Kementerian ESDM Lakukan Perubahan Peraturan Tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,ruangenergi.com-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia  Nomor 28 TAHUN 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 TAHUN 2009  Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2021 oleh MESDM Arifin Tasrif. Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2021. Tercatat pada BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1155.

Ruangenergi.com mendapatkan copy salinan Peraturan Mesdm Nomer 28 TAHUN 2021 dengan isi diantaranya sebagai berikut:

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 333) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan angka 5, angka 9, angka 11, dan angka 16, Pasal 1 diubah, serta angka 6, angka 14 dan angka 15
Pasal 1 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
3. Liquefied Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan
tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya.
4. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Izin Usaha Niaga LPG adalah Izin Usaha Niaga minyak dan gas bumi yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan kegiatan usaha Niaga LPG dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.
6. Dihapus.
7. Penyalur LPG adalah koperasi, usaha kecil, dan/atau badan usaha swasta nasional yang
ditunjuk sebagai agen oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG untuk melakukan kegiatan penyaluran.
8. Pengguna Besar LPG adalah konsumen atau pengguna LPG umum yang menggunakan LPG
dalam bentuk curah/ bulk.
9. LPG Tertentu adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 (tiga) kilogram yang
merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna, penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang diberikan subsidi.

10. LPG Umum adalah LPG yang merupakan bahan bakar yang pengguna/penggunaannya, kemasannya,
volume dan harganya tidak diberikan subsidi.
11. Wilayah Distribusi LPG Tertentu adalah kabupaten/kota dilaksanakannya penugasan
penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu yang diberikan kepada Badan Usaha pemegang Izin
Usaha Niaga LPG.
12. Sarana dan Fasilitas adalah sarana dan/atau fasilitas yang dimiliki atau dikuasai Badan Usaha
dan digunakan untuk menunjang dan melaksanakan penyediaan dan pendistribusian LPG.
13. Kelangkaan LPG adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat atas produk LPG pada suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu yang diakibatkan oleh terganggunya
penyediaan dan pendistribusian LPG.
14. Dihapus.
15. Dihapus.
16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Minyak dan Gas Bumi.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

2. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi penyediaan LPG, pendistribusian LPG, pengguna LPG, harga jual LPG, standax dan mutu LPG, keselamatan minyak dan gas bumi, pemanfaatan potensi
dalam negeri, serta pembinaan dan pengawasan.

3. Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Penyediaan LPG yang berasal dari impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilaksanakan
oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pelaksanaan penyediaan LPG yang berasal dari impor oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi Menteri melalui
Direktur Jenderal dan izin Menteri Perdagangan.
4. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) Pendistribusian LPG dilakukan oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG.
(2) Pendistribusian LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. pendistribusian LPG Umum; dan
b. pendistribusian LPG Tertentu.
5. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG melaksanakan kegiatan pendistribusian LPG Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a kepada:
a. pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga; dan/atau
b. Pengguna Besar LPG, melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.

(2) LPG Umum untuk pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (!) huruf a wajib didistribusikan melalui Penyalur LPG.
(3) LPG Umum untuk Pengguna Besar LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
didistribusikan secara langsung melalui Sarana dan Fasilitas yang dikelola dan/atau dimilikinya.
6. Pasal 16 dihapus.
7. Pasal 17 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1) Penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu dilaksanakan di Wilayah Distribusi LPG Tertentu.
(2) Penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu pada Wilayah Distribusi LPG Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada rumah tangga, usaha mikro, nelayan sasaran, dan petani sasaran.
(3) Penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu pada Wilayah Distribusi LPG Tertentu dilaksanakan oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG melalui penugasan dari Menteri melalui Direktur Jenderal.
(4) Penugasan kepada Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat dilakukan melalui:
a. penunjukan langsung; dan/atau
b. seleksi.

(5) Menteri melalui Direktur Jenderal menetapkan
kuota volume penyediaan dan pendistribusian LPG
Tertentu di Wilayah Distribusi LPG Tertentu untuk
melaksanakan penugasan melalui mekanisme
penunjukan langsung dan/atau seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
(6) Penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG
Tertentu dalam 1 (satu) Wilayah Distribusi LPG
Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diberikan paling banyak kepada 2 (dua) Badan
Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG.
(7) Pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian LPG
Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 2 (dua) Pasal yakni Pasal 18A dan Pasal 18B, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 18A
(1) Untuk mendapatkan penunjukan langsung dan/atau seleksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal IS ayat (4), Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. persyaratan penunjukan langsung:
1) memiliki Izin Usaha Niaga LPG;
2) memiliki kilang minyak dan gas bumi dalam negeri;
3) memiliki dan/atau menguasai fasilitas pendistribusian LPG yang meliputi fasilitas
pengangkutan, penyimpanan (storage), pengisian tabung LPG (bottling plant) dan
penyediaan tabung LPG Tertentu;

4) telah beroperasi atau melakukan penyediaan dan pendistribusian LPG di Wilayah Distribusi LPG Tertentu yang ditawarkan;
5) memiliki kemampuan pendanaan;
6) memiliki dan/atau menguasai jaringan distribusi sampai dengan Penyalur LPG di Wilayah Distribusi LPG Tertentu;
7) memiliki pasokan LPG untuk memenuhi Wilayah Distribusi LPG Tertentu yang
dibuktikan dengan kesepakatan awal perjanjian jual beli LPG; dan
8) memiliki jaminan cadangan operasional LPG Tertentu.
b. persyaratan seleksi:
1) memiliki Izin Usaha Niaga LPG;
2) memiliki kemampuan pendanaan;
3) memiliki dan/atau menguasai sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG yang meliputi fasilitas pengangkutan, penyimpanan {storage) ^ pengisian tabung
LPG [bottling plant) dan penyediaan tabung LPG Tertentu;
4) memiliki dan/atau menguasai jaringan distribusi sampai dengan Penyalur LPG;
5) memiliki jaminan pasokan LPG yang dibuktikan dengan kesepakatan awal perjanjian jual beli LPG; dan
6) memiliki jaminan cadangan operasional LPG Tertentu.

BAB V dihapus.
14. Pasal 21 dihapus.
15. Pasal 22 dihapus.
16. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Menteri menetapkan harga jual eceran LPG Tertentu berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin oleh
menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
(2) Harga jual eceran LPG Tertentu di titik serah, untuk setiap kilogram merupakan nominal tetap yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(3) LPG Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk setiap kilogram diberikan subsidi..
(4) Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dari harga jual eceran setiap kilogram LPG
Tertentu tanpa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan margin Penyalur LPG dikurangi harga patokan LPG
Tertentu setiap kilogram LPG Tertentu.

(5) Harga patokan LPG Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu formula yang didasarkan
pada harga indeks pasar LPG yang berlaku pada bulan yang bersangkutan ditambah biaya distribusi
(termasuk handling) dan margin usaha yang wajar.
(6) Menteri menetapkan:
a. Harga patokan LPG Tertentu setelah mendapatkan pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan
b. Harga indeks pasar LPG Tertentu.
17. Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 24A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
(1) Pemerintah Daerah Provinsi bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan
harga eceran tertinggi LPG Tertentu untuk Pengguna LPG Tertentu pada titik serah di sub Penyalur LPG
Tertentu dengan memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, maujin yang wajar, Sarana
dan Fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu.
(2) Harga eceran tertinggi LPG Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas harga jual eceran LPG Tertentu, tambahan ongkos angkut Penyalur LPG Tertentu sampai dengan titik serah sub Penyalur LPG Tertentu, dan margin sub Penyalur LPG Tertentu, termasuk pajak-pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyampaikan penetapan
harga eceran tertinggi LPG Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal.

18. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Harga jual LPG untuk Pengguna LPG Umum di titik serah ditetapkan oleh Badan Usaha berdasarkan
formula harga patokan, ditambah pajak-pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan harga yang didasarkan pada harga
indeks pasar LPG yang berlaku pada bulan yang bersangkutan ditambah biaya distribusi (terrnasuk handing) dan margin usaha yang wajar.
(3) Dalam hal tertentu Menteri dapat menetapkan harga patokan LPG Umum dan/atau harga jual LPG untuk
Pengguna LPG Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
a. kesinambungan penyediaan dan pendistribusian;
b. stabilitas harga jual eceran;
c. keberlangsungan kegiatan ekonomi; dan
d. ekonomi riil dan sosial masyarakat.
(4) Badan Usaha wajib melaporkan penetapan dan penerapan harga jual LPG untuk Pengguna LPG
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap bulan atau dalam hal terdapat perubahan dalam
penetapan harga jual LPG untuk Pengguna LPG Umum kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
19. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Direktur Jenderal dapat membentuk Tim untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atas
penyediaan dan pendistribusian LPG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

(2) Untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Direktorat Jenderal dapat bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah.
20. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut.
Pasal 33
Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas harga eceran tertinggi LPG Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24A.
21. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
Badan Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 25 ayat (4), Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 34 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
22. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36 Penyalur yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
23. Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26
Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas dihapus.