Masyarakat Sipil: Revisi UU Minerba Masih Sisakan Masalah

Jakarta Ruangenergi.com – Sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang perubahan atas Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang sudah disahkan DPR RI melalui Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5) dinilai masih bermasalah.

Menurut Koalisi masyarakat sipil #bersihkanindonesia, satu pasal yang bermasalah tersebut berkaitan dengan jaminan kepada perusahaan pertambangan untuk memperpanjang izin tanpa perlu mengikuti lelang dari awal.

Ketentuan yang dipermasalahkan tersebut tercantum dalam Pasal 47 (a). Pasal tersebut menyebut jangka waktu kegiatan operasi produksi tambang mineral logam paling lama adalah 20 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun setelah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

Hal serupa juga diberikan pada pertambangan batu bara, meski di Pasal 47 uu sebelumnya, tak ada kata “dijamin” melainkan kata “dapat diperpanjang”. Dalam pasal 47 (g), pertambangan batu bara yang terintegrasi dengan kegiatan pertambangan dan atau pemanfaatan selama 30 tahun akan dijamin memperoleh perpanjangan 10 tahun.

Ada juga pasal tambahan, yakni Pasal 169A yang menjamin Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengelolaan Batubara (PKP2B) akan diperpanjang menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Pasal-pasal tentang perpanjang otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang itu, menurut koalisi, merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh perusahaan raksasa batu bara yang akan habis masa kontraknya di tahun ini dan tahun depan.

“Mereka ini diduga masih ingin terus menikmati kemewahan luas lahan, kemegahan produksi energi maut batu bara dan fasilitas lainnya saat masih berada dalam sirkuit aturan rezim kontrak,” ujar koalisi masyarakat sipil dalam keterangan resminya, Selasa (12/5).

Kemudian, adanya definisi Wilayah Hukum Pertambangan yang akan mendorong eksploitasi tambang besar-besaran, bukan hanya di kawasan daratan tetap juga lautan yang bertentangan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Ada pula perubahan dalam Pasal 100 yang membuat reklamasi dan pascatambang dimungkinkan untuk tidak dikembalikan sebagaimana zona awal, termasuk lubang tambang akhir dimungkinkan tidak ditutup seluruhnya

Selain itu, perubahan Pasal 102 dalam revisi UU Minerba juga menghilangkan kewajiban pengusaha batu bara untuk melakukan hilirisasi serta memberikan segala insentif fiskal dan non fiskal bagi pertambangan dan industri batubara. “Ini adalah penanda bahwa melalui revisi ini Indonesia akan semakin tersandera oleh kecanduan energi maut batu bara yang merupakan sumber utama krisis iklim dunia.”

Hal lain yang dipermasalahkan koalisi adalah perubahan dalam Pasal 93 yang memungkinkan IUP & IUPK dipindahtangankan atas izin menteri. Koalisi juga keberatan dengan adanya re-sentralisasi kewenangan ke pemerintah pusat tanpa mempertimbangkan kapasitas pemerintah pusat dalam membina dan mengawasi.(Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *