Anggota Komisi VII DPR

Soal Pasokan Listrik Blok Rokan, Ini Kata Anggota DPR

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com Anggota Komisi VII DPR-RI, Abdul Wahid, mendukung alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada PT Pertamina (Persero) yang berlangsung pada 9 Agustus 2021 mendatang.

Meski begitu, ada kekhawatiran yang ia rasakan dalam alih kelola Blok Rokan, yakni di sektor listrik terhadap daya dukung, bisnis supporting.

Menurutnya, selama ini pasokan listrik ke Blok Rokan berasal dari PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN), yang merupakan anak usaha PT CPI.

Pasalnya, ketika kontrak CPI di Blok Rokan berakhir pada 9 Agustus 2021, aset pembangkit listrik tersebut juga harus diserahkan lagi kepada pemerintah.

Akan tetapi belum ada tanda-tanda pembangkit tersebut akan dikembalikan ke Negara, melainkan santer terdengar bahwa pembangkit tersebut akan dilakukan penawaran oleh MCTN ke perusahaan lain melalui mekanisme terder.

“Ada dua pembangkit yang menyuplai listrik ke Blok Rokan, pertama di Minas sekitar 200 Megawatt (MW) dan di Duri sekitar 300 MW. Yang di Duri ini pure milik Chevron yang dibangun tahun 2000-an, ketika saya kesana mereka (Chevron) akan menjual kembali pembangkitnya,” kata Wahid dalam sebuah diskusi yang bertajuk (Transisi Blok Rokan : Peluang dan Tantangan), (30/03).

“Saya minta ke Chevron, ini agar dilimpahkan saja ke Pemerintah Daerah sebagai legislasi Chevron yang sudah lama mengelola blok Rokan tersebut. Tapi saya dapat informasi, mereka (Chevron) sedang melakukan lelang terhadap pembangkit di sana (Duri), sebenarnya 20%-25% bisnis yang ada di blok Rokan itu merupakan bisnis listrik,” sambung Wahid Anggota Fraksi PKB dapil Riau tersebut.

Wahid menegaskan, selama ini tidak ada keterangan soal sewa lahan yang dilakukan oleh MCTN. Karena tidak ada bukti pendapatan negara dari hasil sewa lahan MCTN, untuk itu dirinya akan melakukan pendalaman ke SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi).

“Persoalan ini serius karena selama 20 tahun aset negara digunakan tanpa kejelasan. Di tahun 2017, MCTN dioperasikan oleh karyawan Chevron yang gajinya dibayar negara melalui mekanisme cost recovery, saya heran, kenapa persoalan itu tidak menjadi temuan di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” ungkapnya tegas.

Ia meminta agar aset yang dimiliki MCTN jangan ditenderkan, melainkan dapat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah (Pemda), sebagai bentuk legislasi Chevron yang sudah lama beroperasi di Riau.

“Kami berharap aset ini dihibahkan saja ke daerah ,” tukasnya.

Pakar Hukum Universitas Hassanuddin, Abrar Saleng

Secara bersamaan, Pakar Hukum Universitas Hassanuddin, Abrar Saleng, mengungkapkan, persoalan lahan itu harus dituntaskan agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari.

“Jika MCTN berniat menjual asetnya, maka negara sebagai pemilik aset harus dilibatkan dalam proses itu. Chevron tidak memiliki tanahnya, hanya memiliki minyak yang menjadi hak bagi hasilnya,” ungkapnya.

Ia mengatakan secara tegas bahwa daerah harus mendapatkan manfaat pertama dari setiap pemanfaatan sumber daya alam (SDA) di wilayahnya.

Untuk itu, dirinya mendorong Pemda untuk ikut terlibat dalam proses transisi pengelolaan Blok Rokan tersebut. Sementara di sisi lain, Pemerintah Pusat dan Chevron juga harus terbuka kepada Pemda tentang segala hal terkait Blok Rokan.

“Baik buruknya harus dibuka semua. Karena kalau ada apa-apa, Pemda harus menghadapinya,” tuturnya.

Faisal Basri

Sementara, Ekonom Senior, Faisal Basri, menuturkan, pengalihan aset listrik Blok Rokan tidak melalui mekanisme tender. Sebab, jika melalui mekanisme tender hal tersebut akan membuka peluang para pencari rente dengan layanan tidak optimal.

Dikatakan olehnya, listrik merupakan unsur penting dalam alih kelola Blok Rokan dari CPI ke Pertamina. Sebab, jika pasokan listriknya bermasalah, Blok Rokan tidak akan dapat beroperasi secara maksimal dan hal tersebut sangat merugikan.

“Harus terjamin kelancaran pasokan listriknya. Gangguan sehari saja kerugiannya sangat besar,” imbuh Faisal.

Dijelaskan olehnya, selama ini listrik ke Blok Rokan dipasok dari MCTN (anak usaha CPI) yang memiliki saham 95% mayoritas.

Menurut Faisal, persoalan pembangkit itu belum selesai, dan mekanisme tender bukan opsi terbaik.

“Tender bukan opsi terbaik. Melainkan akan membuka peluang pemburu rente yang dekat dengan kekuasaan. Saya khawatir nanti pemenang tender beralasan usia proyek yang sudah lama sehingga harga listriknya sekian (mahal)” bebernya.

Untuk itu, Faisal berharap, PT PLN (Persero) selaku pihak yang sudah digandeng Pertamina untuk menyediakan listrik Blok Rokan bisa berunding baik-baik dengan Chevron.