Jakarta, Ruangenergi.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan dalam 2-3 tahun terakhir tidak ada anggaran yang dikeluarkan dari dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk pembangunan biogas di Kementerian ESDM.
Hal tersebut dikatakan oleh, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, dalam diskusi Satu Dekade Program Biogas Rumah Indonesia.
Program Biogas Rumah (BIRU) merupakan sebuah program multi pihak yang diinisiasi oleh HIVOS bekerja sama dengan Kementerian ESDM pada tahun 2009 dan kemudian diimplementasikan oleh Yayasan Rumah Energi (YRE) pada tahun 2012.
“BIRU yang sekarang dikelola oleh YRE juga punya revolving fund, hasil dari pendapatan penjualan karbon. Dana itulah yang hasil dari hulu kemudian diputar, kemudian digunakan untuk membangun biogas yang baru,” ungkap Dadan secara virtual, (23/03).
Menurutnya, pemanfaatan biogas menjadi salah satu target pengembangan energi terbarukan (EBT) berbasis bioenergi yang ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Meski begitu, capaian pemanfaatan biogas masih jauh dari target RUEN tahun 2025.
“Kalau dulu kita separuh subsidi dan separuhnya dana dari masyarakat serta dari APBN, sehingga yang menanggung itu ada 3 pihak. Dan sekarang dengan semakin baik program tersebut, berjalan arahnya berbasis ke masyarakat langsung, Pemerintah disini hanya memberikan fasilitasi seperti fasilitas kontruksi,” kata Dadan.
“Dari sisi implementasinya tidak bisa dikebut seperti dulu, karena sekarang pendanaannya berasal dari masyarakat dan ada tambahan sedikit dari YRE,” sambungnya.
Berjalan 10 Tahun
Dadan menjelaskan, saat ini program tersebut sudah berjalan 10 tahun, dan jangan sampai ini merupakan sebuah akhir dari program BIRU tersebut.
“Jangan sampai yang kita lakukan hari ini adalah sebuah program menyampaikan sukses, kemudian kita perpisahan bahwa kita sebenarnya tidak punya kekuatan atau kapasitas untuk mengembangkan program ini menjadi lebih baik. Hari ini kita akan me-revisit lagi programnya, sebagaimana dalam sambutannya Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif), kami akan susun roadmap. Disini kami coba akan digali peluang-peluangnya termasuk dari APBN,” imbuh Dadan.
Tahun depan misalkan, lanjut Dadan, ada kemungkinan Kementerian ESDM kembali mengusulkan dana APBN untuk menjalankan program BIRU melalui dana alokasi khusus. Sebagian dimungkinkan program BIRU ini digunakan program alokasi khusus.
Jadi persiapannya sudah dilakukan untuk mencapai target yang sudah disampaikan oleh Pemerintah dan stakeholder.
Karena potensi dilapangkan masih tetap besar. Lantas apakah Dana Desa dapat digunakan untuk Biogas komunal ?
Menurut Dadan, pertanyaan ini lebih cocok dilayangkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Meski begitu, Dadan menjelaskan, Dana Desa itu dapat dieksekusi untuk kepentingan desa itu sendiri.
“Setahu saya, anggaran-anggaran dana desa itu dieksekusinya oleh desa secara langsung meliputi kegiatan-kegiatan fisik yang bisa men-generate kegiatan perekonomian kemudian juga infrastruktur dan ini menurut saya dua-duanya masuk. Menurut logika saya ini (dana desa) bisa dipakai untuk pembangunan biogas, memanfaatkan dana desa yang selama ini ada,” bebernya.
Selain itu, ia mengungkapkan kendala program bio gas setelah 10 tahun berjalan, dan sudah berjalan di beberapa pulau di Indonesia di antaranya, Sumatera, Jawa, ke wilayah Indonesia timur, Sulawesi.
Mekanisme Pendanaan
Dadan menyatakan, sudah ada beberapa contoh dan tidak semuanya berjalan sukses, melainkan hal ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam kendala salah satunya yakni mekanisme pendanaan.
