Jakarta,ruangenergi.com-Perihal kenaikan harga BBM Non Subsidi sebetulnya hal yang lumrah seperti halnya barang-barang yang tidak disubsidi yang mana seperti dijual di pasar tradisional dan swalayan.
Jika bahan baku naik wajar kalau harga jual produk naik.Sebaliknya jika bahan baku turun menjadi umum juga jika harga jual produknya juga turun.
Demikian disampaikan Direktur Executive ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com, Sabtu (02/04/2022) di Jakarta.
Komaidi bercerita,saat ini hampir semua negara di dunia menyesuaikan harga jual BBM mereka karena harga minyak mentah sebagai bahan bakunya naik signifikan.
“Bagi Indonesia makin logis sebenarnya mengingat sudah dalam posisi net importir. Sekitar 60 % pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri dipenuhi dari impor baik minyak dan/atau produk BBM. Impor pasti membeli dengan harga pasar. Karena itu jika harga pasar naik menjadi logis jika barang yang diimpor juga dinaikkan harga jualnya. Jika tidak tentu hanya menunggu waktu untuk gulung tikar saja,” urai Komaidi dengan mimik wajah serius.
Dari perspektif regulasi yang ada,lanjut Komaidi, yang dapat diintervensi pemerintah adalah untuk produk subsidi. Sementara yang non subsidi diserahkan pada badan usaha dalam penetapan harganya.
Dalam catatan ruangenergi.com,Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga harus tetap menjaga komitmen dalam penyediaan dan penyaluran BBM kepada seluruh masyarakat hingga ke pelosok negeri. Untuk menekan beban keuangan Pertamina, selain melakukan efisiensi ketat di seluruh lini operasi, penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) tidak terelakkan untuk dilakukan namun dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Penyesuaian harga dilakukan secara selektif, dan hanya berlaku untuk BBM Non Subsidi yang dikonsumsi masyarakat sebesar 17%, dimana 14% merupakan jumlah konsumsi Pertamax dan 3% jumlah konsumsi Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.
Sedangkan BBM Subsidi seperti Pertalite dan Solar Subsidi yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebesar 83%, tidak mengalami perubahan harga atau ditetapkan stabil di harga Rp 7.650 per liter. Hal ini merupakan kontribusi Pemerintah bersama Pertamina dalam menyediakan bahan bakar dengan harga terjangkau.
Menurut Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero), Irto Ginting, mulai tanggal 1 April 2022 pukul 00:00 waktu setempat, BBM Non Subsidi Gasoline RON 92 (Pertamax) disesuaikan harganya menjadi Rp12.500 per liter (untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor /PBBKB 5%), dari harga sebelumnya Rp9.000 per liter.
“Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya. Ini pun baru dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, sejak tahun 2019. Penyesuaian harga ini, masih jauh di bawah nilai keekonomiannya,” tukasnya.