Jakarta, Ruangenergi.com – Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Provinsi Maluku berharap Blok Masela di Maluku mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Pasalnya, kehadiran blok gas abadi tersebut akan memberikan dampak yang luas bagi Maluku.
“Kehadiran Blok Masela di antaranya akan membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, menumbuhkan ekonomi daerah, menciptakan usaha kecil baru yang menopang sendi-sendi perekonomian daerah, termasuk mendukung pengembangan industri nasional,” kata Ketua Hipmi Maluku Azis Tunny dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah pusat untuk segera merealisasi pembangunan blok tersebut. Ia menilai, penyebab utama molornya pembangunan tersebut sejak Pemerintah pusat menetapkan pengolahan Blok Masela dengan skema on-shore atau pembangunan kilang darat.
“Hal ini yang menjadi penyebab utama molornya pembangunan Blok Gas Masela,” ujarnya saat BPP HIPMI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.
“Akhirnya INPEX selaku operator Blok Masela menghitung ulang rencana investasi mereka, dan melakukan revisi pada planing of development (perencanaan pembangunan) mereka karena terjadi pembengkakan nilai investasi mencapai 4,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 67,5 triliun,” sambung Azis.
Menurut dia, kondisi tersebut semakin rumit setelah Shell sebagai salah satu pemegang saham kemudian memutuskan hengkang dari proyek Blok Masela lantaran global portofolionya dinilai sudah tidak lagi menguntungkan mereka, dibandingkan investasi perusahaan milik Belanda ini di negara lain.
“Karena Shell keluar, maka pemerintah harus menyelesaikan hak partisipasi milik Shell sebanyak 35 persen di proyek LNG Blok Masela. Kami minta agar pemerintah dapat mempercepat proses divestasi ini, mengingat proyek ini kalau berjalan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Maluku,” paparnya.
Lebih jauh ia mengatakan, potensi sumber daya alam terutama gas di Ia mengatakan kondisi tersebut semakin rumit, setelah Shell sebagai salah satu pemegang saham kemudian memutuskan hengkang dari proyek Blok Masela.
Hal itu lantaran global portofolio Blok Masela dinilai sudah tidak lagi menguntungkan mereka, dibandingkan investasi perusahaan milik Belanda ini di negara lain.
“Karena Shell keluar, maka pemerintah harus menyelesaikan hak partisipasi milik Shell sebanyak 35 persen di proyek LNG Blok Masela. Kami minta agar pemerintah dapat mempercepat proses divestasi ini, mengingat proyek ini kalau berjalan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Maluku,” kata dia.
Padahal, menurutnya, potensi sumber daya alam terutama gas di Maluku sangat besar. Data Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan, Indonesia memiliki cadangan gas terbukti mencapai 43,6 triliun kaki kubik (CTF) yang dapat menopang kebutuhan domestik selama 20 tahun ke depan.
“Lapangan abadi Blok Masela memiliki cadangan terbukti yang mencapai 18,5 triliun kaki kubik, dan 225 juta barel kondensat. Dengan potensi sebesar itu, maka cadangan gas Blok Masela mencapai 42 persen dari potensi cadangan nasional,” jelasnya.
“Ini belum termasuk temuan sumber gas baru di Blok Seram non Bula, dimana hasil penelitian menyebutkan cadangan gas di blok ini dapat mengalirkan gas sebesar 15,02 juta kaki kubik per harinya,” pungkas Azis.(SF)