Bandung, Ruangenergi.com – Dalam rangka untuk melakukan antisipasi dan mitigasi kelangkaan distribusi BBM khususnya minyak solar bersubsidi di beberapa daerah, Dewan Energi Nasional (DEN) melakukan rapat koordinasi secara daring dan luring terkait identifikasi kondisi krisis dan/atau darurat BBM.
Rapat tersebut dipimpin oleh Anggota Pemangku Kepentingan DEN (APK DEN) Satya Widya Yudha yang juga merupakan Koordinator Langkah-langkah Penanggulangan Krisis dan/atau Darurat Energi.
Dalam agenda tersebut, APK DEN lainnya juga turut hadir antara lain Eri Purnomohadi, Yusra Khan, As Natio Lasman dan Agus Puji Prasetyono. Selain itu, rapat tersebut juga dihadiri oleh Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Sekretariat Jenderal DEN Sujatmiko, Koordinator Pemantauan Cadangan dan Pengelolaan Informasi BBM BPH Migas Sekaryawan, Sub Koordinator Tata Kelola Migas Direktorat Jenderal Migas Ria Kiswandini, Kepala Sub Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Rony Samtana, Kepala Sub Direktorat Energi Badan Intelijen Negara Sukisno dan PSO & Non-PSO Fuel Sales Manager Pertamina Patra Niaga Zibali Hisbul Masih.
Dalam sambutannya, Satya menyampaikan bahwa mekanisme identifikasi krisis dan darurat energi, penetapan krisis dan darurat energi dan penetapan langkah-langkah krisis dan darurat energi telah diatur dalam Perpres Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.
“Untuk itu, DEN mendorong Ditjen Migas, BPH Migas dan Pertamina agar melaksanakan mekanisme sesuai Perpres Nomor 41 Tahun 2016 dalam mengatasi kondisi krisis dan darurat energi, khususnya BBM,” ungkapnya.
Sekaryawan dan Ria menuturkan bahwa ketahanan stok BBM nasional secara umum dalam kondisi aman, khususnya minyak solar bersubsidi dengan ketahanan diatas 23 hari. Di samping itu, infrastruktur untuk penyaluran dan pendistribusian juga dalam kondisi baik.
Sementara PSO & Non-PSO Fuel Sales Manager Pertamina Patra Niaga Zibali Hisbul Masih mengungkapkan, ada beberapa penyebab terjadinya kelangkaan minyak solar bersubsidi antara lain adanya disparitas harga antara minyak solar subsidi dan non subsidi, penyaluran minyak solar subsidi yang tidak tepat sasaran, pemulihan pasca pandemi yang lebih cepat dari perkiraan, penyalahgunaan minyak solar subsidi, serta beberapa kondisi teknis seperti kelengkapan administrasi delivery order dan digitaliasi SPBU yang belum optimal.
“Beberapa upaya normalisasi yang telah dilakukan mencakup diantaranya menambah pasokan minyak solar subsidi di wilayah kritis/terjadi antrian, melakukan koordinasi dengan aparat untuk pengamanan penyaluran dan penindakan penyelewengan minyak solar subsidi, melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait dukungan regulasi untuk mengatur penyaluran solar subsidi dan usulan penambahan kuota, memastikan ketersediaan minyak solar non subsidi, serta mendorong masyarakat untuk membeli minyak solar non subsidi,” paparnya.
Guna mengurangi penyelewengan minyak solar subsidi, Kepala Sub Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Rony Samtana menekankan, perlunya penegakan hukum dan sanksi tegas yang memberikan efek jera kepada seluruh pelaku pelanggaran hukum, mulai dari konsumen hingga pemilik SPBU.
Sementara Kepala Sub Direktorat Energi Badan Intelijen Negara Sukisno mengatakan, guna mengatasi kelangkaan minyak solar subsidi, maka upaya yang perlu dilakukan, yaitu menambah kuota minyak solar subsidi untuk mengurangi antrian.
“Hal lain yang perlu dilakukan agar situasi tersebut tidak berulang adalah pengetatan regulasi dan pengawasan, termasuk pengaturan pendistribusian konsumen yang berhak secara lebih detil, serta opsi pemberlakuan distribusi tertutup yang didahului dengan pendataan rinci pengguna tepat sasaran,” jelasnya.
Menurut Anggota Pemangku Kepentingan DEN, Eri Purnomohadi, diperlukan komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan bahwa BBM bersubsidi tidak digunakan di Instansi Pemerintahan dan Badan Usaha, melainkan hanya untuk masyarakat kurang mampu.
“Selain itu perlu disusun Satuan Tugas (Satgas) untuk melakukan pengawasan BBM bersubsidi agar tepat sasaran,” ujar Ery.
Sementara Yusra Khan menyampaikan bahwa kelangkaan BBM telah terjadi bertahun-tahun.
“Untuk itu, diperlukan dukungan dari setiap pemangku kepentingan, serta dukungan regulasi untuk pembentukan satgas pengawasan penyaluran BBM bersubsi,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Satya menyimpulkan usulan rekomendasi berdasarkan hasil rapat koordinasi tersebut, antara lain yaitu perlunya segera dikaji penambahan kuota minyak solar untuk mengurangi antrian, pembentukan Satgas pengawasan distribusi lintas sektoral yang dibentuk melalui regulasi setingkat Peraturan Presiden, opsi pemberlakuan distribusi tertutup, pertukaran data terbatas antar pemangku kepentingan untuk keperluan pengawasan yang lebih baik, dan pembentukan sistem distribusi dan pengawasan secara digital.(Red)
Rapat Koordinasi DEN Identifikasi Kondisi Krisis dan/atau Darurat BBM
Bandung, Ruangenergi.com – Dalam rangka untuk melakukan antisipasi dan mitigasi kelangkaan distribusi BBM khususnya minyak solar bersubsidi di beberapa daerah, Dewan Energi Nasional (DEN) melakukan rapat koordinasi secara daring dan luring terkait identifikasi kondisi krisis dan/atau darurat BBM.
