Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, meski harga minyak mentah sekarang mengalami penurunan, namun peluang turunnya harga bensin jenis Pertalite masih jauh dari harapan.
“Ini mungkin karena memang belum masuk dalam harga keekonomian akibat masih adanya beban kompensasi yang harus ditanggung pemerintah,” kata Mamit saat dihubungin wartawan, Minggu (9/10/2022).
“Jika mengacu kepada MOPS saat ini dan kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS maka jumlah kompensasi yang pemerintah berikan di angka 3000an per liter,” lanjut dia.
Mamit juga membeberkan soal harga minyak yang cendrung naik, apalagi menjelang musim dingin dan juga natal serta tahun baru sehingga kebutuhan akan energi pasti mengalami peningkatan.
“Ini belum termasuk OPEC yang memangkas produksi mereka sampai 2 juta sehingga harga akan tetap tinggi,” ujarnya.
Yang menjadi pertanyaan, kata dia, adalah jika Pertalite turun apakah akan diikuti oleh penurunan harga kebutuhan pokok dan ongkos transportasi juga?
“Yang ada nanti hanya berkurang di BBM tetapi yang lain tetap sama. Jadi masyarakat tidak mendapatkan manfaat secara optimal penurunan harga BBM subsidi ini,” tutup Mamit.
Sebelumnya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan alasan pemerintah tidak menurunkan harga BBM subsidi walaupun harga minyak mentah dunia sedang rendah saat ini.
“Hingga kini harga minyak dunia memang berfluktuasi sehingga berdampak pada harga BBM. Namun demikian, pemerintah masih harus memantau perkembangan harga minyak yang bisa tiba-tiba naik lagi,” katanya di Nusa Dua Convention Center Bali.
Luhut juga mengatakan, bahwa ada kemungkinan juga harga minyak mentah menembus ke level tertinggi yakni USD 200 per barel lantaran ancaman krisis energi di negara lain masih mengintai.
“Saya ngomong, 3 hari kemudian boom naik lagi (harga minyak). Anda bisa membayangkan nggak tiba-tiba kalau ada tactical nuclear weapon dimainkan di sana, itu bisa USD 200 itu,” ujarnya.(SF)