pembangkit di Kolaka dapat dikembangkan kerjasama logistik dengan PGN, mengingat fasilitas midstream LNG di Kolaka akan disiapkan oleh pelanggan listrik (smelter CNI).
• Sedangkan untuk kawasan Maluku dan Papua, pasokan gas diutamakan menggunakan sumber setempat. Pasokan Gas ke pembangkit Sorong
mengutamakan penggunaan gas pipa yang ada di Sorong dan bila hal ini belum mencukupi maka dapat dilakukan tambahan pasokan melalui LNG
Tangguh atau dari Lapangan gas Salawati.
Untuk pemanfaatan LNG Tangguh, telah dilakukan studi logistik dimana logistik yang optimal terbagi menjadi tiga klaster yaitu; Papua bagian utara, Maluku bagian
utara dan Maluku-Papua bagian selatan. Desain logistik untuk ketiga klaster ini perlu didiskusikan dan disepakati dengan PGN mengingat sebagain besar pembangkit gas di kawasan ini tercantum dalam daftar KEPMEN 13.
Mengingat keterbatasan fasilitas filling station di Tangguh, maka diperlukan hub LNG untuk mendistribusikan LNG Tangguh tersebut ke pembangkit tersebar di Maluku-Papua. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan PLN saat ini, lokasi hub direncanakan di Ambon
sekaligus sebagai fasilitas pemenuhan gas untuk pembangkit Ambon.
Kemudian, U
Untuk klaster Papua bagian utara akan dipasok dengan LNG alokasi Perusda setempat berdasarkan KEPMEN ESDM No. 34 tahun 2020 dan didistribusikan dengan menggunakan LNG vessel skala kecil dari Tangguh ke lokasi Manokwari-Nabire-Biak-Jayapura dan ke Serui.
Selain itu, terkait panfaatan CNG (Compressed Natural Gas), PLN akan menggunakannya untuk mengoperasikan pembangkit peaker.
CNG pada mulanya dimaksudkan untuk memanfaatkan potensi sumur-sumur
gas dengan kapasitas relatif kecil maupun sumur gas marginal yaitu dengan mengumpulkan terlebih dahulu gas dengan volume kecil tersebut ke dalam suatu penyimpanan, lalu digunakan hanya pada periode singkat. Namun kemudian PLN juga memutuskan untuk menggunakan CNG skala besar untuk pembangkit di Jawa guna mengatasi ketidakmampuan pemasok gas mengikuti pola pembebanan yang lebih fluktuatif akibat perubahan peran pembangkit gas dari base loader menjadi load follower atau peaker.
PLN telah memanfaatkan CNG untuk pembangkit beban puncak di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Khusus untuk pasokan gas pembangkit di Lombok dilakukan menggunakan CNG vessel/CNG marine dengan memanfaatkan gas milik PLN di Gresik dan dikompresikan ke CNG vessel untuk dibawa ke pembangkit Lombok Peaker.
Mengingat pembangkit Lombok Peaker ini kapasitasnya cukup besar (134 MW)
dan efisiensinya sangat baik, maka operasionalnya dapat dimaksimalkan
sehingga membutuhkan pasokan gas lebih banyak sementara kapasitas CNG marine sekitar 20 mmscfd (cocok untuk pembangkit peaker/CF rendah). Untuk
itu gasifikasi pembangkit Lombok Peaker dengan CNG marine ini bersifat
sementara sampai dengan selesainya penyiapan infrastruktur LNG jangka
panjang.
Selanjutnya CNG marine dapat dipindahkan untuk gasifikasi
pembangkit peaker di lokasi lain, antara lain untuk pembangkit di Kalteng,
pembangkit di Kalsel, dan lain-lain.
Untuk pulau Jawa, Fasilitas CNG storage yang dibangun antara lain :
1. CNG Grati kapasitas 15 MMSCFD untuk mengoperasikan PLTG peaker
existing dan PLTGU Grati.
2. CNG Tambak Lorok sebesar 17 MMSCFD untuk mengoperasikan
sebagian dari PLTGU sebagai pembangkit peaker.
3. CNG Gresik sebesar 20 MMSCFD untuk mengoperasikan pembangkit
peaker dan sebagian CNG untuk dikirim ke Lombok.
4. CNG Muara Tawar sebesar 20 MMSCFD untuk memenuhi kebutuhan
operasi pembangkit peaker.
5. CNG untuk pembangkit di Pulau Bawean sebesar 2 MMSCFD yang
dibawa melalui transportasi laut dalam bentuk CNG dari Gresik.
6. Lokasi pembangkit yang jauh dari sumber gas dan keterbatasan fasilitas
LNG skala kecil, memberikan tantangan tersendiri bagi PLN dalam menyusun rencana pasokan gas yang optimal.
Untuk itu, perlu kebijakan Pemerintah untuk mendorong tersedianya fasilitas LNG skala kecil baik yang disiapkan oleh penyedia LNG dari sektor hulu migas atau oleh badan usaha migas.
Mengingat penyiapan infrastruktur LNG ini membutuhkan waktu yang cukup lama (sampai dengan 36 bulan), maka
teknologi pembangkit dapat dipilih dengan teknologi dual fuel yaitu pembangkit dapat dioperasikan dengan minyak untuk sementara dan menggunakan gas setelah infrastruktur gas tersedia untuk operasi jangka panjang.