Energi Sebagai Penggerak Ekonomi Untuk Percepat Bangkitkan Negeri

Presiden Joko Widodo menyadari bahwa untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi sektor energi nasional harus  terkelola dengan baik, maka di awal pemerintahannya merilis nawacita bidang energi, yang salah satunya tujuannya adalah menekankan pentingnya merealisasikan dengan cepat ketersediaan infrastruktur  listrik yang handal di seluruh pelosok negeri.

Ruang Energi.Com, Jakarta – Pakar Kelistrikan Universitas Gajah Mada Dr. Tumiran, M.Eng menjelaskan secara rinci hubungan yang sangat kuat antara ketersedian pasok listrik dan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, kelistrikan itu harus ada pemahaman yang komprehensif bahwa listrik itu bagian dari infrastruktur nasional yang memang diperankan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian.

“Yang dimaksud menggerakkan perekonomian ialah ketersediaan energi listrik yang memiliki kecukupan, handal dan ekonomis menjadi sarana untuk terbangunnya industri- industri. Industri muncul akan menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian,  industri akan menopang kekuatan ekonomi karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk produk import atau akan meningkatkan daya saing nasional. Bila ini terwujud maka devisa Negara akan menajdi semakin kuat”, ujar Tumiran, kepada Ruang Energi.Com, Jum’at (9/9/2022).

Mantan anggota Dewan Energi Nasional ini lebih lanjut menyatakan, coba perhatikan negara- negara yang memiliki industri yang kuat, kemampuan ekspor meningkat, maka devisa negara tersebut juga besar. Sementtara kondisi nasional kita masih sangat tinggi ketergantungan terhadap produk produk import

Dengan upaya serius dari pemerintah saat ini kelistrikan di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, sudah sangat handal sehingga dapat  mendorong industri untuk tumbuh, karena infrastruktur listrik sudah mencukupi. Maka dengan demikian akan mendorong  menciptakan lapangan kerja baru berbasis produktivitas.

“Dampak lain bagi pemerintah daerah yang pasokan listriknya cukup, akan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis produktivitas.Sebagai gambaran bahwa ketersediaan pasokan listrik akan menggerakkan investasi sektor swasta yang berlipat kali dan konstribusi swasta terhadap produksi domestic bruto juga akan meningkat”, jelasnya

Dari berbagai data yang telah disurvei, konstribusi energi listrik di sektor industri  terhadap biaya produksi berkisar antara 10 sampai dengan 20 %. Bila kelompok sektor industri menyerap energi listrik dengan total biaya 15 Triliyun Rupiah, dengan asumsi biaya tersebut berkonstribusi 15% terhadap biaya produksi, maka sektor industry telah mengeluarkan biaya total (bahan baku, biaya modal, biaya tenaga kerja dan biaya listrik) diprakirakan mencapai 100 Triliyun Rupiah. Bila sektor industry menyerap energi listrik bisa mencapai 45 Triliyun Rupiah, maka konstribusi sektor industry bisa mencapai 300 Triliyun Rupiah.

“Bayangkan bila energi listrik tidak handal, sektor industri tentu tidak bisa berkembang. Belum lagi untuk sektor bisnis, industri kecil dan menengah yang semua dapat tumbuh dengan dukungan ketersediaan pasokan listrik. Langkah pemerintah terus memperkuat infrastuktur kelistrikan sudah sangat tepat. Dengan pasokan listrik handal semua sektor akan terus bergerak menopang percepatan kebangkitan ekonomi ”,tegasnya

Keunggulan lain, kata Tumiran,  bila energi dan infrastrukturnya tersedia, transformasi melalui industri, transformasi teknologi, dengan substitusi kreatifitas sumber daya manusia dapat dihasilkan produk produk jadi yang benlai tambah lebih tinggi. Produk produk ini bisa mengisi berbagai kebutuhan dalam negeri untuk keperluan konsumtif ataupun produk pendukung untuk produk jadi lainya. Upaya ini bisa berkonstribusi terhadap barang barang sebagai substitusi impor atau bahkan bisa mejadi produk yang berpotensi ekspor. Bila ini dapat bejalan dan meningkat, ekonomi akan semakin kuat, lapangan kerja dapat tercipta dimana mana dan kemandirian sebagai bangsa dapat terwujud secara ekonomi, teknologi dan budaya. Tetapi bila energi atau energi dalam bentuk listrik tidak tersedia, upaya transformasi, upaya penciptaan lapangan kerja berbasis produktifitas akan terwujud

