Jakarta, Ruangenergi.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan, mengatakan, pemerintah sangat menaruh perhatian kepada masyarakat dan wilayah yang terkena dampak perubahan iklim global dan menekankan pentingnya edukasi mitigasi bencana.
Pasalnya, sebagai negara kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera, hal ini menjadi salah satu negara yang rawan bencana apalagi ditambah dengan kondisi iklim global saat ini.
“Pemahaman di lingkungan masyarakat akan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami juga masih belum optimal, sehingga mengakibatkan masih tingginya dampak yang terjadi akibat gempa bumi dan tsunami walaupun informasi telah disampaikan kepada masyarakat. Literasi kepada masyarakat perlu kita tingkatkan kedepannya,” ungkap Luhut dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional BMKG bertajuk “Info BMKG Kawal Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh” secara virtual.
Ia menambahkan, pemerintah perlu melakukan Inovasi Teknologi dan Peningkatan Kapasitas SDM khususnya untuk BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), agar mampu memonitor, menganalisis, memprediksi serta memberikan Informasi dan Peringatan Dini terhadap Potensi Multi Bencana Geo-hidrometeorologi secara cepat, tepat dan akurat.
“Saya mengapresiasi BMKG atas dedikasi dan komitmennya dalam usaha untuk mencegah dan melakukan mitigasi terhadap kondisi iklim di Indonesia untuk keselamatan seluruh masyarakat Indonesia dan saya tegaskan bahwa tugas untuk mencegah dan mengurangi dampak perubahan iklim ini tidak hanya menjadi tugas BMKG,” terang Luhut.
Ia menjelaskan, edukasi, literasi dan advokasi kepada masyarakat perlu dilakukan secara terus-menerus baik oleh pemerintah pusat dan daerah serta pihak swasta, media ataupun pihak terkait, tentang fenomena cuaca, iklim, gempa dan tsunami, serta dampak potensi bencana yg dapat terjadi, dan langkah mitigasi yang cepat dan tepat.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami bahwa peran dan fungsi masing-masing K/L yang terlibat dalam regulasi tersebut hendaknya dapat memberikan dukungan penuh mengingat sistem informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami mempunyai peran strategis dan penting untuk mengantisipasi serta memitigasi guna meningkatkan keselamatan jiwa dan harta masyarakat Indonesia dari gempa bumi dan tsunami.
Menurutnya, pemerintah sangat menaruh perhatian kepada masyarakat dan wilayah yang terkena dampak perubahan iklim.
Selain itu, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran untuk mengantisipasi hal tersebut. Selama 5 tahun terakhir, rata-rata pengeluaran untuk aksi perubahan iklim mencapai Rp 86,7 triliun pertahun. Sekitar 76,5% dari anggaran tersebut dimanfaatkan untuk aksi mitigasi dan lintas sektor, dan 23,5% nya digunakan untuk mendanai aksi adaptasi.
Pengeluaran pemerintah untuk perubahan iklim hanya mencakup 34% dari total kebutuhan pembiayaan iklim per tahun. Indonesia secara konsisten mengalokasikan sekitar 4,1% untuk aksi perubahan iklim.
“Saat ini pemerintah telah berhasil mendorong pengembangan skema baru termasuk _blended finance_ dalam mendukung pendanaan dan pembiayaan perubahan iklim, misalnya: green sukuk, fasilitas de-risking untuk menarik investasi swasta dalam proyek infrastruktur yang berdampak pada perubahan iklim, dan green financing serta platform SDG Indonesia One,” terang Luhut.
Sebagaimana diketahui, sumber pendanaan ini dapat digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menyesuaikan agenda pembangunan guna menghasilkan lompatan layanan informasi yang cepat, tepat, akurat dan luas jangkauannya.
“Peningkatan kecepatan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dari 5 menit menjadi 3 menit sebagaimana diamanahkan dalam RPJMN 2020-2024 harus dapat diwujudkan demi meminimalisir potensi bahaya yang dapat mengancam jiwa manusia,” paparnya.
