Jakarta, ruangenergi.com- Fernandes Raja Saor selaku perwakilan dari Fernandes Partnership, menjelaskan regulasi terkait Enhanced Oil Recovery (EOR) di Indonesia belum tertuang dalam konstitusi.
Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah menerapkan EOR dan juga mengatur kedalam konstitusi mereka baik secara undang-undang maupun peraturan pelaksana.
Negara-negara yang mengatur dan menerapkan EOR di negaranya ialah Amerika Serikat, Inggris, Venezuela, Malaysia, dan Arab Saudi.
“Perihal skema bisnis EOR, di beberapa negara menerapkan skema Joint Venture dimana badan usaha milik negara dan perusahaan swasta melakukan kerja sama dalam kurung waktu tertentu, kontrak layanan dan kemitraan strategis,” kata Fernandes dalam pelaksanaan acara Forum Kolaborasi Project Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan tema “Aspek Hukum Optimalisasi Produksi Minyak Bumi Melalui Enhanced Oil Recovery (EOR).
Asosiasi Praktisi Hukum Minyak Gas Bumi dan Energi Terbarukan (APHMET) dan Komunitas Migas Indonesia (KMI) dengan menggandeng Fernandes Partnership menggelar acara Forum Kolaborasi Project Enhanced Oil Recovery (EOR) pada Jumat (08/03/2024), di Jakarta.
Pada akhirnya, lanjut Fernandes, perusahaan-perusahaan tersebut akan menjadi perusahaan sekuestrasi milik publik yang besar. Tidak ada alasan untuk menjadikan lembaga swasta yang menghasilkan keuntungan sebagai perantara antara masyarakat dan solusi terhadap krisis yang ada, sehingga mengabaikan manfaatnya.
“Berdasarkan Pasal 11 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, yang menyatakan bahwa : “Kebijakan energi nasional meliputi, antara lain :
a.Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional
b.Prioritas pengembangan energi
c.Pemanfaatan sumber daya energi nasional ; dan
d.Cadangan penyangga energi nasional.
Sehingga pemerintah harus membuat kebijakan mengenai EOR, mulai dari Regulasi mengenai Teknologi Penangkapan, Utilisasi, dan penyimpanan karbon (CCU/CCUS),” tegas Fernandes.