Bandung, ruangenergi – Anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan mewakili lingkungan hidup, Yusra Khan, memimpin rapat koordinasi pengawasan pelaksanaan kebijakan pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya dari sektor energi.
Hadir pada rapat kali ini Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto, Anggota DEN Agus Puji Prasetyono, Musri, Daryatmo Mardiyanto, Eri Purnomohadi, Satya Widya Yudha, dan As Natio Lasman. Hadir pula wakil tetap AP DEN, Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 KLHK, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas KESDM, Kepala Pusat Teknologi Lingkungan BRIN, Anggota Komisi VII DPR RI, Kepala Grup Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM UI, Perwakilan dari Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Kementerian ATR/BPN, Badan Standardisasi Instrumen LHK, Ditjen Minerba dan Ditjen Ketenagalistrikan KESDM.
Dalam pengantarnya, Yusra menyampaikan bahwa sektor energi berpotensi menghasilkan limbah B3, di antaranya adalah tumpahan minyak, air asam tambang batubara, emisi dan lepasan pembangkit listrik berbahan bakar batubara, dan limbah bekas komponen pembangkit EBT serta bekas baterai electric vehicle.
Limbah B3 ini harus dikelola dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan dan kaidah keilmuan. Lebih lanjut, limbah B3 ini juga berpotensi untuk dimanfaatkan dalam rangka mendukung prinsip ekonomi sirkuler sehingga tidak lagi menjadi beban eksternalitas. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis lintas sektoral agar pengelolaan limbah B3 tidak hanya bermanfaat bagi pelestarian lingkungan hidup, tetapi juga mendukung pencapaian bauran energi nasional dan memberikan nilai tambah bagi sektor lainnya.
Achmad Gunawan Widjaksono, Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dalam paparannya menyampaikan bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya pengelolaan limbah B3 untuk mendukung ekonomi sirkuler melalui pemanfaatan limbah B3 sebagaimana tercantum pada PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Achmad menungkapkan diperlukan standar pemanfaatan limbah B3 yang dapat dikembangkan dengan berbagai riset dan kajian terkait.
Perwakilan dari Kementerian Perindustrian, Andriati Cahyaningsih, menyampaikan bahwa Kementerian Perindustrian mendorong pemanfaatan limbah B3 di sektor industri sebagai bagian dari penerapan industri hijau. Pemanfaatan limbah B3 tidak hanya berdampak pada pengurangan limbah dan pelestarian kualitas lingkungan, tetapi juga dapat mendukung konservasi dan efisiensi energi, serta mendatangkan profit secara ekonomi.
Kepala Pusat Teknologi Lingkungan BRIN, Mohammad Abdul Khaliq, menyampaikan kontribusi instansinya dalam menanggulangi pencemaran limbah B3 dari sektor energi untuk mendukung ekonomi sirkuler. Pihaknya telah mengembangkan berbagai teknologi terkait remediasi lahan terkontaminasi tumpahan minyak dan reklamasi lahan bekas tambang.
Tanaman bahan baku BBN seperti nyamplung dan kemiri sunan dapat dimanfaatkan untuk revegetasi lahan bekas tambang sehingga selain menciptakan value added juga dapat mendukung pemanfaatan energi terbarukan.
KESDM melalui Ditjen Migas juga berkomitmen dalam pengelolaan limbah B3 kegiatan usaha migas sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
Pengelolaan limbah B3 tersebut dilaksanakan melalui penyerahan limbah (soil/muds) ke pengelola limbah B3, pengolahan limbah dengan bioremediasi, dan penimbunan limbah tanah terkontaminasi – yang telah mengalami proses pembersihan – di landfill yang memiliki izin dari KLHK.
Dyah Roro Esti Widya Putri, anggota Komisi VII DPR RI, meyakinkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberikan perhatian khusus pada isu limbah B3 dari sektor energi.
Untuk itu, diperlukan pengawasan pengelolaan limbah B3 secara lintas sektoral seperti pada reklamasi pasca tambang. Selain itu, diperlukan sosialisasi yang lebih luas lagi mengenai pengelolaan limbah B3 agar berbagai lapisan masyarakat memahami bahaya limbah B3 dan urgensi pengelolaannya.
Kepala Grup Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM UI, Dr. Alin Halimatussadiah, memandang bahwa sektor energi perlu dijadikan sektor yang potensial dalam mendukung prinsip ekonomi sirkuler melalui pengelolaan limbahnya.
Namun demikian, dibutuhkan berbagai kajian untuk melihat seberapa besar kontribusi pengelolaan limbah sektor energi terhadap ekonomi sirkuler. Di antara kajian terkait pengelolaan limbah tersebut adalah kontribusinya pada GDP melalui peningkatan value added, penciptaan lapangan kerja, dampak pada neraca pembayaran, ekosistem pasar yang dapat dibangun, dan mitigasi dampak lingkungan yang ditimbulkan seperti tinjauan terhadap carbon footprint, water footprint, dan life cycle analysis.
Senada dengan Yusra, Wakil tetap AP dari Kementerian LHK, Prof. Dr. Winarni Dien Monoarfa, memandang perlunya sinergi lintas sektoral dalam mendorong penciptaan ekonomi sirkuler dari pengelolaan limbah B3. Sebagai contoh, BRIN diharapkan dapat mensinergikan inovasi-inovasi pengembangan teknologi pengelolaan limbah B3.
Yusra menutup rapat koordinasi ini dengan menyampaikan beberapa kesimpulan penting. Di antaranya adalah bahwa pada dasarnya berbagai sektor dapat berperan aktif dalam mengelola limbah B3 ini agar dapat meningkatkan nilai tambahnya dan mendukung ekonomi sirkuler.
Yusra mengapresiasi berbagai masukan dari seluruh peserta rapat dan mengharapkan sinergi yang lebih baik lagi dalam hal pengelolaan limbah B3 dari sektor energi.