 “Dewan Energi Nasional melalui PP 79/2014 menargetkan pada tahun 20253 diharapkan konsumsi per kapita nasional bisa mencapai 2.500 Kwh per kapita dengan di pasok oleh pembangkit listrik sekurang kurangnya mencapai 115 GW. Untuk jangka panjang pada tahun 2050, diharapkan konsumsi per kapita nasional mencapai 7000 KWH/kapita dan dipasok oleh pembangkit dengan kapasitas total mencapai 430 GW”, ujar Tumiran

Program electrifying lifestyle membuat hasil panen petani buah naga meningkat tajam.

Sebelumnya dalam berbagai kesempatan, Jokowi sudah bertulang kali menekankan agar harga listrik untuk industri masyarakat bisa lebih ekonomis. Untuk industri karena akan menghasilkan nilai tambah dan menghasil rente perekonomian harus dibuat lebih murah dari listrik yang dikonsumsi untuk non produksi. Sektor industri merupakan driven penggerak pereknonomi, maka listrik industri harus memenuhi persyaratan, yaitu pertama, harus cukup suplainya, Kedua, listrik itu andal alias tidak mudah mati dan yang ketiga harga ekonomis dan kompetitif. Kalau harga listrik industry di Indonesia bisa lebih murah drai harga listrik di Negara Negara Asean lainnnya, artinya industri Nasional diharapkan dapat berkompetisi dengan  industri di Negara asean lainnya.

Di sisi lain, Dewan Energi Nasional sering menyuarakan agar pembangunan infrastruktur kelistrikan juga harus diperkuat oleh industri domestik. Program Nawa-Cita, salah satunya adalah percepatan untuk menciptakan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. Presiden juga selalau menekankan pentingnya percepatan peningkatan kandungan lokal. Jokowi menyadari bila tidak dilakukan, ketergantungan bangsa ini terehadap bangsa lain dibidang teknologi akan terus berlanjut.

Seperti arahan Kebijakan Energi Nasional sesuai PP 79/2014 dan implementasi di RUEN sesuai Perpres 22/2017, upaya upaya memenuhi kebutuhan energi nasional harus didahului pembangunan infrastruktur kelistrikan Nasional. Sesuai target KEN pada tahun 2025 harus ada pembangkit listrik mencapai sekurang kurangnya 115 GW. Bayangkan bila 1 GW berkisar Rp 15 Triliyun Rupiah, maka pada akhir 2025 untuk sektor pembangkit sadja sudah akan menghabiskan investasi sekurang kurangnya Rp 900 T. Belum untuk transmis, Gardu Induk dan distribusi, yang mungkin akan mencapai Rp 3000 T. Bila industri di dalam negeri tidak dibangun, maka investasi tersebut akan diserap oleh negara lain, bangsa Indonesia tidak akan mendapatkan dari sisi industrinya. Kerugian lain, kita tidak akan bisa menguasai teknologi pembangkitnya, karena semua dibuat diluar negeri.

“Oleh karena itu sudah waktunya pabrikasi secara bertahap dilakukan di Industri dalam negeri, dan yang belum bisa kita import. Bila ini dikerjakan secara bertahap, berapa banyak tenaga kerja trampil akan tumbuh, berapa juta anak anak muda Indonesia bisa bekerja berbasis teknologi . Hasil kerja berbasis teknologi akan membanggakan bangsa. Karena sampai saat ini bangsa yang unggul adalah bangsa yang produktifitasnya berbasis nilai tambah hasil transformasi knowledge dan skill. Jadi kalau PLN juga bisa menjadi bahagian off taker peralatan listrik nasional, akan menjadi dorongan yang luar biasa terhadap industri kelistrikan kita”, Pungkas Tumiran

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *