Energy Watch

Listrik Rokan Jangan Sampai Kerokan

Jakarta, Ruangenergi.com – Proses transisi Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia ke Pertamina Hulu Rokan tak berjalan mulus. Bagaimana tidak, alih kelola yang akan dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2021 itu menyisakan banyak masalah. Belum selesai persoalan EOR, muncul kembali persoalan listrik yang akan berpengaruh terhadap proses transisi.

Terkait hal ini, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, meminta Pemerintah dalam hal Kementerian ESDM dan SKK Migas harus segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini. Jangan sampai Blok Rokan yang merupakan tulang punggung lifting minyak nasional terganggu operasinya karena permasalahan listrik ini.

“Kita minta ketegasan Pemerintah untuk segera mengatasi hal ini. Negara jangan sampai kalah oleh korporasi swasta yang berpotensi merugikan negara atas kegiatan mereka selama ini,” kata Mamit dalam keterangan tertulis yang diterima Ruangenergi.com di Jakarta, Kamis (23/4/2021).

Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk turun tangan mengingat potensi kejahatan yang dapat merugikan negara selama proses sewa listrik dan uap yang telah dilakukan oleh Chevron Pacific Indonesia dengan MCTN.

“Jejak hitam Chevron di Indonesia harus diusut tuntas sebelum proses transisi dilakukan. Jangan sampai listrik Blok Rokan jadi keRokan,” cetusnya.

Seperti diketahui, Pertamina, melalui anak perusahaan mereka yaitu Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada tanggal 1 Februarii 2021 telah menandatangani perjanjian jual beli listrik dan uap dengan PLN.

“PLN sendiri mengajukan 2 opsi terkait perjanjian ini yaitu jangka pendek sampai tahun 2024 mereka harus membangun jalur transmisi dan distribusi,” katanya.

Hal ini, kata dia, karena selama ini untuk listrik dan uap Chevron menyewa dari PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) sejak tahun 1998. Ironisnya, kepemilikan MCTN ternyata 95% dimiliki oleh Chevron Standard Limited dan 5% oleh Nusagalih Nusantara. Sehingga disinyalir bahwa Chevron Pacific Indonesia melakukan transfer pricing sejak tahun 2008.

“Ini pernah diungkap oleh Badan Pemerika Keuangan (BPK) pada tahun 2006 dimana Chevron meminta kembali biaya sewa listrik dan steam ke pemerintah sejak melakukan kerjasama dengan MCTN,’ ungkapnya.

Proses ini, kata Mamit, berpotensi merugikan negara sebesar US$ 210 juta. Berdasarkan informasi dari SKK Migas, setiap tahun Chevron membayar sebesar US$ 80 juta untuk sewa listrik dan steam kepada MCTN dan itu masuk ke dalam biaya yang ditagihkan kembali kepada pemerintah.

“Ini membuktikan bahwa aset MCTN harus dikembalikan kepada negara karena pemerintah sudah membayar semua biaya investasi yang dilakukan untuk membangun fasilitas listrik dan uap milik MCTN,” tegasnya.

Disisi lain, lanjut Mamit, MCTN tidak pernah membayar sewa tanah kepada negara atas fasilitas yang mereka miliki sejak tahun 1998. Sehingga diduga ada kerugian negara karena lahan yang digunakan merupakan milik pemerintah Indonesia.

Tak Mau Serahkan Aset
Permasalahan lain yang timbul terkait listrik dan uap untuk Blok Rokan, beber Mamit, adalah karena MCTN tidak mau memberikan aset yang mereka miliki kepada pemerintah. Karena beranggapan bahwa ini bukan bagian dari biaya yang digantikan pemerintah kepada mereka, sehingga tidak bisa diserahkan kepada pemeritah.

“Ironisnya, melalui situasi tersebut dan kondisi dari PLN, MCTN melihat potensi besar keuntungan yang mereka dapatkan. Jadi sebelum proses transisi berlangsung, mereka melalukan tender untuk pengelolaan aset MCTN di Blok Rokan. Mereka meminta JP Morgan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan dan keandalan asetnya dalam menyediakan listrik dan uap,” bebernya.

Anehnya, berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh JP Morgan, didapatkan value bahwa aset MCTN masih bisa beroperasi untuk 40 tahun ke depan.

“Penilaian ini masih sangat diragukan karena fasilitas MCTN sudah beroperasi sejak tahun 1998 dinilai layak beroperasi sampai 40 tabun ke depan,” ketusnya.

Menurut alumni Fakultas Perminyakan, Universitas Trisakti ini, sepertinya penilaian tersebut hanya sebagai upaya pemanis dalam tender yang dilakuan oleh MCTN untuk menaikan nilai dari aset yang dimilik.

“Mereka mengharapkan para bidder akan memberikan penawaran tinggi karena aset masih mampu beroperasi selama 40 tahun,” kata Mamit.

“Dengan harga yang tinggi, maka hanya perusahaan swasta dan perusahaan luar negeri yang bisa memenangkan lelang tersebut. Dan dipastikan pemenang lelang akan menjual harga listrik dan juga uap tinggi kepada PLN jika PLN gagal memenangkan tender,” tambahnya.

Renegosiasi
Menurut Mamit, jika hal itu terjadi maka secara otomatis, PLN akan melakukan renegosiasi dengan PHR mengingat mereka sebelumnya sudah melakukan perjanjian jual beli dimana harga yang ditawarkan sudah ditentukan.

“Hal ini tentu saja akan mempengaruhi biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh PHR mengingat fasilitas milik MCTN merupakan penyupai terbesar listrik dan uap,” cetusnya.

“Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah dengan harga beli mereka yang sudah tinggi, pemenang lelang hanya mau disewa selama 3 tahun saja, padahal menurut penilaian JP Morgan mereka masih bisa beroperasi selama 40 tahun,” lanjut Mamit.

Menurut dia, akan berbeda cerita jika MCTN langsung menunjuk PLN dalam mengelola fasilitas miliknya dimana mereka akan melakukan sewa selama 3 tahun sampai PLN selesai membangun fasilitas transmisi dan distribusi di Blok Rokan.

Sementara itu, berdasarkan informasi, peserta lelang ini berasal dari 2 perusahaan lokal termasuk PLN dan 2 lagi perusahaan luar negeri.

“Kita mesti waspada dan terus memantau perkembangan lelang yang dilakukan oleh MCTN sehingga negara tidak lagi dirugikan oleh mereka,” tukasnya.

“Bahkan MCTN sudah seharusnya menyerahkan aset yang mereka milik kepada pemerintah karena semua biaya pembangunan sudah diganti oleh negara dengan skema cost recovery. Jadi, pelelangan yang sedang dilakukan oleh Chevron harus dibatalkan,” tutup Mamit.

Sebagai informasi, MCTN memiliki kapasitas listrik dan uap paling besar di Blok Rokan yaitu 270 MW dan 265 Barrel Stream Per Day (BPSD). Kapasitas sebesar 270 MW tersebut untuk mensuplai wilayah selatan Blok Rokan atau tepatnya di Minas.

Sedangkan 265 BPSD digunakan untuk mensuplai wilayah utara atau Duri. Pemenuhan kebutuhan listrik dan uap yang lain di suplai oleh Pembangkit Listrik Central Duri Gas Turbin dan Minas Gas Turbin dengan kapasitas listrik 130 MW dan uap 70 BPSD.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *