peta wk rokan

Catatan Redaksi: Sangat Berbahaya Ketika Alih Kelola Rokan Tidak Diikuti Penyerahan Pengelolaan Listrik

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,ruangenergi.com-Bulan Agustus memang masih lama datangnya. Namun,persoalan pembangkit listrik di Blok Rokan belum ada tanda-tanda penyelesaian dengan baik. SKK Migas menjelaskan pembangkit di blok Rokan merupakan barang sewa Chevron sehingga tidak termasuk milik negara. Karena itu, pada saat alih kelola Agustus nanti, Pertamina tidak dapat memilikinya. Sangat berbahaya sekali ketika alih kelola blok Rokan tidak diikuti juga penyerahan atas pengelolaan listrik dipakai sendiri untuk kegiatan operasional (own use operation).

Sebagai informasi, Blok Rokan merupakan blok minyak terbesar di Indonesia dengan luas 6.220 kilometer persegi yang terletak di 5 Kabupaten di Riau, yaitu Bengkalis, Siak, Kampar, Rokan Hulu dan Rokan Hilir. Blok ini memiliki 96 lapangan dan tiga lapangan diantaranya berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas, dan Bekasap. Hal ini akan sia-sia jika semua sumur maupun peralatan yang dipakai untuk optimasi produksi migas tidak bisa beroperasi karena tidak dapat pasokan listrik

WK Rokan mendapat supply listrik dan uap dari integrated power system yang meliputi fasilitas utama 3 power generation yakni Minas Gas Turbine, Central Duri Gas dan North Duri Cogen (NDC). Sejak 2 November 2020,Ruangenergi.com telah mendengar kabar adanya keinginan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) untuk mengadakan tender kepemilikan atas Pembangkit Listrik Tenaga Gas North Duri Cogen (NDC) yang berada di wilayah kerja perminyakan Rokan di Provinsi Riau.

Blok Rokan selama ini mendapat pasokan listrik dari PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN), anak perusahaan CPI dan saham mayoritasnya dimiliki oleh Chevron Standar Limited. PT MCTN berkontrak dengan CPI untuk menyediakan dan memasok listrik dan uap di WK Rokan dengan kapasitas listrik 300 MW dan uap 3.140 MMBTU.

Kontrak itu akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kontrak CPI di Blok Rokan. Semua komponen biaya investasi dan biaya operasi PLTGU Cogen dibayar oleh CPI melalui pembayaran bulanan selama masa kontrak. Logikanya selama ini,pemerintah telah mengganti biaya investasi pembangunan aset Cogen, biaya operasi dan pemeliharaan, dan nilai finansial dari pemegang saham selama masa kontrak yang diperhitungkan dalam skema Cost of Recovery (CoR).Dengan habisnya masa kontrak CPI di WK Rokan, PLTGU Cogen seharusnya dikembalikan kepada negara. Alasannya, biaya pembangunan dan biaya operasional pembangkit itu sudah sepenuhnya diganti oleh negara kepada CPI.

Dalam catatan ruangenegri.com,Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jaffe Suardin menjelaskan, progres alih kelola Blok Rokan saat ini yang terkait migrasi data teknis dan operasional telah mencapai 80 persen. Sedangkan untuk chemical EOR telah mencapai 50 persen, di mana PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan PHR terus bekerja sama dalam percepatan data transfer, model conversion, resolve issue surfactant dan reinstatement SFT-2 facility. Telah tercapai kesepakatan transfer karyawan antara CPI dan PHR.

Manager Corporate Communication CPI Sonitha Poernomo dalam keterangan tertulis, Senin (15/3/2021) mengatakan, saat ini pihaknya telah menyelesaikan sebagian besar pendataan aset dan menyerahkan data produksi, eksplorasi, dan pendukung kegiatan operasi kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PHR.

Sejak Agustus 2020 hingga sekarang, CPI disebut telah menyerahkan seluruh data yang masuk di dalam termination checklist kepada SKK Migas. Data tersebut termasuk yang berkaitan dengan geologi dan geofisika, perizinan, prosedur standar operasional (SOP), fasilitas produksi, pertanahan, kontrak barang dan jasa, sumber daya manusia dan program pengembangan masyarakat. Kontrak Kerja Sama CPI di Blok Rokan akan berakhir pada 9 Agustus 2021, di mana pada saat itu CPI akan menyerahkan blok migas tersebut kepada pemerintah.

CPI di dalam keterangan tertulis tidak menyebutkan nasib pembangkit listrik yang dimilikinya,ikut diserahkan ke Pertamina Hulu Rokan.Kontrak Kerja Sama PT CPI di Blok Rokan akan berakhir pada 9 Agustus 2021. Namun,upaya Pertamina untuk mengelola blok minyak yang ada di Bumi Lancang Kuning tersengat listrik.Sampai sekarang PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) masih menunggu hasil lelang akuisisi pembangkit milik PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) di blok migas tersebut. Selama ini Chevron melakukan kerja sama pengadaaan listrik dan steam (cogen) dengan perusahaan ini.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan proses akuisisi North Duri Cogeneration (NDC) Plant yang berkapasitas hingga mencapai 300 megawatt masih berlangsung.Sesuai dengan surat perjanjian jual beli tenaga listrik dan uap dengan Pertamina Hulu Rokan (PHR) beberapa waktu lalu, PLN menyediakan dua skema. Pertama, masa transisi selama tiga tahun mulai 9 Agustus 2021-Agustus 2024 dengan menggunakan aset yang sekarang dikelola MCTN melalui akuisisi. Kedua, skema permanen, setelah masa transisi dengan menyuplai listrik dari sistem Sumatera, dan dengan membangun heat steam generator untuk suplai uap. PLN telah melakukan penandatanganan surat perjanjian jual-beli tenaga listrik dan uap (SPJBTLU) dengan anak usaha Pertamina, yaitu Pertamina Hulu Rokan. Dengan perjanjian itu maka secara resmi PLN menyediakan pasokan listrik dan uap di blok itu.

Banyak pihak menanti keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam masalah listrik untuk blok Rokan ini.Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cq Direktorat Jenderal Minyak dan Gas bekerjasama dengan SKK Migas diharapkan segera menyelesaikan permasalahan pasokan listrik yang akan mengganggu jalannya proses alih-kelola Blok Rokan dari CPI ke Pertamina Hulu Rokan.

Menurut SKK Migas,untuk menahan laju penurunan produksi migas di Blok Rokan, dilakukan investasi pengeboran yang sudah dilaksanakan sejak Januari 2021. Hal tersebut ditandai dengan komitmen kerja pasti Blok Rokan tahun 2021-2026 sebesar 500 juta dollar AS, terdiri dari program eksplorasi sebesar 142,3 juta dollar AS dan program eksploitasi (EOR) sebesar 357,7 juta dollar AS. Namun semua ini bakal sia-sia jika tidak ada listrik untuk mengoperasikan sumur migas di blok Rokan.

Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) bisa segera merevisi/mengamandemen kontrak migas dalam hal pengelolaan pembangkit listrik yang dioperasikan dan dimiliki kontraktor kontrak Kerjasama migas (KKKS). Amandemen ini sangat vital agar operasi produksi migas tidak terganggu akibat tidak adanya pasokan listrik pada sumur-sumur migas.

Dasar untuk amandemen adalah alasan bahwa selama ini pemerintah telah mengganti biaya investasi pembangunan aset Cogen, biaya operasi dan pemeliharaan, dan nilai finansial dari pemegang saham selama masa kontrak yang diperhitungkan dalam skema Cost of Recovery (CoR).

Godang Sitompul,Pemimpin Redaksi