Jakarta, ruangenergi.com- Proyek Enhanced Oil Recovery (EOR) yang terbesar saat ini di Indonesia adalah proyek Minas yang dikerjakan oleh PT Pertamina Hulu Rokan, anak usaha dari PT Pertamina Hulu Energi subholding upstream dari PT Pertamina (Persero).
Namun, proyek ini masih dalam tahap optimalisasi formula surfactant nya.
“Formula surfactant nya dikerjakan oleh suatu perusahaan di luar negeri ya, nah kalau ini sudah keluar akan mengurangi biaya. Eornya..surfactant nya..kalau sudah keluar ini bisa diterapkan, pilot nya bukan sumur tapi pola, ada area besar yang diinjeksikan,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Tutuka Ariadji dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja 2023 dan Program Kerja 2024 Sub Sektor Migas, Selasa (16/01/2024), di Jakarta.
EOR di Minas diharapkan sebelum tahun 2030 sudah fullfill oleh Pertamina Hulu Rokan.
Untuk Migas Non Konvensional, urai Tutuka, studi lab-nya masih sedang dikerjakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Diperkirakan 5 bulan dari sekarang hasilnya (MNK) akan keluar hasil studi yang komprehensif, yang dilakukan di Amerika maupun di Indonesia sehingga akan bisa dikatakan di situ bisa go or not to go,” ujar Tutuka.
Dalam catatan ruangenergi.com, Sub holding upstream PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dikabarkan membutuhkan 40 ribu bopd surfactant untuk Proyek EOR di Minas Stage-2, di blok Rokan yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Rokan, di Riau.
Proyek EOR Stage-2 di Minas, adalah Proyek Industri Kimia Hilir. Proyek ini akan menghasilkan sekitar 50.000 bopd Crude Minas. Tetapi akan memerlukan surfactant dalam jumlah yang sama, yaitu sekitar 40.000 bopd.
“Proyek ini, bukanlah hanya Proyek Hulu lagi, tetapi juga menjadi Proyek Industri Kimia Hilir. Proyek ini memerlukan pembangunan pabrik Surfactant, yang berskala besar,” kata sumber ruangenergi.com, Senin (15/01/2024), di Jakarta.