Jakarta,ruangenergi.com–Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) telah menyiapkan isi rancangan (draft) Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
Ruangenergi.com mendapatkan copy/salinan isi draft RUU Migas BK DPR RI 19 Januari 2023. Beberapa pasal yang menarik dicermati antara lain sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berasaskan:
- ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional;
- keberlanjutan;
- keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional;
- kemanfaatan;
- keadilan;
- keseimbangan;
- pemerataan;
- ketersediaan;
- kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
- keamanan;
- keselamatan;
- kepastian hukum; dan
- pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4A
- Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
- Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendelegasikan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu kepada BUK Migas.
- BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemegang Kuasa Usaha Pertambangan.
- BUK Migas sebagai pemegang Kuasa Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melakukan pengusahaan secara mandiri dan/atau melalui Kontrak Kerja Sama dengan Badan Usaha dan/atau Bentuk Usaha Tetap.
- Dalam hal Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap mempunyai beberapa anak perusahaan, kegiatan usahanya dapat dilakukan dengan menggunakan pembiayaan secara mandiri, pengalihan pembiayaan dari anak usaha lain, dan/atau pembiayaan secara komersial.
- Dalam hal terjadi sisa cost recovery pada salah satu anak perusahaan, sisa cost recovery dapat dialihkan pembiayaannya pada anak perusahaan lainnya.
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
- Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19.
- Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat persyaratan:
- kepemilikan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi sampai pada titik penyerahan kepada Kontraktor tetap di tangan negara yang dikelola oleh BUK Migas; dan
- manajemen operasi Kegiatan Usaha Hulu tetap berada pada BUK Migas.
- Manajemen operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal mencakup pemberian persetujuan atas rencana kerja dan anggaran, rencana pengembangan lapangan, serta pengawasan terhadap realisasi dari rencana tersebut.
Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
- Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dapat dilaksanakan oleh:
- BUK Migas;
- Badan Usaha; dan
- Bentuk Usaha Tetap.
- Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan oleh:
- BUMN di sektor Minyak dan Gas Bumi;
- BUMD;
- koperasi; dan
- badan usaha swasta.
Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
Kegiatan Usaha Hulu merupakan objek vital nasional yang harus dilindungi oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
- Pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu oleh BUK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat (4) dilaksanakan secara mandiri atau melalui Kontrak Kerja Sama.
- Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
- bagi hasil produksi; atau
- kerja sama lainnya.
- Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memberikan manfaat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
- Setiap Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada alat kelengkapan DPR yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral.
- Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Kontrak Kerja Sama ditandatangani.
- Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal harus memuat:
- Wilayah Kerja dan pengembaliannya;
- jangka waktu dan kondisi perubahan serta perpanjangan kontrak;
- berakhirnya kontrak;
- kewajiban pengeluaran dana;
- kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri;
- penerimaan negara;
- pembukuan aset;
- perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;
- rencana pengembangan lapangan;
- penyelesaian perselisihan;
- kewajiban pasca operasi pertambangan;
- keselamatan dan kesehatan kerja;
- pengelolaan dan pelindungan terhadap lingkungan hidup;
- pengalihan hak dan kewajiban;
- pelaporan yang diperlukan;
- pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;
- pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak masyarakat adat;
- pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga kerja lokal yang memenuhi syarat; dan
- pengumpulan data dan penyerahan salinan asli data.
Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
- Menteri menyiapkan Wilayah Kerja yang akan diusahakan oleh BUK Migas.
- Batas dan syarat Wilayah Kerja yang akan diusahakan oleh BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
- Dalam menetapkan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditetapkan.
- Wilayah Kerja yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan kepada BUK Migas untuk diusahakan.
- Dalam hal Wilayah Kerja tidak diusahakan secara mandiri oleh BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BUK Migas menawarkan Wilayah Kerja kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap.
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Dalam hal jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Wilayah Kerja dikembalikan kepada Menteri oleh BUK Migas.
(3) Dalam hal Kontraktor mengajukan perpanjangan Kontrak Kerja Sama, permohonan disampaikan kepada BUK Migas paling lambat 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Kontrak Kerja Sama.
(4) Perpanjangan jangka waktu Kontrak Kerja Sama dapat dilakukan paling lama 20 (dua puluh) tahun setiap kali perpanjangan dengan memenuhi syarat nilai keekonomian dan standar keteknikan.
(5) BUK Migas memberikan jawaban atas permohonan pengajuan perpanjangan jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Kontraktor mengajukan permohonan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
- Kontraktor wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri oleh BUK Migas sebelum jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir.
- BUK Migas yang melakukan pengusahaan secara mandiri wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan kepada Menteri sebelum jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir.
