Indika Energy

Indika Energy Catatan Penurunan Pendapatan Sepanjang 2020 sebesar 25,4%

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Di tengah Pandemi Covid-19 sepanjang tahun 2020, PT Indika Energy Tbk, mencatatkan pendapatan sebesar US$ 2.077,2 juta, jumlah tersebut turun sekitar 25,4% jika dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar US$ 2.782,7 juta.

Dalam Laporan Keuangan konsolidasi untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2020, yang diterima Ruangenergi.com, penurunan pendapatan Indika Energy terjadi karena merosot pendapatan Kideco Jaya Agung (Kideco).

“Penurunan pendapatan terutama disebabkan oleh menurunnya pendapatan Kideco sebesar 20,6%,” ungkap keterangan resminya, (06/04).

Hal tersebut berakibat harga jual batu bara rata-rata yang menurun sebesar 16,1% dari US$ 45,1 menjadi US$ 37,8 per ton pada tahun 2020 dan volume penjualan yang juga berkurang sebesar 5,4% dari 34,9 juta ton menjadi 33,0 juta ton.

Sementara, penurunan pendapatan juga terjadi pada afiliasi perusahaan yakni Petrosea mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 28,5% dari US$ 476,4 juta pada tahun 2019 menjadi US$ 340,7 juta pada tahun 2020. Hal itu karena berkurangnya pendapatan dari kontrak pertambangan, Engineering and Construction dan logistic & Support Services.

Begitu juga dengan Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) yang mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 29,5% dari US$ 77,8 juta menjadi US$ 54,9 juta pada tahun 2020 karena menurunnya harga jual dan volume barging dan transhipment.

Sama halnya dengan Tripatra yang mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 35,2% dari US$ 462,3 juta menjadi US$ 299,4 juta, karena berkurangnya pendapatan dari proyek BP Tangguh dan proyek Emily, serta sudah terlaksananya proyek Vopak di tahun 2019.

Sementara, Laba Kotor Indika Energy pada tahun 2020 tercatat menurun sebesar 40,5% dari US$ 426,7 juta menjadi US$ 253,9 juta yang diakibatkan penurunan kontribusi dari Kideco dan Tripatra yang mencatatkan rugi kotor sebesar US$31,7 juta di tahun 2020 akibat dari penambahan biaya di proyek BP Tangguh.

Begitu juga dengan Laba Usaha Perseroan yang ikut mengalami penurunan sebesar 60,0% dari US$ 289,5 juta menjadi US$ 115,9 juta.

Kemudian, Beban Penjualan, Umum dan Administrasi tercatat meningkat 0,6% dari US$ 137,2 juta menjadi US$ 138,0 juta pada tahun 2020, lantaran naiknya beban terkait dengan upaya Perseroan untuk menjaga kinerja operasional dari dampak Pandemi Covid-19. Selain itu, kenaikan dari professional fee terkait pengerjaan consent solicitation dan bertambahnya jumlah karyawan yang terlibat dalam pengembangan proyek baru di dalam Indika Energy Group.

Untuk Beban Keuangan Perseroan juga mengalami peningkatan sekitar 9,2% dari US$ 109,5 juta menjadi US$ 119,5 juta pada tahun 2020, hal itu terjadi karena kenaikan pada biaya pendanaan terkait premiun pelunasan dan biaya percepatan terhadap biaya penerbitan emisi yang merupakan akibat dari pelunasan lebih awal terhadap obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2022 dan 2023, dan tingkat kupon obligasi baru yang lebih tinggi, serta meningkatnya pinjaman Perseroan.

Hasilnya Indika Energy membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 117,5 juta, dibandingkan rugi bersih sebesar US$ 18,2 juta pada tahun sebelumnya.

Wakil Direktur Utama dan CEO Indika Energy, Azis Armand, mengatakan, Perseroan juga mencatatkan rugi inti sebesar US$ 52,2 juta pada tahun 2020 dibandingkan laba inti sebesar US$ 75,5 juta pada tahun sebelumnya.

Tercatat pada akhir tahun 2020, posisi kas, setara kas dan aset keuangan lain Perseroan mencapai US$ 792,1 juta.

Realisasi biaya modal (capital expenditure) pada tahun 2020 adalah sebesar US$ 84,2 juta, di mana US$ 34,8 juta di antaranya digunakan untuk pembangunan konstruksi fasilitas terminal bahan bakar oleh Interport di Kariangau, Kalimantan Timur, dan sebesar US$ 30,0 juta dialokasikan untuk Petrosea.

“Kesehatan dan keselamatan karyawan merupakan prioritas utama Indika Energy selama pandemi, yang kami lakukan untuk menjaga kesinambungan operasional Perseroan dan mendukung ketahanan energi nasional,” tutur Aziz Armand.

Menurutnya, situasi yang menantang ini memicu perseroan untuk lebih adaptif dan tangkas dalam melihat peluang usaha demi keberlanjutan Perseroan, serta memperkuat komitmen Indika Energy terhadap ESG.

Peluang EBT

Aizi Armand, mengungkapkan, pada Maret lalu, Indika Energy mendirikan sebuah perusahaan penyedia solusi tenaga surya terintegrasi di Indonesia yakni PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS).

Ia mengatakan, inisiatif ini dilakukan melalui kemitraan dengan Fourth Partner Energy, pengembang solusi tenaga surya terdepan di India yang secara mayoritas Fourth Partner Energy dimiliki oleh The Rise Fund, social impact fund terbesar di dunia.

Pendirian EMITS ini merupakan wujud komitmen Indika Energy dalam mendiversifikasi portofolio bisnis, mencapai tujuan keberlanjutan, meningkatkan kinerja ESG serta mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target bauran EBT +Energi Baru Terbarukan) sebesar 23% pada tahun 2025.

Dijelaskan olehnya, sejak 2018 silam, Indika Energy juga memiliki investasi di sektor tambang emas Awak Mas yang berlokasi di Sulawesi Selatan. Menurutnya, proyek Awak Mas ini memiliki potensi cadangan sebanyak 1,5 juta ons emas dan 2,4 juta ons sumber daya emas dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2023.

Hal itu sejalan dengan strategi diversifikasi usaha yang dilakukan, Indika Energy yang menargetkan 50% pendapatan dari sektor non-batubara pada tahun 2025 mendatang.

Untuk itu, Pihaknya akan terus melakukan eksplorasi untuk sektor usaha lainnya non-batubara.

“Kami akan terus mengeksplorasi sektor usaha lainnya yang sesuai dengan keunggulan dan kapasitas kami. Ini merupakan wujud kontribusi kami terhadap pembangunan nasional,” tandas Azis Armand.