Jakarta, Ruangenergi.com – PT PLN (Persero) menyebut pihaknya memiliki beberapa strategi dalam meningkatkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Kunci sukses dalam peningkatan TKDN yakni, regulasi/ kebijakan, kesiapan industri nasional, dan kesamaan visi dan strategi stakeholder,” ungkap EVP Perencanaan dan Engineering Konstruksi Direktorat Mega Project dan EBT PT PLN (Persero), Anang Yahmadi, dalam diskusi online yang bertajuk (Peran Dan Dukungan BUMN Dalam Pengembangan TKDN) yang diselenggarakan oleh Ruangenergi.com bersama Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) dan Energy Watch, Jakarta, (25/03).
Anang dalam paparannya menjelaskan, investasi PLN untuk sektor Pembangkit dalam 4 tahun terakhir mengalami fluktuasi, tercatat di tahun 2017 untuk pembangkit PLN menginvestasikan sebesar RP 29.064 miliar; lalu di 2018 sebesar Rp 31.375 miliar; di 2019 sebesar Rp 33. 361 miliar dan di 2020 sebesar Rp 26.568 miliar.
Sementara, untuk fungsi transmisi investasi yang dilakukan PLN pada 2017 sebesar Rp 17.541 miliar, di 2018 sebesar Rp 22.985 miliar, di 2019 sebesar Rp 25.980 miliar, dan di 2020 sebesar Rp 16.869 miliar.
Untuk fungsi gardu induk juga demikian berfluktuasi, di 2017 sebesar Rp 6.999 miliar, di 2018 sebesar Rp 9.554 miliar, di 2019 sebesar Rp 8.573 miliar, dan di 2020 sebesar Rp 9.073 miliar.
Lalu, untuk fungsi distribusi selama 4 tahun terakhir Papan mencatat mengalami penurunan investasi yakni di 2017 sebesar Rp 26.038 miliar, di 2018 sebesar Rp 26.394 miliar, di 2019 sebesar Rp 23.690 miliar, dan di 2020 turun menjadi Rp 18.028 miliar.
Kemudian, terkait fungsi sarana, PLN mengeluarkan investasi di 2017 sebesar Rp 5.236 miliar, di 2018 sebesar Rp 4.527 miliar, di 2019 sebesar Rp 3.153 miliar, dan di 2020 sebesar Rp 2.896 miliar.
“Ini baru PLN ya, kalau kita bicara sektor ketenagalistrikan tentunya IPP (Independen Power Producer). Sebab dia (IPP) juga bangun pembangkit listrik.
Misalnya, anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Power Indonesia mereka membangun PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap) Jawa 1 kapasitas 1.1760 Megawatt (MW), berapa itu investasi yang dikeluarkan. Tapi tupoksinya PLN untuk memastikan bahwa TKDN disana aturannya berjalan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, realisasi TKDN di Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Mikro Hidro (PLTA dan PLTMh) sebesar 65.97%. Sementara berdasarkan verifikasi surveyor (Surveyor Indonesia dan Sucofindo) untuk di PLTA dan PLTMh sebesar 42,21%.
Di PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi) berdasarkan PM 54/2018 tingkat TKDN sebesar 30,55%, dan berdasarkan verifikasi surveyor sebesar 28,73%.
Di PLTGU penggunaan TKDN berdasarkan PM 54/2018 sebesar 30,22% dan 18,75% berdasarkan verifikasi surveyor.
Kemudian, di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) penggunaan TKDN sebesar 42,07% berdasarkan PM 54/2018 dan 22,77% berdasarkan verifikasi surveyor.
“Kalau untuk jaringan transmisi seperti saluran udara tegangan tinggi dan ekstra tinggi rata-rata sudah diatas 60% penggunaan TKDN-nya baik berdasarkan PM 54/2018 maupun verifikasi surveyor,” tuturnya.
Sementara, penggunaan TKDN untuk sektor gardu induk jumlahnya berfluktuasi, untuk GI 500 KV misalnya berdasarkan PM 54/2018 TKDN mencapai 42,77% dan verifikasi surveyor sebesar 26,48%.
GI 275 KV sebesar 43,27% dan verifikasi surveyor sebesar 26,41%. Lalu, GI 150 KV sebesar 19,23% dan 23,31% berdasarkan verifikasi surveyor.
GI 150 KV penggunaan TKDN berdasarkan PM 54/2018 sebesar 65,14% dan 53,93% berdasarkan verifikasi surveyor. Lalu, GI 70 KV sebesar 65,14% dan 30,46% berdasarkan verifikasi surveyor.
Bisa dikatakan, jumlah rata-rata penggunaan TKDN dalam 4 tahun terakhir berfluktuasi, seperti di 2017 TKDN di pembangkit sebesar 22,21%, 2018 sebesar 30%, 2019 sebesar 31,66% dan di 2020 sebesar 29,33%.
Sementara, di sektor transmisi di 2017 sebesar 20,76%, di 2018 sebesar 64%, di 2019 sebesar 64,36% dan 2020 sebesar 75,37%.
Untuk GI di 2017 penggunaan TKDN sebesar 31,14% di 2018 sebesar 80%, 2019 sebesar 80,79% dan 2020 sebesar 58,46%.
Lalu, untuk jaringan distribusi tingkat penggunaan TKDN di 2018 sebesar 80%, di 2019 sebesar 80,97%, dan di 2020 sebesar 61,19%.
“Untuk menghitung TKDN kita melibatkan BUMN yang bergerak di sektor surveyor (Surveyor Indonesia dan Sucofindo), dan kita mengalokasikan dana untuk itu. Saat ini kita juga sedang mendidik internal untuk mendapatkan sertifikat bagaimana menghitung TKDN,” paparnya.
Kebijakan Peningkatan TKDN
Anang menyebut upaya PLN dalam meningkatkan TKDN salah satunya dengan regulasi, dimana PLN berkomitmen melaksanakan kebijakan pemerintah dan mendukung program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dalam bisnis atau sektor ketenagalistrikan.
Kemudian Pro TKDN, PLN sangat proaktif mengutamakan penggunaan produk dalam negeri dengan tetap menjaga kualitas dan profesionalitas serta sustainability perusahaan.
“Kita tidak mau di dikte oleh Lander pemberi dana. Kami tetap komit untuk menggunakan produk dalam negeri,” imbuhnya.
“Lalu proaktif, kami secara berkelanjutan mendorong dan proaktif memberikan kesempatan industri dan perusahaan dalam negeri dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas,” bebernya kembali.
Kemudian selanjutnya, sinergi stakeholders, PLN terus menjalin komunikasi dan kerjasama dengan seluruh stakeholders dalam rangka peningkatan TKDN.
Sebagai penutup, Anang mengatakan bahwa PLN berkomitmen dan mendukung program pemerintah dalam peningkatan produk dalam negeri di sektor ketenagalistrikan, sebab hal ini sebagai amanat Peraturan Perundang-undangan dengan Good Corporate Government (GCG).
“Perlu upaya dan sinergi bersama untuk meningkatkan pencapaian TKDN di sektor ketenagalistrikan dengan tetap memperhatikan quality, cost, delivery (QCD). Kunci sukses dalam peningkatan TKDN yakni, regulasi/ kebijakan, kesiapan industri nasional, dan kesamaan visi dan strategi stakeholders,” tandasnya.