Jakarta, ruangenergi.com – Sinyal pemerintah untuk menaikkan tarif listrik menjadi topik yang hangat diperbincangkan saat ini. Langkah tersebut dilansir merupakan strategi jangka pendek pemerintah dalam menghadapi naiknya harga minyak dunia sebagaimana disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI. Dalam jangka pendek, rencana penyesuaian tarif listrik tahun 2022 diproyeksikan dapat menghemat kompensasi dari APBN senilai tujuh hingga enam belas triliun rupiah.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha memberikan pendapat dalam acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV. Salah satu komponen biaya pokok pengadaan tenaga listrik (BPP) adalah bauran energi yang mencakup diantaranya batu bara, gas dan minyak mentah. Apabila komponen bauran energi tersebut naik, maka BPP ikut naik.
Pemerintah sendiri senantiasa memperhatikan nilai keekonomian berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional pada pasal 20 dan 21 terkait harga keekonomian berkeadilan dan penyediaan subsidi oleh pemerintah apabila penerapan keekonomian berkeadilan tidak dapat dilaksanakan.
Selama ini, pemerintah menahan tarif listrik di bawah harga keekonomian. Tarif keekonomian listrik per 14 April 2022, sekitar 1.400 hingga 1.500 rupiah per kWH atau sekitar sepuluh sen, sedangkan masyarakat membeli seharga tujuh sen. Dengan demikian, pemerintah memberikan subsidi bagi masyarakat untuk mengkompensasi selisih yang muncul.
Adapun, kebijakan kenaikan tarif listrik secara bertahap didasari oleh segmentasi masyarakat. Golongan pelanggan 450 VA atau masyarakat tidak mampu direncanakan akan tetap memperoleh subsidi, sedangkan golongan 900 VA dilakukan penyesuaian tarif secara selektif dan golongan 1.300 VA atau lebih tinggi dilakukan penyesuaian. Pemerintah juga tengah mempertimbangkan strategi pemberian bantuan langsung agar subsidi tepat sasaran.
“Apabila dalam jangka pendek ada penyesuaian tarif, maka pemerintah menghemat tujuh hingga enam belas triliun rupiah. Sebaliknya, jika tidak dilakukan, maka pemerintah harus memberikan subsidi sebesar angka tersebut. Jadi, ini adalah pilihan, bagaimana kekuatan negara dalam menopang harga bauran energi yang tinggi, di mana kenaikannya otomatis mempengaruhi harga listrik,” pungkas Satya.