PLTS

Transisi Energi, Adaro Kembangkan Bisnis Ke Energi Bersih

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.comPT Adaro Energy, Tbk, saat ini mulai mengembangkan bisnisnya ke arah energi yang ramah lingkungan atau Energi Baru Terbarukan (EBT).

Seperti halnya yang dilakukan oleh PT Adaro Indonesia, anak usaha Adaro Energy, Tbk.

Dalam sebuah diskusi online, Direktur Pemasaran Adaro Indonesia, Hendri Tan, mengatakan, hampir semua negara saat ini mengembangkan lini bisnisnya ke sektor energi yang ramah lingkungan.

Untuk itu,  juga berupaya mengembangkan bisnisnya ke arah energi bersih, dan sejalan dengan target Pemerintah dalam bauran energi nasional porsi EBT sebesar 23% pada tahun 2025, dan jumlah tersebut akan meningkatkan sebesar 31% pada 2030.

Hendri menambahkan, pihaknya sudah mulai mengembangkan energi yang ramah lingkungan salah satunya yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Di mana salah satu lokasi yang telah ditetapkannya yakni di wilayah Kalimantan Selatan.

“Ada beberapa wilayah yang kami explore, dan saat ini penerapannya sudah berjalan. Kami juga mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yaitu Bimasena Power Indonesia, yang merupakan salah satu PLTU terbesar di Asia Tenggara,” ungkap Hendri, (10/03).

Ia menjelaskan, PLTU tersebut menggunakan teknologi yang terbukti ramah lingkungan yaitu ultra supercritical.

Tak hanya mengembangkan bisnisnya ke arah yang lebih bersih, Adaro Indonesia juga dalam 20 tahun terakhir telah melakukan ekspor batubara yang ramah lingkungan (environmental friendly coal) ke sejumlah Negara, salah satunya yakni Jepang dan Hongkong.

“Batubara ini lebih ramah lingkungan karena kandungan polutannya rendah, sulfur rendah dan juga abu rendah. Ini yang menjadi alasan batubara produksi Adaro itu disukai oleh pembeli,” imbuh Hendri.

Ia menjelaskan, meski saat ini banyak negara mengembangkan bisnisnya ke arah energi yang ramah lingkungan, akan tetapi menurutnya, batubara akan tetap menjadi sumber energi yang diperlukan.

Sebagaimana diketahui, dari segi komersial saat ini energi terbarukan belum kompetitif, sehingga perlu waktu 10-20 tahun agar harga energi terbarukan bisa kompetitif.

Untuk itulah sebab mengapa energi yang bersumber dari fosil (batubara) akan tetap memegang peranan penting dan dibutuhkan di masa yang akan datang.

Lebih jauh, Hendri mengemukakan, konsumsi energi pada 2020 turun lantaran adanya Pandemi Covid-19 yang mewabah hingga ke seluruh negara.

Akan tetapi, lanjutnya, sejumlah kalangan telah memrediksi pada 2021 konsumsi energi akan kembali naik sejalan dengan pulihnya sektor industri di sejumlah negara.

“Batubara masih dibutuhkan khususnya negara di Asia Selatan dan juga negara berkembang di Asia Tenggara. Permintaan batubara di China meningkat pada 2016-2020, hal ini membuktikan bahwa batubara tetap dibutuhkan untuk mendukung sektor industri dan pertumbuhan negara,” tandasnya.