Jakarta, Ruangenergi.com – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Inpex Corporation.
Rapat tersebut membahas mengenai nasib Blok Abadi Masela setelah Shell Upstream Overseas Ltd, memutuskan untuk hengkang dari proyek tersebut.
Anggota Komisi VII DPR, Paramitha Widya Kusuma, meminta agar PT Pertamina (Persero) selaku BUMN Pertambangan dan migas Indonesia dapat bergabung dalam proyek tersebut.
Sebab, kata Paramitha, Pertamina dengan Inpex Corporation sudah mempunyai kerjasama dalam menggarap lapangan migas Babar Selaru, di Maluku. Yang mana Pertamina memiliki sebanyak 15% saham (participacing interest) lapangan tersebut.
“Di Maluku dia (Pertamina) sudah punya sumur namanya Babar Selaru kerja sama dengan Inpex. Pertamina mempunyai saham kepemilikan sebesar 15%, dan sudah dilakukan eksplorasi meski hasilnya kurang baik,” kata Paramitha disela RDP tersebut, (24/08).
Ia menambahkan, sebenarnya, Pertamina mencoba untuk keluar dari Blok Babar Selaru, akan tetapi, Inpex tidak menginginkan Pertamina keluar. Karena Inpex optimis bahwa Babar Selaru masih ada cadangan.
“Jadi, karena sudah pernah ada kerja sama antara Pertamina dengan Inpex, harusnya pertamina juga bisa mengajukan kepemilikan saham atau di lapangan Babar Selaru dipindah saja ke Masela. Atau opsi yang kedua, saham Shell dibeli sama Pertamina. Kenapa Pertamina ini tidak diberikan kesempatan disitu (Masela),” tukas Anggota DPR dari Fraksi PDIP tersebut.
Lebih jauh ia mengungkapkan, berdasarkan info yang diterimanya, Blok Masela akan hebat kalau harga minyak bumi sebesar US$ 70-80 per barel.
“Karena harga gas kan selalu dikaitkan dengan harga minyak bumi. Tapi kalau seperti sekarang harganya hanya US$30-40 per barel, ya susah,” tandasnya.
Pemerintah Kecewa pada Shell
Sementara, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan, pihaknya akan mencarikan pengganti Shell dengan proses tender.
Dwi mempersilahkan apabila Pertamina ingin mengikuti proses tender untuk bermitra dengan Inpex di proyek Blok Masela.
“Kalau Pertamina minat, tentu dipersilahkan open data dan menyiapkan proposal. Kami juga tidak bisa memaksa,” jelas Dwi di ruang Rapat Komisi VII DPR.
Sebelumnya, kata Dwi, Pertamina pernah menyatakan minat untuk masuk ke dalam proyek tersebut. Akan tetapi, tawaran tersebut tidak mendapat respon dari Inpex.
“Saya enggak tahu yang sekarang seperti apa. Tapi Pertamina harus didorong, bukan penugasan-penugasan, tapi proses tender untuk investor,” imbuhnya.
Lebih jauh, Dwi menegaskan, pemerintah sangat kecewa terhadap keputusan yang diambil oleh Shell Upstream Overseas Ltd, untuk keluar dari proyek Blok Masela.
Pasalnya, perusahaan asal Belanda itu, lebih dahulu menemui Menteri ESDM, Arifin Tasrif, untuk mengutarakan niat mereka keluar dari Blok Masela.
“Kami langsung dapat arahan dari Menteri ESDM untuk kirim surat. Kami sudah kirim surat barangkali dua hingga tiga kali ke Shell. Menyampaikan bahwa pemerintah merasa kecewa dengan langkah yang diambil Shell,” katanya.
Lebih jauh, Dwi menegaskan, meski demikian, pemerintah meminta Shell agar secepatnya merampungkan proses divestasi Blok Masela agar rencana operasi proyek ini terus tetap berjalan.
Terlebih lagi, Blok migas tersebut direncanakan dapat beroperasi pada 2027 mendatang.