Jakarta, Ruangenergi.com – Ada anggapan bahwa harga bahan baku dalam negeri lebih mahal ketimbang luar negeri, dan kualitas dalam negeri tidak sebagus luar negeri, sehingga ada badan usaha di sektor minyak dan gas serta ketenagalistrikan memilih untuk melakukan impor.
Seperti halnya di dalam industri migas merupakan bisnis yang memiliki risiko sangat tinggi (high risk), dan tentunya harus menggunakan bahan baku yang benar-benar memiliki kualitas tinggi.
Menanggapi hal tersebut, SVP Communication dan Investor Relation PT Pertamina (Persero), Agus Suprijanto, mengatakan, apabila sebuah produk dalam negeri sudah memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) diatas 40% maka wajib bagi Pertamina untuk menggunakan dan membeli produk TKDN tersebut.
“Jika itu dilakukan otomatis kita tidak dapat mengimpor. Lalu apabila ada produk dalam negeri sudah memiliki minimal 25% kita wajib memberikan preferensi harga,” jelas Agus dalam diskusi online yang diselenggarakan Ruangenergi.com bersama Asosiasi Pengamatan Energi Indonesia (APEI) dan Energy Watch, bertemakan (Peran Dan Dukungan BUMN Dalam Pengembangan TKDN), Jakarta, (25/03).
Ia menambahkan, adapun preferensi harga yang ditawarkan Pertamina itu maksimum 25% dari harga impor. Hal tersebut dikarenakan agar Pertamina memperoleh kewajaran harga.
“Agar kita dapat memperoleh kewajaran harga, tentunya harga menjadi suatu indikator, karena dalam pengelolaan usaha masalah biaya juga menjadi satu elemen kunci. Seperti yang terjadi di tahun 2020, kita mengalami triple shock, Pandemi Covid-19 yang saat ini belum berakhir memerlukan upaya untuk melakukan cost efisien, tentunya dengan tetap mengikuti aturan yang berlaku,” papar Agus.
Meski begitu, ungkap Agus, ditulis secara umum impor itu sebenarnya tidak dilarang, dengan catatan barang yang di impor belum pernah di produksi di dalam negeri. Kemudian, jumlah produksi dalam negeri belum memenuhi kebutuhan, dan secara spesifikasi, kualitas belum bisa memenuhi kebutuhan operasi.
“Ketika melakukan perencanaan maka kita akan lihat bagaimana optimal secara operasi, optimal dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, dan tentunya kita akan pastikan kualitasnya tetap terjaga karena mempunyai standard safety, supaya produk dalam negeri dapat memberikan kontribusi yang real positif dan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari,” tukasnya.