DME batubara

Banggar DPR Menilai Pelarangan Ekspor Batubara Berdampak Pada Penurunan Devisa

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,ruangenergi.com-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai, pelarangan ekspor batu bara yang dilakukan pemerintah pada 1-31 Januari 2022 berdampak pada penurunan  devisa negara.

Terlebih, hal tersebut belum menghitung pendapatan pajak dan bukan pajak yang didapatkan oleh pemerintah. Diketahui. peluang devisa yang dapat Indonesia peroleh dari ekspor batu bara mencapai 3 miliar dolar AS per bulan.

“Padahal dari sisi fiskal pendapatan negara, (ekspor batu bara) itu sangat kita butuhkan pada tahun 2022 untuk membenahi fiskal kita akibat terkoreksi oleh beban pembiayaan utang yang besar akibat pandemi Covid-19,” ujar Said dalam keterangan tertulis seperti dikutip dari situs dpr.go.id, Senin (3/1/2022).

Said Abdullah yang juga merupakan anggota Komisi XI DPR RI menambahkan bahwa pelarangan ekspor juga berdampak pada perusahaan perkapalan. Menurutnya, perusahaan akan terkena biaya tambahan penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar (20,000-40,000 dolar AS per hari per kapal) yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor.

Reputasi dan kehandalan Indonesia sebagai pemasok batu bara dunia, sambungnya, akan dipertanyakan. Sehingga berbagai komitmen pembelian batu bara dari Indonesia akan dipertanyakan.

“Para eksportir batu bara pasti akan kena penalty akibat kebijakan penghentian pengiriman. Alih alih menikmati berkah kenaikan batubara, mereka malah kena getah penalty dari buyer di luar negeri,” pungkas Said.

Dalam catatan ruangenergi.com,Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batubara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.

“Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, pada acara Sosialiasi Kebijakan Pemenuhan Batubara dengan pengusahan batubara di Jakarta, Sabtu (1/1/2022).