Lampung, Ruangenergi.com – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melakukan kunjungan langsung ke fabrikasi Pertashop di kota Bandar Lampung untuk keperluan distribusi BBM non subsidi pertamax di wilayah Sumbagsel (Sumatera bagian selatan).
Kunjungan tersebut dilakukan oleh Kepala BPH Migas, M. Fansrullah Asa bersama Tim, dan didampingi oleh Project Manager PT. Glory Bumi Nusantara, Rudi Hardiana; Sales Area Manager (SAM) PT Pertamina (Persero) Lampung-Bengkulu, Donny Brilianto; Sales Branch Manager (SBM) Pertamina Lampung Agung Keshara.
Dalam sambutannya, Kepala BPH Migas, mengatakan, pihaknya akan bertanggung jawab dalam mengawasi implementasi Mini SPBU.
“BPH Migas bertanggungjawab mengawasi implementasi Mini SPBU yang dibuat oleh Badan Usaha termasuk Pertamina karena ini amanah UU Migas pasal 8 ayat 2 dan 4, dimana BPH Migas selaku wakil pemerintah yang bertanggung jawab mengatur dan mengawasi ketersediaan dan Distribusi BBM di seluruh NKRI , BBM tersebut adalah BBM Subsidi (JBT, BBM Penugasan (JBKP) juga BBP Non Subsidi,” terang Ifan, sapaan akrab Kepala BPH Migas, (10/03).
Ia menambahkan, dengan adanya target Petamina yang mau membangun di tahun 2021 sebanyak 10 ribu Pertashop, bahkan Komisaris Utama (Komut) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta agar ditingkatkan menjadi 12.000 ribu.
Menurut, Ifan, tentu hal ini sangat positif, dan BPH Migas sangat mendukung langkah Pertamina untuk memperbanyak Mini SPBU/Pertashop.
Adapun beberapa hal yang menjadi catatan BPH Migas dalam membangun Mini SPBU (Pertashop), di antaranya :
Pertama, mengurangi konsumsi penggunaan BBM Penugasan (JBKP) Premiun RON 88.
Kedua, membuat masyarakat yang jauh dari SPBU bisa membeli dekat dari rumah dengan harga yang sama dengan SPBU.
Ketiga, mengurangi secara alami Pertamini yang ilegal tanpa ijin usaha niaga, dengan harga diatas harga spbu dan tidak ada standar safety dan teknis kalibrasi dari pemerintah.
Keempat, mengurangi emisi karbon di wilayah tersebut karena yang dijual Pertamax dengan RON 92.
Kelima, menggerakkan UMKM di desa dan kecamatan, karena harga investasi membangun pertashop hanya berkisar Rp 300 sampai dengan 500 juta dengan margin sekitar Rp 850 per liter.
Namun demikian, Kepala BPH Migas mewanti-wanti kepada Pertamina juga Indomobil Exxon dan badan usaha lainnya yang membangun Mini SPBU seperti Pertashop dan microsite.
“Pembanguan di Mini SPBU tersebut harus dikaji dan survey dulu daya jualnya karena kalau penjualannya BBM nya dibawah 400 liter per hari maka potensi besar Pertashop tersebut akan tutup karna tidak untung, karena BEP (Break Event Pointnya) 400 liter idealnya penjualannya mendekati 1.000 liter per hari,” jelas Ifan.
Selain itu, BPH Migas meminta agar Pertamina membangun Pertashop harus jarak dengan SPBU minimal 10 km dan antar Mini SPBU 5 km.
“Kalau tidak BPH migas akan meminta dibongkar atau dipindahkan lokasinya. BPH migas tidak mau terjadi pertashop juga microsite seperti kehadiran Alfamart dan Indomaret yang dibangun bisa bersebelahan, karna wilayah Indonesia masih luas baik di tingkat desa atau kecamatan,” tegas Ifan.
Sementara hal lain yang juga perlu diperhatikan yakni jangan sampai target 12.000 terlalu optimis tetapi tidak didukung kemampuan fabrikasinya juga pengadaan mobil truck tanki yang mensuplai BBM dari depo karena jika target 12 ribu setahun maka rata-rata produksi pertashop sebulan 1.200 buah.
“Karena waktu tinggal 10 bulan, padahal pertashop yang ada saat ini baru sekitar 1.000 buah itu juga dibangun sudah sekitar 2,5 tahun, maka perlu sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak agar target tersebut dapat tercapai,” tandas Ifan.