Rapat tersebut dipimpin oleh Anggota Pemangku Kepentingan DEN (APK DEN) Satya Widya Yudha yang juga merupakan Koordinator Langkah-langkah Penanggulangan Krisis dan/atau Darurat Energi.
Dalam agenda tersebut, APK DEN lainnya juga turut hadir antara lain Eri Purnomohadi, Yusra Khan, As Natio Lasman dan Agus Puji Prasetyono. Selain itu, rapat tersebut juga dihadiri oleh Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Sekretariat Jenderal DEN Sujatmiko, Koordinator Pemantauan Cadangan dan Pengelolaan Informasi BBM BPH Migas Sekaryawan, Sub Koordinator Tata Kelola Migas Direktorat Jenderal Migas Ria Kiswandini, Kepala Sub Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Rony Samtana, Kepala Sub Direktorat Energi Badan Intelijen Negara Sukisno dan PSO & Non-PSO Fuel Sales Manager Pertamina Patra Niaga Zibali Hisbul Masih.
Dalam sambutannya, Satya menyampaikan bahwa mekanisme identifikasi krisis dan darurat energi, penetapan krisis dan darurat energi dan penetapan langkah-langkah krisis dan darurat energi telah diatur dalam Perpres Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.
“Untuk itu, DEN mendorong Ditjen Migas, BPH Migas dan Pertamina agar melaksanakan mekanisme sesuai Perpres Nomor 41 Tahun 2016 dalam mengatasi kondisi krisis dan darurat energi, khususnya BBM,” ungkapnya.
Sekaryawan dan Ria menuturkan bahwa ketahanan stok BBM nasional secara umum dalam kondisi aman, khususnya minyak solar bersubsidi dengan ketahanan diatas 23 hari. Di samping itu, infrastruktur untuk penyaluran dan pendistribusian juga dalam kondisi baik.
Sementara PSO & Non-PSO Fuel Sales Manager Pertamina Patra Niaga Zibali Hisbul Masih mengungkapkan, ada beberapa penyebab terjadinya kelangkaan minyak solar bersubsidi antara lain adanya disparitas harga antara minyak solar subsidi dan non subsidi, penyaluran minyak solar subsidi yang tidak tepat sasaran, pemulihan pasca pandemi yang lebih cepat dari perkiraan, penyalahgunaan minyak solar subsidi, serta beberapa kondisi teknis seperti kelengkapan administrasi delivery order dan digitaliasi SPBU yang belum optimal.
“Beberapa upaya normalisasi yang telah dilakukan mencakup diantaranya menambah pasokan minyak solar subsidi di wilayah kritis/terjadi antrian, melakukan koordinasi dengan aparat untuk pengamanan penyaluran dan penindakan penyelewengan minyak solar subsidi, melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait dukungan regulasi untuk mengatur penyaluran solar subsidi dan usulan penambahan kuota, memastikan ketersediaan minyak solar non subsidi, serta mendorong masyarakat untuk membeli minyak solar non subsidi,” paparnya.
Guna mengurangi penyelewengan minyak solar subsidi, Kepala Sub Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Rony Samtana menekankan, perlunya penegakan hukum dan sanksi tegas yang memberikan efek jera kepada seluruh pelaku pelanggaran hukum, mulai dari konsumen hingga pemilik SPBU.
Sementara Kepala Sub Direktorat Energi Badan Intelijen Negara Sukisno mengatakan, guna mengatasi kelangkaan minyak solar subsidi, maka upaya yang perlu dilakukan, yaitu menambah kuota minyak solar subsidi untuk mengurangi antrian.
“Hal lain yang perlu dilakukan agar situasi tersebut tidak berulang adalah pengetatan regulasi dan pengawasan, termasuk pengaturan pendistribusian konsumen yang berhak secara lebih detil, serta opsi pemberlakuan distribusi tertutup yang didahului dengan pendataan rinci pengguna tepat sasaran,” paparnya.
Menurut Anggota Pemangku Kepentingan DEN, Eri Purnomohadi, diperlukan komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan bahwa BBM bersubsidi tidak digunakan di Instansi Pemerintahan dan Badan Usaha, melainkan hanya untuk masyarakat kurang mampu.
“Selain itu perlu disusun Satuan Tugas (Satgas) untuk melakukan pengawasan BBM bersubsidi agar tepat sasaran,” ujarnya.
Sementara Yusra Khan menyampaikan bahwa kelangkaan BBM telah terjadi bertahun-tahun.
“Untuk itu, diperlukan dukungan dari setiap pemangku kepentingan, serta dukungan regulasi untuk pembentukan satgas pengawasan penyaluran BBM bersubsi,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Satya menyimpulkan usulan rekomendasi berdasarkan hasil rapat koordinasi tersebut, antara lain yaitu perlunya segera dikaji penambahan kuota minyak solar untuk mengurangi antrian, pembentukan Satgas pengawasan distribusi lintas sektoral yang dibentuk melalui regulasi setingkat Peraturan Presiden, opsi pemberlakuan distribusi tertutup, pertukaran data terbatas antar pemangku kepentingan untuk keperluan pengawasan yang lebih baik, dan pembentukan sistem distribusi dan pengawasan secara digital.(Red)