Jakarta, ruangenergi.com- Subholding PLN Energi Primer Indonesia (EPI) memastikan joint development agreement (JDA) yang dilakukan pihaknya untuk proyek gasifikasi di Indonesia.
Masih banyak tahapan yang akan dilakukan diantaranya adalah final investment decission (FID) terhadap proyek gasifikasi yang dicanangkan oleh PLN EPI bersama konsorsium.
“Kalau JDA ini yang akan saya sampaikan, pertama adalah validasi data lapangan. Dengan nanti terus ada FEED (front end engineering design), terus ada financial modelingnya seperti apa, terus proses procurenment nya seperti apa,” kata kata Sekretaris Perusahaan PT PLN EPI Mamit Setiawan menjawab pertanyaan ruangenergi.com saat dalam acara Media Iftar yang diselenggarakan pada Kamis (4/4/2024) di Jakarta.
Mamit bercerita, untuk 2 Cluster Gasifikasi (Nusa Tenggara dan Sulawesi Maluku) diharapkan COD (commercial operation date) di tahun 2025.
“Prinsip GCG (Good Corporate Governance) kami pegang walau sudah JDA dan pelelangan. Ini yang sedang kami lakukan di proyek gasifikasi,” urai Mamit.
Posisi PLN EPI, lanjut Mamit, sebagai off taker dari LNG dalam JVC di proyek gasifikasi. Hanya saja, untuk posisi besaran saham akan didiskusikan berapa besaran saham EPI dan berapa besaran untuk konsorsium.
Untuk gas, kembali Mamit menekankan, pihak tetap memprioritaskan pengambilan dari LNG Domestik. Selama kebutuhan bisa dipasok dari dalam negeri, maka PLN EPI kesampingkan opsi impor LNG.
Untuk gasifikasi yang dilakukan PLN EPI, ke depan nanti akan melibatkan pembangunan Floating Storage and Regasification Unit(FSRU).
FSRU ini sifatnya mobile bisa membawa LNG untuk memenuhi kebutuhan market yang ada di Indonesia, termasuk memenuhi kebutuhan smelter tambang akan gas.
“FSRU nya akan mobile, konsepnya milk run. Membawa LNG dari satu titik ke titik lain. Sedangkan untuk pipeline dari FSRU ke pembangkit listriknya yang bangun tetap konsorsium sesuai dengan JDA yang sudah disepakati.
Mengutip portal Universitas Indonesia, tentang Skenario Skema Transportasi Logistik LNG untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dijelaskan beberapa skema transportasi LNG yang ada dapat digunakan untuk mensuplai gas di Povinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam memenuhi kebutuhan gas pada pembangkit listrik di Sorong, Manokwari, Nabire, Biak dan Jayapura dengan total kapasitas sebesar 385 MW pada tahap pertama yang direncanakan akan beroperasi pada awal tahun 2019.
Optimalisasi dari skema transportasi LNG dapat memberikan biaya yang paling efisien pada masing-masing skema tersebut sehingga bisa memberikan alternatif pilihan transportasi yang akan digunakan sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Metode yang dilakukan untuk memperoleh biaya transportasi yang paling efisien adalah dengan melakukan simulasi roundtrip dari skema transportasi secara point to point, hub and spoke dan milk run dengan mengunakan software lingo dimana diperoleh hasil bahwa yang paling efisien adalah skema transportasi Milk-Run yaitu dengan menggunakan kapal LNG carrier ukuran 25.000 m3 dengan durasi roundtrip selama 11 hari dan biaya transportasi sebesar 1.92 USD/MMSCF. Kapasitas storage pada masing-masing lokasi pembangkit adalah 6000 m3 untuk lokasi Sorong, 4000 m3 untuk lokasi Manokwari, 2.500 m3 untuk lokasi Nabire, 11.000 m3 untuk lokasi Jayapura dan 2.500 m3 untuk lokasi Biak.
Sedangakan dengan mode transportasi point to point diperoleh biaya transportasi rata-rata padak kluster sorong manokwari- nabire- jayapura – biak ini sebesar 2.50 USD/MMSCF dan dengan mode transportasi Hub and Spoke diperoleh biaya sebesar 4.22 USD/MMSCF.