Menurutnya, mekanisme pendanaan ini perlu dicari cara yang paling optimal agar pembangunan BIRU dapat memberikan manfaat untuk desa.
“Kita pernah membangun dengan dana 100% anggaran APBN. Nah, itu kecepatan rusaknya lebih tinggi, lebih cepat ketimbang membangun dengan menggunakan dana dari masyarakat sendiri,” terang Dadan.
Itulah mengapa sebab pembangunan BIRU mestinya menggunakan dana desa. Dadan mengatakan, jika dibangun sendiri menggunakan dana dari masyarakat anggaranya sangat terbatas, sehingga dicarilah titik keseimbangan terhadap pembangunan biogas tersebut.
Tantangan pembangunan biogas yang paling utama ini tentunya di setiap daerah itu berbeda-beda. Harus memastikan betul-betul mekanisme pendanaan yang paling cocok untuk daerah tersebut, sehingga memastikan masyarakat tertarik untuk membangunnya dan yang paling terpenting masyarakat dapat merawatnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Yayasan Rumah Energi (YRE), Rebekka S. Angelyn, mengatakan, pihaknya melihat pembangunan Biogas ini harus efisien dan dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat.
“Kita melihat pemanfaat biogas yang paling efisien. Sebenarnya kami pernah mengujicobakan juga biogas dari kotoran hewan untuk hasilkan listrik, akan tetapi untuk dapat menghidupkan genset dengan kapasitas 1.000 Watt saja membutuhkan biogas dengan kapasitas 12 meter kubik (artinya biogas itu harus bisa memproduksi 4 meter kubik gas). Artinya juga jumlah ekor sapi yang dibutuhkan untuk menghidupkan genset dengan kapasitas 1.000 Watt itu sebanyak 13 ekor, dengan catatan bentuk sudah harus komunal,” kata Rebekka.
Ia melanjutkan, jika dilihat sebenarnya pemanfaatan energi yang bersumber dari Biogas ini paling efisien memang digunakan untuk memasak.
Menurutnya terkait dalam pembelajaran selama 10 tahun ini, YRE menyoroti 3 hal utama yakni :
“Pertama, kami bekerja di 14 provinsi di seluruh Indonesia, jadi pola penggunaan biogas itu sangat berbeda antar desa. Kami coba ingin pahami adalah bagaimana semakin banyak orang yang ingin menggunakan biogas, lalu setelah mereka menggunakan biogas, bagaimana pengguna itu bisa terus menggunakan biogas sampai 15-20 tahun,” tuturnya.
Temuan YRE dilapangkan menghasilkan jawabannya yakni dengan meningkatkan nilai ekonomi dari biogas itu sendiri menggunakan produk turunan biogas.
“Kedua, jika dilihat untuk mendorong pembangunan 1 juta biogas rumah butuh kebijakan dari hulu hingga ke hilir. Semua harus pararel, tidak bisa siapa duluan mengerjakan apa, dan tentunya Kementerian ESDM sebagai lini sektor diharapkan bisa mendorong Kementerian-Kementerian lain (Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sama-sama mendorong kebijakan dari hulu ke hilir,” urai Rebekka.
“Ketiga, yakni terkait pembiayaan terhadap pembangunan Biogas. Jika dilihat strateginya itu adalah untuk kita perlahan-lahan untuk masuk ke pasar,” katanya.
Di mana YRE memiliki skema pembiayaan campuran (blended finance) dengan multi pihak berkepentingan untuk pembiayaan pembangunan reaktor biogas. Skema pembiayaan ini akan memudahkan mitra pengguna karena telah bekerja sama dengan 55 koperasi dan credit union yang tersebar di wilayah implementasi program BIRU.
- YRE dan Hivos telah bekerja sama dengan sektor swasta (sektor susu, seperti Nestle dan koperasi pengolahan susu), sektor perbankan (BNI dan Rabobank Foundation) dan organisasi keuangan (Kiva) untuk memberikan akses pembiayaan kepada masyarakat yang membutuhkan.