Jakarta, Ruangenergi.com – Ketua Umum Komunitas Pensiunan Pertamina (KP-2), Luluk Harijanto, menyatakan bahwa peristiwa kebakaran yang terjadi di Kilang RU VI Balongan milik PT Pertamina (Persero) adalah suatu peristiwa keprihatinan.
Untuk itu, ia mengatakan diutamakan penilaian objektif sikap yang lebih pasti, bisa diyakini keabsahannya, dengan didukung dengan fakta/data.
“Penilaian objektif sikap yang harus dijunjung tinggi bagi suatu penilaian seseorang untuk berpandangan terhadap suatu masalah,” kata Luluk saat dihubungi Ruangenergi.com (03/04)
Ia menambahkan, walaupun tidak ada suatu batasan yang jelas antara penilaian dengan secara subjektif dengan objektif. Akan tetapi, katanya, dapat dihindari sedapat mungkin suatu penilaian berbasis penilaian subyektif.
“Jangan jadikan peristiwa keprihatinan ini di isi atau digiring dengan tujuan politisasi ataupun menilai kompetensi kepemimpinan,” beber Luluk.
Ia juga mengajak publik untuk menunggu hasil dari tim investigasi, dan jangan langsung mengambil kesimpulan sendiri atas peristiwa tersebut.
“Mari kita tunggu hasil tim Investigasi yang sedang berkerja,” ajak Luluk.
Lebih jauh ia mengemukakan, PT Pertamina harus bertanggung jawab atas akibat yang mengganggu perlindungan aktivitas masyarakat disana.
“Kejadian kebakaran di kilang RU VI Balongan diyakini perusahaan milik negara Pertamina bertanggung jawab atas akibat yang berdampak mengganggu lindungan aktivitas masyarakat di sana,” bebernya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa bentuk komitmen dan tanggung jawab Pertamina tidak pernah berubah terkait langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi penanggulangan setiap gangguan operasi produksi
“PT Pertamina mengutamakan komitmen dalam melaksanakan perlindungan atas keselamatan karyawan dan masyarakat termasuk dampak lingkungan,” imbuhnya.
Sebagai pensiunan Pertamina yang pernah bertugas diawal produksi kilang RU VI Balongan (1996-1997), Harijanto mengetahui dengan pasti bagaimana ketatnya menjaga keselamatan kerja dan produksi kilang RU VI Balongan yang dioperasikan dengan teknologi tinggi agar tercapai produksi sesuai target penugasan.
“Untuk menilai setiap gangguan operasi produksi PT Pertamina, apa lagi yang berdampak atas lindungan lingkungan, tidak bisa dengan penilaian subyekif dimana dinilai dari seseorang berpikiran relatif, hasil dari menduga duga, berdasarkan perasaan atau selera orang,” tandasnya