Ditjen Minerba

Pemerintah Beri Surat Teguran Kepada PTFI untuk Segera Melakukan Piling Test

Jakarta, Ruangenergi.com Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pihaknya kembali memberikan surat teguran kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Surat teguran tersebut terkait pembangunan proyek smelter di Gresik, Jawa Timur yang sempat mengalami keterlambatan konstruksi.

Mengutip website Ditjen Minerba yang mengatakan bahwa surat teguran awal yang dilayangkan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM telah dijawab oleh PT Freeport Indonesia. Saat ini pembangunan smelter masih dalam tahap pembahasan dengan PT Chiyoda sebagai partner dalam pembangunan smelter PTFI di Gresik.

Pasalnya, pembangunan smelter mengalami penundaan dari yang seharusnya telah dilakukan kegiatan piling test pada September 2020, namun baru dilaksanakan pada November 2020.

Oleh karena itu Ditjen Minerba kembali memberikan surat teguran kepada PTFI untuk segera melakukan piling test. Di mana nantinya, Tim dari Ditjen Minerba akan melakukan pengawasan langsung ke lapangan terkait dengan pelaksanaan piling test tersebut, yang rencananya akan dilakukan pada akhir November 2020. Dengan dasar pengawasan tersebut, Pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang konstruktif terhadap ekspor konsentrat tembaga PTFI.

Selain itu, terkait dengan adanya penurunan kapasitas smelter baru dari 2 juta ton menjadi 1,7 juta ton, apakah akan mengubah nilai investasi proyek yang sebelumnya US$ 3 miliar.

Sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan Khusu (IUPK) PTFI bahwa PTFI harus membangun fasilitas pemurnian Tembaga dengan kapasitas sebesar 2 juta MT per tahun, namun dapat membangun sendiri atau bekerjasama dengan pihak lain.

Untuk saat ini PTFI berencana membangun fasilitas pemurnian tembaga berkersama dengan Mitsubishi Material Corporate (MMC) Jepang (selaku pemegang saham PT Smelting) untuk melakukan ekspansi kapasitas PT Smelting Gresik dari kapasitas 1 juta MT per tahun menjadi 1,3 juta MT per tahun atau dengan peningkatan sebesar 30%.

Sehingga dengan ekspansi tersebut konsentrat produksi PTFI terserap dengan tambahan sebesar 300.000 MT. Dengan adanya kerjasama tersebut tidak menggugurkan kewajiban PTFI untuk membangun fasilitas pemurnian tembaga. Namun dengan adanya ekspansi di PT Smelting Gresik
tersebut maka yang seharusnya PTFI membangun fasilitas pemurnian sebesar 2 juta MT pertahun berkurang menjadi 1,7 juta MT.

“Hal tersebut pernah disampaikan oleh PTFI kepada Pemerintah. Namun perlu kami tegaskan bahwa pembangunan fasilitas pemurnian tembaga 2 juta MT merupakan kewajiban PTFI yang wajib dilaksanakan untuk mewujudkan komitmen dalam IUPK PTFI yang ditandatangani pada tanggal 21 Desember 2018, baik membangun sendiri atau kerjasama dengan pihak lain,” tulisnya (25/03).

Terkait pembiayaan tentu saja perlu PTFI melakukan kajian, karena dengan skenario sebagaimana tersebut diatas belum tentu akan menurunkan biaya pembangunan fasilitas pemurnian tembaga, karena PTFI harus menyediakan pendanaan untuk ekspansi di PT Smelting Gresik dan pendanaan untuk membangun fasilitas pemurnian Tembaga sebesar 1,7 MT. Sampai saat ini PTFI belum menyampaikan secara detail pembiayaan baik untuk ekspansi di PT Smelting Gresik dan pembangunan smelter untuk kapasitas 1,7 juta MT.

Lantas mengenai pembahasan terkait luas lahan PT Arutmin Indonesia di DPR yang tertunda, Ditjen Minerba Kementerian ESDM menyebutkan bahwa PT Arutmin Indonesia telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian (IUPK) dengan luas wilayah yang dipertahankan seluas 34.207 Ha, sedangkan wilayah yang dilepaskan seluas 22.900 Ha. Terhadap wilayah yang dilepaskan akan dievaluasi oleh Pemerintah untuk selanjutnya dapat ditetapkan menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN) atau Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK).

Prioritas pengusahaan wilayah yang dilepaskan oleh PT Arutmin Indonesia akan diberikan prioritas pengusahaannya kepada BUMN/BUMD setelah adanya penetapan wilayah tersebut menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

“Pemerintah juga memastikan bahwa terhadap wilayah reklamasi yang dilepas, akan tetap dilakukan reklamasi dan pascatambang hingga tingkat keberhasilan 100%,” katanya.

Sedangkan, tanggung jawab pelaksanaan dan pemeliharaan pascatambang PT Koba Tin (dalam Pailit) akan diambil alih oleh Tim Kurator PT Koba Tin (dalam Pailit).

Sebagaimana diketahui, PT Koba Tin telah diputus pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 67-PDT.SUS-PKPU/2020/PN.NIAGA. JKT.PST tanggal 22 Juli 2020.

Menurut sumber, PT Koba Tin (dalam Pailit) sudah menempatkan Jaminan Pascatambang berdasarkan dokumen Rencana Pascatambang yang disetujui Pemerintah pada tahun 2012. Tingkat keberhasilan Pascatambang PT Koba Tin (dalam Pailit) berdasarkan evaluasi Pemerintah adalah sekitar 45%.

Ditjen Mineral dan Batubara terus berkoordinasi dengan Tim Kurator PT Koba Tin (dalam Pailit) terkait penyelesaian kewajiban pelaksanaan dan pemeliharaan Pascatambang serta kewajiban lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *