Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah bisa membatalkan dan segera mengambil alih hak pengelolaan Shell di Blok Masela, karena terkesan mempermainkan dan menyandera pengembangan blok gas abadi tersebut.
Hal ini disampaikan Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, kepada Ruangenergi.com di Jakarta, Selasa (30/5/2023) menanggapi pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang marah atas sikap Shell yang tak kunjung melepas hak partisipasinya di Blok Masela.
“Tak perlu berpura-pura marah, karena Pemerintah bisa segera membatalkan hak pengelolaan Shell di Blok Masela. Yang patut kita tunggu adalah keberanian Menteri ESDM untuk membatalkan perjanjian dengan Shell. Kalau tidak berani membatalkan, berarti masalah bukan lagi di Shell tapi soal sikap Menteri ESDM yang tidak bernyali,” kata Engelina kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Menurut wanita berdarah Maluku ini, pihaknya sudah sejak tiga tahun lalu meminta pemerintah untuk mengusir Shell dari Blok Masela, karena mereka memiliki hak pengelolaan tetapi tidak melakukan apapun.
“Jadi patut diapresiasi kalau sekarang Menteri ESDM bersikap seperti itu, lebih baik terlambat daripada diam. Namun kita tunggu sikap tegas Menteri ESDM,” kata
mantan anggota DPR/MPR ini.
Engelina juga meminta Menteri ESDM mempertimbangkan untuk mem-blacklist operasional Shell di Indonesia. Karena perusahaan yang hanya mau menang sendiri seperti itu tidak perlu bekerja di Indonesia. Bila perlu, Menteri mempertimbangkan untuk membekukan seluruh kegiatan Shell di Indonesia.
“Jadi selain membatalkan hak pengelolaan Shell di Blok Masela, Menteri ESDM juga perlu mempertimbangkan untuk mem-blacklist operasional Shell di Indonesia. Kalau Menteri ESDM masih memiliki wibawa maka harus menunjukkan kalau negara ini lebih besar dari korporasi manapun. Kalau hanya menunjukkan sikap marah, justru memperlihatkan kelemahan sendiri. Karena akan sia-sia bermitra dengan perusahaan seperti itu,” paparnya.
Untuk itu, kata Engelina, kalau Menteri ESDM tidak berani mengambil langkah tegas, maka sebaiknya meninggalkan jabatan untuk memberikan kesempatan kepada orang lain, yang bisa menjaga wibawa negara di hadapan korporasi asing.
“Sebab, masalah Shell ini sudah lama, tapi terkesan seolah baru terjadi. Saya khawatir, Menteri ESDM hanya pencitraan semata, dengan menunjukkan kesalahan Shell. Segera ambil alih dan usir Shell,” tegasnya.
Engelina juga mengingatkan perusahaan Shell untuk lupa dengan sejarahnya sendiri. Shell itu datang ke Indonesia sebagai perusahaan kerang, kemudian mulai mengelola minyak di Sumatera Timur.
“Dari sanalah dia tumbuh dan berkembang menjadi peruhsaan besar seperti saat ini. Tapi, setelah kaya raya dari hasil bumi Indonesia seolah menjadi sombong dan lupa akan sejarahnya. Tanpa minyak Indonesia, Shell hanya perusahaan kerang. Ingat itu ya,” tegas Puteri salah satu pelopor PN Permina (cikal bakal Pertamina), Johannes M. Pattiasina ini.
Menurut Engelina, sikap Shell yang menguasai hak pengelolaan Blok Masela, tetapi tidak melakukan apapun itu telah merugikan kepentingan negara. Indonesia telah melewatkan begitu saja momentum ketika harga gas sedang menanjak naik. Kalau Shell tidak menghormati komitmen, maka Indonesia tidak perlu memberikan rasa hormat kepada perusahaan seperti itu.
“Sangat aneh kalau perusahaan seperti Shell ini dibiarkan menyandera agenda strategis. Kalau memang tidak mampu, ya jangan paksakan diri. Dengan kasus Blok Masela ini, reputasi Shell sebagai perusahaan rakasasa sebenarnya sudah rontok,” pungkasnya.
Pengelolaan SDA Perlu Ditata Ulang
Terpisah salah satu tokoh Maluku, Amir Hamzah mengatakan, dengan peristiwa Shell ini sebaiknya, pemerintah menata kembali pola pengelolaan sumber daya alam, termasuk Blok Masela. Dia mengingatkan, agar pemerintah memberikan hak yang adil bagi masyarakat lokal.
Secara tradisional, kata Amir, masyarakat Maluku memiliki kearifan untuk berlaku adil. Misalnya, ketika nelayan membagi secara adil hasil tangkapan terhadap pemilik perahu, nelayan dan pemilik jaring.
“Masyarakat adat harus memperoleh hak yang adil atas kekayaan alam yang ada di wilayahnya. Tidak boleh masyarakat dirugikan,” tegasnya.
Sementara itu, Aktivis Maluku, Rais Mahu meminta Menteri ESDM segera mengambil langkah tepat untuk mengganti Shell dengan perusahaan lain yang lebih baik. Namun, Rais mengingatkan, perusahaan apapun yang mengelola Blok Masela, agar memperhatikan hak rakyat Maluku.
“Jangan sampai, gas Blok Masela hanya diambil tanpa membawa dampak apapun bagi Maluku. Apalagi, mereka hanya memberikan sekadar CSR. Itu tidak pantas, karena Maluku merupkan pemilik gas Masela. Jangan karena alasan modal dan teknologi, lantas kepentingan Maluku diabaikan. Modal Maluku merupakan yang terbesar berupa gas,” tegasnya.
Untuk itu, dia meminta agar jangan sampai dibalik seolah Maluku tidak memiliki modal. Modal kekayaan alam Maluku lebih dari semua investasi modal dan teknologi.
“Kalau tanpa gas, maka mereka tidak akan memiliki uang juga, karena potensi gas itu merupakan jaminan akan masuknya modal ke para pengelola,” pungkas Rais.(SF)