Jakarta,ruangenergi.com-Sukar mendapat dan menarik minat anak muda kalau pekerja lapangan migas dan tambang diminta bersertifikasi namun pendapatan yang diterima menurun.
Dulu ceritanya lain saat sertifikasi belum wajib. Sekarang walau sudah tersertifikasi namun pendapatan kalah dengan tukang kopi (barista) yang kini digemari generasi millenial maupun gen Z.
“Jadi ya musti naikin dulu pendapatannya kalau mau menarik pekerja. Itu sebabnya banyak yang lari bekerja di ladang migas di luar negeri seperti di Gabon, Afrika maupun di Jepang” kata Dandy Hidayat, seorang senior engineer drilling dalam bincang santai bersama ruangenergi.com, Senin (27/03/2023) di Jakarta.
Dia mengaku lebih senang bekerja di lepas pantai luar negeri ketimbang bekerja di lapangan migas di Indonesia. Walau sama-sama kerja di lapangan migas lepas pantai, namun beda cara pengupahannya.
Dandy bercerita, untuk floorman roustabout atau rougneck di offshore di luar negeri bergaji sekitar US$200/day net . Ticket accomodation cover by company/agency yang mempekerjakannya. Lain lagi untuk senior engineer, upahnya US$2500 per day. Yang US$ 2500 ini nilai invoice yang diterima oleh pekerja biasanya 1/3 invoice atau sekitar US$600 – US$900/ day.
“Kami dari pekerja MIGAS minta tolong , kalau bisa pekerja MIGAS di Indonesia itu gajinya paling tidak 2 digit (atas 10 juta) karena; 1.Resiko Kerja yang Tinggi. 2. Tidak Setiap bulan dapat pemasukan – tergantung job dan kontrak 3. Sertifikasi yang harus kami tempuh sebelum mulai kerja. 4. Kalkukasi pemasukan adalah UMR adalah daerah ditambah UMS dikali 2 karena untuk cover saat kami Off (tidak ada bayaran),” urai Dandy dengan raut wajah sedih.
Dandy lantas bercerita, di Indonesia upah mudlogging lokal (onshore), per mudlogger dikasih upah Rp 175 ribu hingga Rp400 ribu per hari. Data Engineer Rp300 ribu hingga Rp700 ribu per hari/
“Dulu awal masuk mudlogging, trainee jadi sample catcher dibayar Rp100 ribu/day. Bagaimana anak-anak muda mau tertarik kerja di pengeboran. Sama gaji tukang bangunan saja besar gaji tukang bangunan,”ucap Dandy.
Harapan para crew lapangan migas,lanjut Dandy, untuk mereka para pekerja kelas bawah walaupun mereka pekerja kasar namun bersertifikasi dan beresiko tinggi, untuk dibuatkan angka-angka upah yang sepadan.
Dandy lantas memberikan perhitungan jika bekerja di luar negeri. Cara menghitung keuntungan dari personal charge umumnya adalah maximal gross 40% untuk pekerja. Maximal 75% untuk perusahaan (agent).Jadi pekerja terima umumnya 1/3 dari nilai invoice
“Jadi kalau day rate worker itu US$700/day maka dia terima US$233,33/day yang mana US$ 466,66/day masuk ke company di level roustabout.Kalau mud eng kan invoice US$ 2546/day maka pekerja terima US$848/day , yang mana US$1678 masuk ke company.Jadi rumusnya yang paling sering dipakai 1/3 : 2/3 (yang 1/3 buat karyawan).Kalau pakai agent biasanya agent ambil 10 – 20 % dari nilai day rate atau kontrak,” papar Dandy lagi.
Nilai itu besar karena bekerja di negara dengan Biaya Hidup Tinggi, sementara di Indonesia biaya hidup murah.
“Keuntungan orang Indonesia (juga India, Philiphine, dll) saat pulang uang Dollar-nya jadi lebih besar,”cetus Dandy.
Oleh karena itu dia berharap Pemerintah Indonesia bisa melakukan perbaikan tersebut seperti:
1. Peningkatan Upah Minimum Sektoral (UMS) bidang migas
2. Tunjangan kemahalan (Regional Allowance) untuk menutup biaya sehari hari saat harus stand by.