Cilegon, Ruangenergi.com – Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10 yang dilakukan oleh konsorsium anak usaha PT PLN (Persero) yakni PT Indonesia Power (PT IP) bersama dengan PT Barito Pacific Tbk, merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
PLTU Jawa 9 dan 10 ini memiliki kapasitas 2×1.000 Megawatt (MW) dan akan menggunakan teknologi Ultra Super Critical buatan Korea dan Jerman yakni OECD yang terbukti lebih efisien dan rendah emisi karbon serta lebih andal.
Presiden Direktur PT Indo Raya Tenaga, Peter Widjaya, mengungkapkan, PLTU ini berawal dari mimpi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam membangun 35.000 MW yang masuk ke dalam Nawa Cita.
“Proyek ini dimulai dari mimpi Pak Jokowi 35.000 MW dan pada waktu itu Indonesia harus swasembada energi. Selain itu ditargetkan sebagai solusi jangka Panjang untuk menggantikan pembangkit yang sudah tua dan tidak efisien lagi,” jelas Peter kepada Ruangenergi.com (28/09).
Ia menambahkan, secara mayoritas PLTU Jawa 9 dan 10 ini dimiliki oleh PT PLN dan pembangunannya didanai oleh swasta dan pinjaman dari international Project Financing tanpa membebani keuangan negara alias APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
“Proyek US$ 3,5 miliar ini adalah satu satu proyek yang terbesar di Indonesia dan satu-satunya mega proyek di Asia Pasifik yang mencapai Financial Close (FC) dalam masa Pandemi Covid-19. Usaha kami dihargai dan mendapat pengakuan dari dunia internasioal,” ujarnya.
Peter mengungkapkan, saat ini pembangunan proyek tersebut sudah mencapai 50% dan ditargetkan pada kuartal II tahun 2025 dapat komisioning, dan memperykuat sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali).

“Kerja keras kami dan tentunya berkat Ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, menjaga proyek ini sesuai schedule (jadwal) dengan tanpa kecelakaan dan tanpa gangguan dari Pandemi Covid-19,” terangnya menjelaskan.
Selain itu, lanjutnya, perusahaan juga memfokuskan pada pemberdayaan tenaga kerja lokal dalam pembangunannya yakni mencapai 10.000 pekerja. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi di tengah kondisi Pandemi Covid-19.
“Kami juga peduli dengan masalah sosial dan lingkungan. Atas kepedulian itupun kami mendapat penghargaan dari institusi peduli lingkungan dan pengakuan dari pemerintah pusat dan daerah sebagai proyek yang patut dicontoh sebagai role model karena menerapkan teknologi Super Ultra Critical pertama di Indonesia,” ungkapnya.
Lebih jauh, Peter mengungkapkan bahwa, pembangunan PLTU ini juga telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor 15 tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Ternal. Di mana dalam lampiran 1A mengharuskan emisi dibawah 550mg/Nm3 untuk Sox, 100mg/Nm3 untuk partikulat dan 550mg/Nm3 untuk NOx.
“Menggunakan teknologi Flue Gas Desulfurization untuk menurunkan emisi Sox hingga dibawah 350mg/Nm3, lalu menggunakan Electric Static Percipitator untuk menurunkan emisi partikulat dibawah 30mg/Nm3 hingga mencapai 15mg/Nm3. Serta menambah teknologi Selective Catalytic Reduction untuk menurunkan emisi NOx dibawah 128mg/Nm3, bahkan dapat mencapai 58mg/Nm3. Selain itu PLTU ini juga satu-satunya pembangkit yang memasang Emission Control System terlengkap di Indonesia,” tutupnya.