Lebih jauh ,ia menjelaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, pihak swasta ataupun berbagai pihak terkait wajib terus memonitor serta memanfaatkan Info BMKG untuk keselamatan dan produktivitas multi sektor seperti transportasi, pertanian, pariwisata, tata ruang, kesehatan.
Hal ini guna mewujudkan kesejahteraan sosial-ekonomi yang berkesinambungan . Perlu juga untuk segera dilakukan penyesuaian dalam Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Wilayah/Tata Ruang yang mempertimbangkan faktor multi bencana geo-hidrometeorologi dengan memanfaatkan Info BMKG.
“Koordinasi dan sinergi antar pihak terkait perlu lebih diintensifkan untuk meningkatkan pemahaman, kepedulian dan kepatuhan masyarakat dan semua pihak terhadap info BMKG, demi keselamatan dan untuk mendukung peningkatan produktivitas sosial-ekonomi,” bebernya.
Menko Luhut. Lalu, diapun menambahkan, perlunya mewujudkan sikap waspada dan budaya peduli selamat pada masyarakat serta mengintensifkan data integrasi guna mewujudkan informasi yg lebih cepat, tepat dan akurat.
Lebih jauh, Menko Luhut juga menyebutkan salah satu dampak kondisi iklim global adalah banjir rob. Sekitar 112 Kabupaten/Kota yang tersebar di Pesisir Pantai Timur Sumatera, sebagian Pesisir Pantai Barat Sumatera, Pesisir Pantura, Pesisir Kalimantan, sebagian pesisir Sulawesi dan Papua terindikasi telah mengalami kejadian banjir rob. Adanya banjir Rob juga diperparah dengan munculnya fenomena penurunan muka tanah (land subsidence) yang sebagian besar terjadi di pesisir Pantai Utara Jawa antara lain Jakarta, Pekalongan, Semarang dan Demak.
Potensi kerugian akibat banjir rob ditaksir melebihi angka 1000 Trilyun Rupiah. Biaya tersebut harus dikeluarkan untuk pembuatan tanggul pantai dan laut, peninggian infrastruktur dan bangunan pesisir hingga biaya relokasi. Selain itu banyak lagi fenomena lainnya karena adanya perubahan iklim yang cukup drastis. Kenaikan permukaan air laut, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi pada pulau-pulau di Indonesia yang memang sangat rentan karena kondisi geografisnya.
“Fenomena alam memang tidak dapat dihindari, namun dapat kita cegah dan kurangi dengan menjaga sumber daya alam yang kita miliki. Saat ini pemerintah berupaya untuk merehabilitasi lahan kritis mangrove seluas 620.000 hektar dengan target selesai pada tahun 2024,” sebutnya.
Menanam mangrove merupakan upaya adaptasi sekaligus mitigasi untuk perubahan iklim dan banyak lagi usaha pemerintah Indonesia untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
“Saya melihat upaya dari Kementerian LHK telah melalukan kegiatan yang luar biasa dan diapresiasi dunia” ungkap Menko Luhut.
Menko Luhut menambah jika sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menyampaikan peran Indonesia terhadap perubahan iklim dunia melalui jargon “leading by example” pada Leaders Summit on Climate secara virtual pada 22 April 2021. Upaya yang dilakukan salah satunya penghentian konversi hutan alam dan lahan gambut mencapai 66 juta hektare, lebih luas dari gabungan luas Inggris dan Norwegia.
“Semua upaya Indonesia ini akan menjadi (deliverables) penting dalam keketuaan Indonesia di G20 pada tahun 2022. Indonesia dapat menunjukkan aksinya melalui leading by examples bahwa Indonesia memberikan kontribusi positif yang besar pada iklim dunia,” pungkasnya.
Selain dihadiri oleh Menko Luhut, Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangnas) BMKG turut pula dihadiri oleh Mantan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarno Putri yang memberikan pidato kunci, Menhub Budi Karya Sumadi serta Menteri ESDM Arifin Tasrif.