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
- Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan oleh:
- Menteri;
- lembaga pemerintah lainnya atas izin dari Menteri; atau
- Badan Usaha atas izin dari Menteri.
- Pelaksanaan Survei Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat menghasilkan informasi dasar mengenai potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di dalam perut bumi.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan Survei Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
- Data yang diperoleh dari Survei Umum serta Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh Pemerintah Pusat.
- Data yang diperoleh dari Survei Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Menteri dan dapat diakses oleh BUK Migas.
- Data yang diperoleh Kontraktor di Wilayah Kerjanya pada tahap Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diserahkan kepada Pemerintah Pusat secara berkala melalui BUK Migas.
- Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan oleh Kontraktor selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama.
- Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Kontraktor wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama kepada Pemerintah Pusat melalui BUK Migas.
- Menteri mengelola dan memanfaatkan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk merencanakan penyiapan Wilayah Kerja dan/atau mengevaluasi kinerja Eksplorasi dan Eksploitasi suatu Wilayah Kerja.
- Setiap Orang dilarang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan, membuka rahasia, dan/atau menginformasikan data yang diperoleh dari Survei Umum serta Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak ketiga kecuali untuk kebutuhan pendidikan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai data yang diperoleh dari Survei Umum serta Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari BUK Migas dan
- setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan.
- Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap wajib melakukan optimasi pemroduksian cadangan Minyak dan Gas Bumi terhadap rencana pengembangan lapangan yang telah disetujui oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan kaidah keteknikan yang baik.
- Ketentuan mengenai pengembangan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta optimasi pemroduksian cadangan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
- Kontraktor wajib menyerahkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari Minyak dan Gas Bumi hasil produksi bagiannya untuk kebutuhan dalam negeri.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan hasil produksi Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 22A dan Pasal 22B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22A
- BUK Migas yang mengusahakan Wilayah Kerja secara mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib menawarkan partisipasi interes paling banyak 10% (sepuluh persen) kepada BUMD.
- Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan partisipasi interes 10% (sepuluh persen) kepada BUMD.
- Partisipasi interes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
- hibah;
- pembagian keuntungan; atau
- mekanisme lainnya.
- BUMD yang menerima partisipasi interes dari BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dari Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat mengalihkan atau memindahtangankan partisipasi interes tersebut sebagian atau seluruhnya kepada pihak ketiga.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi interes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 22B
- Dalam pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu, Kontraktor menanggung terlebih dahulu modal dan biaya operasi dari Kegiatan Usaha Hulu.
- Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan Kontrak Kerja Sama setelah menghasilkan produksi komersial.
- Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan selain untuk kegiatan operasi Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.
- Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat minimal:
Di antara Pasal 23A dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 23B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23B
- Jaringan distribusi dikuasai oleh negara dan dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui BUMN di sektor Minyak dan Gas Bumi untuk pelaksanaannya.
BUMN di sektor Minyak dan Gas Bumi yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi memiliki kewajiban untuk menyalurkan Bahan Bakar Minyak pada wilayah tertentu.
Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
- Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
- Pemerintah Pusat mengatur dan/atau menetapkan harga Bahan Bakar Minyak sama untuk seluruh wilayah Indonesia.
- Untuk pemerataan akses yang sama terhadap Bahan Bakar Minyak, Pemerintah Pusat dapat menetapkan dan memberikan insentif bagi Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi di wilayah
- Penetapan harga Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.
Di antara Pasal 28 dan Pasal 29 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 28A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28A
- Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
- Pemerintah Pusat mengatur dan/atau menetapkan harga Gas Bumi.
- Pemerintah Pusat mengatur dan/atau menetapkan:
- harga Gas Bumi untuk golongan masyarakat tertentu sama; dan
- harga Bahan Bakar Gas atau Liquefied Petroleum Gas sama,
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Untuk pemerataan akses yang sama terhadap Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas, Pemerintah Pusat dapat menetapkan dan memberikan insentif bagi Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi di wilayah tertentu.
- Penetapan harga Gas Bumi untuk golongan masyarakat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.
Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga sebagai berikut:
Pasal 29
- Pemerintah Pusat wajib menjamin ketersediaan dan penyaluran Bahan Bakar Minyak, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Gas di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Untuk menjamin ketersediaan dan penyaluran Bahan Bakar Minyak, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Gas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat mewajibkan Badan Usaha di sektor Minyak dan Gas Bumi untuk membangun infrastruktur Minyak dan Gas Bumi serta fasilitas penyimpanan Bahan Bakar Minyak, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Gas
Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 29A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29A
Dalam menetapkan harga Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas yang dipasarkan di dalam negeri, Pemerintah Pusat harus mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri, cadangan terbukti Gas Bumi, dan kemampuan daya beli masyarakat.
Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 29A diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Di antara Bab V dan Bab VI disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VA
KEGIATAN USAHA PENUNJANG MINYAK DAN GAS BUMI
Di antara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 7 (tujuh) pasal, yakni Pasal 30A, Pasal 30B, Pasal 30C, Pasal 30D, Pasal 30E, Pasal 30F, dan Pasal 30G sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30A
- Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir didukung oleh kegiatan usaha penunjang.
- Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
- Badan Usaha;
- koperasi; dan
- perseorangan
Pasal 30B
- Dalam pelaksanaan kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam 30A, Badan Usaha, koperasi, dan perseorangan wajib menjamin keselamatan pekerja, keselamatan instalasi, keselamatan lingkungan, dan keselamatan umum.
- Badan Usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan kegiatan usaha penunjang Minyak dan Gas Bumi wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
Pasal 30C
Usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30A terdiri atas:
- usaha jasa penunjang Minyak dan Gas Bumi; dan
- usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 30D
- Usaha jasa penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30C huruf a meliputi:
- konsultasi dalam bidang instalasi fasilitas Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;
- pembangunan dan pemasangan instalasi fasilitas Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;
- pemeriksaan dan pengujian instalasi Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;
- pengoperasian instalasi Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;
- pemeliharaan instalasi Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;
- penelitian dan pengembangan;
- pendidikan dan pelatihan;
- sertifikasi peralatan dan pemanfaat Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilirlaboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;
- sertifikasi kompetensi tenaga teknik Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir; atau usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir.
Usaha jasa penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Usaha, koperasi, perseorangan, perguruan tinggi, dan badan sertifikasi yang memiliki sertifikasi, klasifikasi, dan kualifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30E
- Usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30C huruf b meliputi:
- usaha industri peralatan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir; dan/atau
- usaha industri pemanfaat Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir.
- Usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Usaha dan koperasi.
- Kegiatan usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30F
- Usaha jasa penunjang dan usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30C harus mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
- Penetapan Perizinan Berusaha usaha jasa penunjang Minyak dan Gas Bumi dan usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30G
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30A sampai dengan Pasal 30F diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
- BUK Migas dan Kontraktor yang sudah menghasilkan produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi hanya wajib membayar pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, dan penerimaan negara bukan pajak.
- Besaran pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- hasil penjualan Minyak dan Gas Bumi bagian negara;
- bonus; dan/atau
- hasil pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu lainnya.
- Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipungut oleh BUK Migas dan disetorkan ke kas negara.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 32A dan Pasal 32B sehingga berbunyi sebagai berikut:
- Di antara Bab VI dan Bab VII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VIA
KAPASITAS NASIONAL
Di antara Pasal 32B dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 32C sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32C
Dalam melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi serta kegiatan usaha penunjang, Badan Usaha dan/atau koperasi wajib meningkatkan kapasitas nasional melalui:
- penggunaan tenaga kerja Indonesia;
- penggunaan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
- penggunaan perbankan dan asuransi nasional;
- alih ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Minyak dan Gas Bumi kepada perusahaan mitranya;
- pengembangan masyarakat sekitar; dan
- penggunaan Standar Nasional Indonesia dan penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
- Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilaksanakan di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.
- Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah di permukaan bumi dan hak atas permukaan laut sampai di dasar laut.
- Kegiatan Usaha Hulu mendapat prioritas utama dalam penggunaan tanah di permukaan bumi, apabila:
- terdapat potensi Minyak dan Gas Bumi yang terkandung di dalam tanah; dan
- terjadi tumpang tindih penggunaan atau pemanfaatan tanah dengan kawasan hutan, industri, atau sektor lain.
- BUK Migas dan Kontraktor dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah mendapat izin penggunaan kawasan hutan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengadaan tanah oleh BUK Migas dan Kontraktor untuk Kegiatan Usaha Hulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
Dalam hal BUK Migas dan Kontraktor akan menggunakan bidang tanah milik negara di dalam Wilayah Kerja, BUK Migas dan Kontraktor wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atas tanah negara atau pemakai tanah di atas tanah negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 35A sehingga berbunyi sebagai berikut
Pasal 35A
Dalam hal Kontraktor telah diberikan Wilayah Kerja dan telah menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan BUK Migas, Kontraktor diberikan hak pakai atas tanah untuk kegiatan pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan areal pengamanannya dan wajib memelihara serta menjaga bidang tanah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.












