Jakarta, Ruangenergi.com – Anggota Panja RUU Minerba Maman Abdurahman, menegaskan, bahwa revis Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) yang baru disahkan DPR beberapa waktu lalu dilakukan untuk menyesuaikan dinamika yang berkembang, sekaligus memberikan kepastian hukum di sektor usaha terkait.
“Ini untuk mencegah terjadinya PHK besar-besaran di sektor pertambangan, menyelamatkan penerimaan negara sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara dari royalty, pajak dan lainnya terutama kelestarian lingkungan,” kata Maman dalam diskusi bertajuk “Revisi Minerba Untuk Siapa yang digelar Ruangenergi.com secara online di Jakarta, Selasa (19/8/2020).
Anggota Komisi VII DPR ini menegaskan, bahwa sebagai wakil rakyat dan sebagai umat beragama maka semua sikap, tindakan dan periakunya harus dipertanggung jawabkan kepada negara, rakyat dan Tuhan, Allah SWT.
“Pembahasan revisi UU Minerba itu sudah dibahas sejak tahun 2015 silam, bukan tiba-tiba apalagi hanya untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu. UU ini murni dibahas untuk dan atas kepentingan rakyat dan negara. Negara harus memberikan jaminan kepastin hukum, melayani rakyat dan dunia usaha, dan perlakuan sama di depan hukum,” papar Maman.
Dikatakan, dalam UU Minerba yang baru tetap fokus pada kepentingan rakyat dan negara diatas yang lainnya. Jika ada opsi menyerahkan hak pengelolaan sumber daya alam khususnya mineral, maka harus memastikan menguntungkan rakyat dan negara.
“BUMN dan BUMD tetap mendapat prioritas utama. Tapi, apakah kalau dikelola BUMN atau BUMD benar-benar dia memberikan opsi terbaik untuk negara ? Ini yang perlu dipahami, dan UU Minerba harus memastikan hak dan penerimaan negara yang terbaik,” jelas Maman.
Selain itu, lanjut dia, dengan UU Minerba yang baru memberikan peluang dan kesempatan yang luas kepada BUMN, BUMD, bahkan masyarakat di sekitar tambang untuk ikut berkontribusi dan mengelola SDA di sekitarnya. “Tentunya mereka harus mengikuti koridor hukum yang ada, yaitu UU Minerba,” terang Maman.
Namun menurut politisi Partai Golkar ini, kalaupun nanti yang pengelola sumber daya alam (SDA) jatuh ke pihak swasta atau asing, bukan berarti tidak nasionalis. “Dengan catatan, mereka dipastikan taat dan patuh pada aturan dan UU negeri ini. Untuk itulah, UU Minerba ini dirubah dan disahkan oleh Pemerintah dan DPR,” kilah Maman.
Dia juga menampik anggapan sebagian orang yang menuding pembahasan RUU Minerba sangat tertutup dan diduga banyak kepentingan pihak tertentu yang bermain disana. “Semua proses pembahasan RUU Minerba dibahas secara terbuka dan bisa diikuti masyarakat. Meski diakui, ada bagian tertentu yang memang dilakukan secara tertutup,” kilah Maman.
Selain itu, menurut dia, UU Minerba tetap menjamin pasokan kebutuhan energi dalam negeri. “Kebutuhan minerbal khususnya batubara di dalam negeri tetap menjadi yang utama. Tapi, volume konsumsi batubara domestik kurang dari 100 juta ton per tahun, terutama PT PLN dan beberapa industri tertentu. Sementara, produksi batubara nasional bisa mencapai 400 juta ton,” papar Maman.
Jika UU Minerga dijalankan dengan baik dan konsisten, menurut Maman tak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua investor sektor minerba harus taat dan patuh pada UU, baik mereke BUMN. BUMD sertas swasta lokal atau asing.
“Dalam UU tersebut akan mekanisme perizinan dan pengawasan secara ketat dan berlapis. Dan yang pasti, masyarakat, LSM, dam media massa bisa ikut mengontrol proses pengelolaan SDA selain lembaga dan aparat penegak hukum yang ada,” pungkasnya.
Sementara, Direktur IRESS Marwan Batubara yang jua hadir pada kesempatan itu mengatakan, bahwa pembahasan RUU menjadi UU Minerba yang baru penuh rekayasa dan agenda tersembunyi. Diduga kuat ada pesanan pihak tertentu, yang akhirnya bermuara pada penguasaan SDA di Indonesia secara “melanggar hukum” meski sekilas tetap taat UU.
“Masa ada RUU (Minerba) yang selesai dibahas hanya dalam waktu 2-3 bulan ? Anehnya lagi, pembahasan itu pas dengan menjelang berakhirnya Pemerintah pasangan Presiden dan Wapres yang berkuasa saat itu,” kata Marwan.
Ia juga menilai klausul dalam UU tersebut yang memberikan opsi kepada PKP2B yang ada sekarang untuk diperanjang masa kontraknya juga bernuansa moral hazard. “Selain itu, area eksplorasi PKP2B yang semua 15.000 ha kini diperluas sampai 100 ribu ha. Jadi ada keistimewaan untuk investor tertentu dari negara tertentu,” tuding Marwan.
Dia mengklaim masih banyak hal-hal yang menyimpang dan berpotensi merugikan keuangan negara dan rakyat khususnya warga sekitar tambang. “UU Minerba yang baru perlu direvisi. Bahkan, kini ada kelompok masyarakat tertentu yang akan melakukan judicial review ke MK atas UU Minerba ini,” pungkasnya.(Red)