Jaga Kedaulatan Energi Nasional, PSBB Tolak Holding Petamina Grup

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangemergi.com – Serikat Pekerja Pertamina Refinery Unit III Plaju (SPP RU III – FSPPB) menolak pembentukan Holding dan Subholding PT Pertamina (Persero), serta menolak keras upaya privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO.

“Kami juga meminta perusahan untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh isi dan ketentuan yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2019 – 2021 yang sampai saat ini masih berlaku,” tegas Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina RU III – FSPPB, Muhamad Yunus dalam pesan tertulisnya yang diterima Ruangenergi.com di Jakarta, Senin (15/6).

SPP RU III – FSPPB, kata Yunus, juga meminta perusahaan mengoptimalkan kader internal Pertamina untuk menduduki jabatan strategis perusahaan. “Dan yang paling penting, peeusahaan agar lebih fokus dalam perbaikan neraca keuangan dan manajerial untuk meningkatkan investasi,” tukasnya.

Ia juga menyayangkan adanya perubahan struktur organisasi dasar PT Pertamina (Persero) yang sangat signifikan tanpa adanya komunikasi antara wakil pekerja (FSPPB) dengan Perusahaan sesuai kesepakatan bersama yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2019 – 2021 Pasal 7 Ayat 7 dan Ayat 8.

Menurut dia, pembentukan Holding dan Subholding dinilai dilakukan secara tergesa gesa di tengah triple shock yang sedang melanda Pertamina yaitu melemahnya harga minyak dunia, tingginya nilai tukar dolar dan pandemik global Covid 19 yang menyebabkan penurunan volume produksi dan penjualan produk Pertamina.

“Struktur organisasi Holding dan Subholding yang telah ditetapkan, sebagian diduduki oleh Eksternal Pertamina yang belum memiliki pengalaman dalam bidang Oil & Gas. Selain itu belum adanya kejelasan terkait portofolio Unit Operasi Subholding termasuk status pekerja Pertamina yang saat ini berada di Subholding,” papar Yunus.

Ia juga khawatir, rencana privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO (Initial Public Offering) akan mengancam kedaulatan Energi Nasional. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, maka seluruh aset PT Pertamina (Persero) harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia.

“Berbagai upaya dan cara membenahi Pertamina agar lebih maju sebenarnya sah-sah saja, namun penguasaan Negara dan hak konstitusi rakyat terhadap BUMN (sesuai Pasal 33) tidak boleh dinegasikan,” tandas Yunus.

Sebab secara historis, kata dia, Pertamina adalah bagian dari perjuangan rakyat Indonesia. Karena itu, lepas dari pembentukan holding dan subholding Pemerintah seharusnya tidak memperlakukan Pertamina selayaknya perusahaan swasta. “Kontrol dan peran Negara amat dibutuhkan untuk memproteksi Pertamina dari mafia migas yang semakin masif dalam mekanisme pasar atau kapitalisme,” pungkasnya.

Seperti diketahui, hasil RUPS Pertamina yang digelar Jumat pekan lalu, menetapkan struktur organisasi direksi yang semula 11 orang menjadi 6 orang. Hal itu diatur berdasarkan Salinan Keputusan Menteri BUMN No.SK-198/MBU/06/2020, tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.

Sementara Direktorat Operasional yang sebelumnya ada di Pertamina akan masuk ke dalam beberapa Subholding yang telah dibentuk, yaitu Subholding Upstream, Subholding Refinery & Petrochemical, Subholding Commercial & Trading, Subholding Power & New and Reneawable Energy, Subholding Gas serta Shipping Company yang tertuang di dalam SK No.Kpts-18/C00000/2020-S0 Tanggal 12 Juni 2020 tentang “Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero)”.(SF)