Jakarta, Ruangenergi.com – PT Adaro Energy Tbk, (AE) mengungkapkan pihak mencatatkan produksi batu bara sebesar 26,49 juta ton pada semester I tahun 2021, atau turun 3% year-on-year (y-o-y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dalam laporan operasional kuartal kedua tahun 2021, manajemen Adaro mengatakan volume penjualan batu bara pada 1H21 yang mencapai 25,78 juta ton setara dengan penurunan 5% y-o-y.
Pengupasan lapisan penutup AE mencapai 115,22 million bank cubic meter (Mbcm) pada 1H21, atau naik 12% y-o-y, sejalan dengan panduan AE untuk meningkatkan pengupasan lapisan penutup pada tahun ini.
“Nisbah kupas AE pada 1H21 tercatat 4,35x. AE mempertahankan panduan nisbah kupas untuk tahun 2021 yang ditentukan sebesar 4,8x dan akan mengejar target tersebut pada kuartal yang bercurah hujan lebih rendah,” tulis laporan tersebut yang diterima Ruangenergi.com (06/08).
Selanjutnya, pada 2Q21, produksi batu bara AE mencapai 13,62 juta ton, atau naik 7% dari 2Q20. Volume penjualan batu bara pada 2Q21 mencapai 13,19 juta ton, atau naik 4% y-o-y. Total volume pengupasan lapisan penutup pada 2Q21 mencapai 62,68 Mbcm, atau naik 18% y-o-y, sehingga nisbah kupas kuartal ini mencapai 4,6x.
Volume curah hujan serta jumlah jam hujan yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Mei dan Juni mempengaruhi operasi penambangan.
Selain itu, kondisi industri yang lebih kondusif dengan harga batu bara yang mencatat rekor tertingginya dalam sepuluh tahun terakhir semakin menunjang strategi perusahaan untuk menaikkan dan mencapai panduan nisbah kupas demi memungkinkan fleksibilitas operasional jangka panjang. Perusahaan juga akan melanjutkan upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi di sepanjang rantai pasokan batu bara yang terintegrasi secara vertikal.
Produk E4700 dan E4900 tetap mendominasi penjualan batu bara AE, yang ditopang oleh permintaan yang solid. Pada 1H21, Indonesia merupakan tujuan penjualan terbesar, yang meliputi 28% penjualan batu bara AE. Pasar Asia Tenggara meliputi 22% penjualan batu bara pada 1H21, dengan Malaysia sebagai yang terbesar.
Porsi penjualan ke China naik menjadi 20%, sejalan dengan kenaikan permintaan negara ini terhadap produk batu bara termal dan metalurgi AE. Diagram di bawah ini menampilkan tujuan penjualan AE pada 1H21.
Tinjauan Batu Bara Termal
Sementara, pasar batu bara termal seaborne pada kuartal II tahun 2021 masih terdampak oleh keterbatasan suplai, karena negara-negara pemasok utama seperti Indonesia dan Australia masih kesulitan untuk meningkatkan produksi walaupun harga lebih tinggi.
Dalam laporan operasional kuartal kedua tahun 2021, manajemen Adaro mengatakan cuaca buruk berkontribusi terhadap pengetatan suplai di Indonesia karena musim hujan yang berkepanjangan serta keterlambatan pasokan alat berat.
Selain itu, para penambang Indonesia juga sulit mengatasi peningkatan jumlah kasus COVID-19 di antara para pekerja yang berada di garis depan. Di saat yang sama, antrian kapal Australia semakin menumpuk karena keterbatasan kapasitas throughput pelabuhan, sementara para pembeli batu bara 6.000 NAR di Asia bagian timur laut bersaing mendapatkan batu bara untuk mengisi persediaan guna menyambut musim panas.
Faktor-faktor suplai dan permintaan ini memperkuat harga batu bara Newcastle di sepanjang kuartal ini. Lebih lanjut, selama periode ini, suplai dari Kolombia melemah, dan hanya suplai dari Amerika Serikat dan Rusia yang menunjukkan pertumbuhan secara y-o-y, dengan dukungan kapasitas pelabuhan Rusia yang baru dan peningkatan harga seaborne yang menunjang volume ekspor Amerika Serikat.
Selanjutnya, di sisi impor, permintaan batu bara seaborne ditopang oleh beberapa faktor, misalnya pengisian persediaan untuk musim panas, penurunan kinerja PLTA dan kenaikan harga gas di Asia bagian timur laut, serta pertumbuhan permintaan pembangkit listrik batu bara termal sebesar 10% y-o-y di China.
Walaupun permintaan di China kuat, mulai bulan Maret di seluruh negara ini dilakukan pemeriksaan keselamatan tambang yang kemudian menurunkan persediaan tambang dan pelabuhan sampai ke level yang lebih rendah daripada tahun 2020.
Tentunya hal ini mendorong lonjakan harga batu bara domestik hingga mencatat rekor-rekor tertinggi. Lebih lanjut, impor batu bara China dari April sampai Juni menguat di tengah pengetatan suplai.
Karena larangan tak resmi China terhadap batu bara Australia masih berlaku, permintaan terhadap batu bara Indonesia tetap tinggi. Tingginya permintaan dari China juga memperkuat harga batu bara Indonesia, yang naik hampir setiap minggu selama 2Q21.
Di sisi lain, pertumbuhan permintaan dari India lemah akibat pembatasan sosial yang dilakukan karena gelombang COVID-19 kedua serta penumpukan persediaan akibat kenaikan produksi batu bara domestik, yang memberikan tekanan pada impor batu bara termal oleh pembangkit listrik.
Di Asia Tenggara, minat spot turun secara y-o-y karena peningkatan produksi listrik terbarukan dan peningkatan jumlah kasus COVID-19. Di Eropa, walaupun impor batu bara secara tahunan terus berkurang, impor pada enam bulan pertama 2021 meningkat karena rendahnya persediaan gas dan batu bara secara ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan dengan harga gas.
Karena keterbatasan suplai dan kenaikan permintaan listrik, harga seaborne mencatat rekor-rekor tertinggi. Batu bara 6.000 NAR Australia melampaui level AS$100/ton dan terus meningkat sampai bulan Juni hingga hampir mencapai AS$130/ton.
Lebih lanjut, harga batu bara Indonesia memecahkan rekor tertinggi dalam sejarahnya ketika harga rata-rata bulanan di bulan Juni untuk batu bara 4.200 GAR hampir mencapai AS$60/ton, sementara batu bara 5.000 GAR hampir mencapai AS$85/ton.
Kenaikan harga berlanjut pada bulan Juli 2021, dengan harga batu bara Australia 6.000 NAR melebihi AS$150/ton dan harga batu bara Indonesia 4.200 GAR dan 5.000 GAR masing-masing mencapai rentang atas AS$60-an/ton dan AS$90-an/ton.