Jakarta,ruangeneri.com- Energi dan Pertahanan merupakan dua sektor yang saling terkait erat. Keberadaan pertahanan perlu ditunjang oleh energi sebagai faktor produksi. Namun, kehadiran energi, terutama di daerah tumpang tindih yang menimbulkan konflik seperti daerah perbatan, memerlukan kekuatan pertanan untuk pengamanannya.
Konsep energi yang berhubungan dengan pertahanan (energi-pertahanan) atau pertahanan yang berhubungan erat dengan energi, menunjukkan keterkaitan erat antara energi dengan pertahanan. Keduanya terbuka untuk menimbulkan konflik energi.
“Energi-Pertahanan mengartikan peran energi untuk pertahanan atau energi yang menjadi faktor pendukung pertahanan. Konsep ini menjelaskan tentang pembangunan kekuatan pertahanan (Bangkuathan) dilakukan dengan energi sebagai input untuk mendukung operasi kekuatan pertahanan,” tulis Purnomo Yusgiantoro, Mantan Menteri Pertahanan dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam bukunya berjudul; ” Politik Energi Teori dan Aplikasi”, halaman 557-558, diterbitkan oleh Purnomo Yusgiantoro Center. Ruangenergi.com mendapatkan kiriman langsung dari penerbitnya.
Dalam bukunya, Purnomo menuliskan, logistik energi digunakan dalam mendukung operasi kekuatan pertahanan sehingga dapat dioptimalkan penggunaannya. Peranan pemerintah sangat penting dalam implementasi energi untuk pertahanan. Pengeluaran pemerintah (G) sangat berperan dalam melakukan operasi pertahanan perang dan selain perang (Operasi Militer Perang/OMP dan Operasi Militer Selain Perang/OMSP), terutaman untuk keguatan patroli darat, aut dan udara dalam operasi pengamanan teritorial.
Dalam situasi tersebut, tulis Purnomo, dukungan energi harus mampu agar Alutsista (alat utama sistem senjata) dapat mengemban tugas secara optimal untuk mengamankan wilayah darat, laut dan udara.
Dalam kasus Indonesia, cadangan operasional energi (bahan bakar minyak/BBM) hanya mampu mendukung selama 20-30 hari. Energi dan pertahanan adalah dua sektor yang saling berkaitan. Keberadaan pertahanan perlu ditunjang oleh energi, tetapi kehadiran energi terutama di daerah perbatasan (yang sensitif menimbulkan konflik) memerlukan penguatan pertahanan. Energi dan pertahanan adalah dua perspektif ilmu pengetahuan yang mengandung multidisiplin.
Keterkatan energi dengan pertahanan telah ada dalam sejarah perjalanan perang. Pada tahun 1800-an, batubara telah digunakan dalam kapal perang. Perkembangan siginifikan mulai terjadi sejak tahun 1911 dalam perang antara Inggris dengan Jerman, dengan digantikannya batu bara oleh minyak bumi sebagai bahan bakar kapal perang (Crowley et.al,2007). Tidak hanya unggul dalam kecepatan dan penurunan beban logistik kapal, penggunaan minyak juga menungkatkan efektivitas pertempuran karena pembakaran minyak menghasilkan sedikit asap.
Pembakaran batu bara sebagai bahan bakar menghasilkan asap dalam jumlah besar yang dapat mengungkap lokasi kapal kepada musuh (Dahl,2001). Amerika Serikat memulai penggantian kapal perang berbahan bakar batu bara ke minyak pada awal 1900-an di masa Perang Dunia I.
Semenjak itu, peran minyak menjadi semakin strategis bagi sektor pertahanan dan era politik minyak dimulai (American Oil and Gas Historical Society,2008). Energi tidak hanya berperan memastikan Alutsista pertahanan dapat beroperasi secara optimal, tetapi sektor pertahanan juga dapat mendukung sektor energi, misalnya perang dilakukan untuk memastikan keamanan pasokan minyak terus terjaga. Siklus energi (E) mendukung pertahanan (P)-mendukung-energi (E) tersebut terus berlangsung, hingga kadang menjadi semu, manakah sebenarnya yang menjadi tujuan. Apakah perang untuk energi, atau energi untuk perang?