Jakarta, Ruangenergi.com – Masalah kelangkaan BBM bersubsidi (pertalite dan solar) menjelang akhir tahun di berbagai daerah sudah rutin terjadi, termasuk tahun ini. Salah satu faktor penyebab adalah berkurangnya atau sengaja dikuranginya pasokan BBM ke SPBU-SPBU guna mencegah over kuota BBM. Faktor lain, bisa saja karena pembatasan distribusi, penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi, penyelundupan, dll.
Menurut Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara, selama ini kelangkaan BBM akibat permasalahan seputar kuota BBM/energi selalu membawa masalah dan penderitaan bagi rakyat berupa antrian panjang, beban biaya energi lebih mahal, kegiatan usaha terganggu, pemborosan tenaga, biaya, dan waktu.
“Bagi sebagian rakyat, dampak negatif moril dan materiil pengurangan kuota energi/BBM adalah kenyataan yang harus diterima. Jika masalah kuota BBM/energi ini terjadi sekali atau dua kali, mungkin bisa dimaklumi. Namun jika terus berulang setiap tahun, maka kita harus mencari penyebab dan peanggungjawabnya,” kata Marwan dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Minggu (10/12).
“Penanggungjawab utama masalah secara umum sudah pasti pemerintah. Di samping Presiden sebagai kepala pemerintahan, pimpinan kementrian/lembaga yang dituntut bertanggungjawab adalah Kementrian ESDM, Kementrian Keuangan, BPH Migas, dll,” sambung dia.
Sama seperti menetapkan APBN, indikator/variable ekonomi atau subsidi energi, kata Marwan, maka kuota BBM/energi memang perlu dibahas dan disepakati bersama oleh pemerintah dan DPR setiap tahun.
“Realisasi APBN, variable ekonomi atau nilai subsidi energi pada dasarnya dapat atau sering berbeda nilainya pada saat penganggaran atau penetapan UU APBN. Hal ini sangat difahami dan dapat dimaklumi,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa untuk mengatasi perbedaan nilai anggaran dengan nilai realisasi/proyeksi (belanja) biasanya dikenal mekanisme perubahan anggaran atau APBN Perubahan (APBN-P). Mekanisme ini berlangsung secara otomatis oleh pemerintah bersama DPR.
“Di samping untuk menjamin efisiensi dan efektivitas belanja negara, APBN-P ditetapkan guna menyesuaikan berbagai perubahan (global dan domestik) yang terjadi sepanjang tahun, sehingga kehidupan masyarakat, termasuk terkait aspek ekonomi, keuangan, sosial, dll., dapat berlangsung mulus tanpa gejolak,” paparnya.
Menurut Marwan, setiap perubahan lingkungan domestik/global yang menyebabkan masalah kuota, mestinya tidak perlu menimbulkan gejolak kehidupan yang merugikan masyarakat. Karena kuota energi/BBM termasuk dalam variable APBN/APBN-P yang ditetapkan pemerintah dan DPR secara rutin.
“Jika masalah dan kerugian sampai timbul, maka pemerintah, terutama Presiden dan kementiran/lembaga terkait pantas digugat rakyat,” katanya.(Red)