Pengamat Kebijakan Energi Minta Pemda DKI Tinjau Ulang Tarif PBBKB

Jakarta, Ruangenergi.com – Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria mengatakan, penetapan perbedaan besaran Tarif PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) di Wilayah DKI, perlu ditinjau ulang.

Hal ini disampaikan Sofyano kepada wartawan di Jakarta,  Selasa (30/1/2024).

Sebelumnya, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pada Pasal 24 Perda DKI Nomor 1 Tahun 2024 tersebut, ditetapkan bahwa Tarif PBBKB sebesar 10 persen. Khusus untuk Tarif PBBKB bagi kendaraan umum ditetapkan 50 persen dari tarif kendaraan pribadi.

“Perda ini membedakan besaran nilai tarif PBBKB antara kendaraan pribadi dengan kendaraan umum, dan pasti menimbulkan kesulitan bagi pihak Badan Usaha Penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB). Karena selama ini merekalah yang ditunjuk Pemda sebagai pihak yang berhak melakukan pungutan PBBKB dari konsumen pengguna BBKB,” kata Sofyano.

Untuk diketahui, lanjut dia, selama ini penyedia BBKB seperti Badan usaha Pertamina Patra Niaga memungut langsung PBBKB dari pengusaha SPBU yang ada lewat penebusan BBM oleh pengusaha.

“Jadi tidak dipungut langsung dari pembelian BBM yang dilakukan oleh tiap konsumen,” ucap Sofyano.

“Akibatnya jika ada perbedaan tarif PBBKB dan perbedaan pengenaan terhadap konsumennya, maka hal ini pasti sangat membuat ruwet pemungutannya,” ujar Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) ini.

Di sisi lain, lanjut dia, dengan dinaikannya tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi, maka hal ini juga akan sangat berpengaruh terhadap harga jual BBM Pertalite yang notabene adalah BBM penugasan yang harganya sudah ditetapkan berlaku secara pasti dan tetap oleh Pemerintah.

“Dan ketika tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi dinaikan maka otomatis beban kenaikan tarif tersebut juga harus masuk ke dalam harga jual Pertalite. Artinya ketika tarif PBBKB dinaikan untuk kendaraan pribadi maka harga jual Pertalite juga harus dikoreksi naik, padahal Pertalite adalah BBM penugasan yang harganya ditetapkan oleh Pemerintah,” papar Sofyano.

Selain itu, kata dia, pada kenyataannya pengisian BBM di SPBU juga tidak ada perbedaan dispenser (mesin pompa BBM) antara dispenser jenis BBM untuk kendaraan umum dengan kendaraan pribadi.

“Dan tentu ini menyulitkan pelaksanaan pungutan PBBKB di SPBU ketika mi salnya ada kendaraan umum membeli BBM non penugasan dan atau BBM non subsidi. ini harus jadi pertimbangan pihak Pemda DKI,” katanya.

Kenaikan tarif PBBKB bagi kendaraan pribadi di wilayah DKI yang menjadi sebesar 10 persen ini juga bisa berpeluang membuat konsumen beralih mengisi BBM di SPBU di luar wilayah DKI Jakarta yakni di wilayah BoTaBek.

“Dan ini berpeluang mengurangi penerimaan PBBKB bagi Pemda DKI sendiri,” tutup Sofyano.(SL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *