Jakarta, Ruangenergi.com – Kenaikan harga Solar subsidi yang hanya Rp 1.650/liter, akan tetap sangat menarik untuk terjadinya penyelewengan solar ke industri. Pasalnya, selisih Solar subsidi dengan harga Keekonomian sangat tinggi atau sekitar Rp 9.000/liter.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (03/9/2022).
“Apakah nanti pengendalian BBM bersubsidi lebih mengandalkan “kerjanya” badan usaha yang menjalankan penugasan? Apalagi selama ini pengendalian belum terlihat berjalan maksimal, lalu siapa yang bertanggung jawab?” Tanya Sofyano.
Lebih jauh ia mengatakan, pengendalian dan pengawasan yang harus ketat dan melekat adalah pada BBM Solar subsidi karena disparitas harganya dengan harga keekonomian sangat lebar yakni sekitar Rp 9.000/liter
“Apakah dalam melakukan pengendalian, badan usaha juga diberi kewenangan menambah atau mengurangi kuota SPBU yang selama ini dilakukan oleh BPH Migas,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab diantara Pertamina, Kementrian ESDM atau BPH Migas jika nanti setelah harga BBM naik ternyata kuota BBM tetap jebol.
“Lalu bagaimana pula kelanjutan bantuan sosial jika ternyata kenaikan harga BBM subsidi tidak memicu peningkatan inflasi yang signifikan,” tukasnya.
Selain itu, Sofyano juga mempertanyakan
ikut diumumkannya kenaikan harga BBM Non Subsidi Pertamax92 oleh Pemerintah.
“Apakah ini berarti untuk selanjutnya kenaikan harga BBM Non Subsidi tidak lagi bisa dilakukan oleh Badan Usaha?” Tanya dia
“Harga BBM subsidi dan non subsidi telah dinaikan, namun jika hanya mengandalkan kenaikan harga saja, saya yakin kuota Solar atau kuota Pertalite 2022 akan kembali jebol,” sambungnya.
Sofyano juga mempertanyakan soal revisi
peraturan presiden 191/2014 yang harusnya diluncurkan bersamaan dengan pengumuman kenaikan harga BBM.
“Kok tidak diluncurkan bersamaan dengan pengumuman Kenaikan Harga BBM? Apa peraturan yang sedang direvisi mencakup pengendalian kuota BBM hingga di SPBU dan apakah juga ada pasal yang mengatur penindakan penyelewengan solar bersubsidi,” pungkasnya.(SF)