Surabaya, Jatim, ruangenergi.com-Terkait dengan potensi peningkatan produksi minyak, Prof. Doddy Abdassah Guru Besar Prodi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung menyampaikan bahwa salah satu kuncinya adalah bagaimana sumur-sumur minyak yang ada itu bisa dimanfaatkan semua.
Doddy menyampaikan bahwa Indonesia memiliki 38.252 sumur, dari jumlah itu yang aktif sebanyak 19.980 sumur artinya sekitar 48% sumur tersebut tidak aktif (idle well).
“Tingginya sumur idle tersebut sangat disayangkan, jika ada sumur yang idle agar segera dikelola oleh pihak lain yang memiliki teknologi. Karena ini juga akan mendorong tumbuhnya provider teknologi di Indonesia. Harapannya sumur idle yang ada nantinya bisa seluruhnya diaktifkan kembali melalui sentuhan teknologi”, kata Doddy Abdassah saat Rapat Kerja Produksi, Meterring dan Pemeliharaan Fasilitas 2024 yang diselenggarakan selama 3 (tiga) hari, 3-5 Juni 2024 di Surabaya.
Rapat kerja tahun 2024 mengambil tema “Strategic Action to Unlock Potential National Production Optimization by Implementing Tehnology and Digital Solution”, yang dihadiri sebanyak 815 orang dari SKK Migas dan KKKS serta penyedia teknologi.
Terkait fenomena water cut yang tinggi di sumur yang mature, Doddy menyampaikan bahwa salah satu sebab water cut tinggi karena ada kebocoran di sumur-sumur, kuncinya sumur harus lebih dirawat. Dia menginformasikan bahwa ITB telah ditunjuk Pemerintah sebagai pelaksana center of excellence untuk optimasi peningkatan produksi mature fields dan mature wells.
“Berdasarkan data kami, bahwa harapan meningkatkan produksi minyak itu masih ada. Jika kita berkaca pada keberhasilan Amerika Serikat dalam meningkatkan produksi minyaknya, harusnya Indonesia juga bisa karena berdasarkan produktivitas, saat ini produktivitas rata-rata sumur di Indonesia mencapai sekitar 30 BOPD, lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat yang sekitar 20 BOPD. Yang harus kita lakukan adalah mengaktifkan sumur idle dan meningkatkan produktivitas sumur yang saat ini berproduksi”, imbuh Guru Besar ITB tersebut.
Sebagai operator wilayah kerja migas terbesar di Indonesia, pada acara Raker tersebut Direktur Pengembangan dan Produksi Pertamina Hulu Energi (PHE) Awang Lazuardi menyampaikan bahwa seiring waktu Pertamina terus melakukan inovasi dan langkah berkelanjutan dalam mendukung peningkatan produksi migas dan simplifikasi proses bisnis di Pertamina, salah satunya terkait persetujuan financial investment decision (FID).
“Saat ini direktur regional sudah punya otoritas sampai US$ 30 juta dari sebelumnya US$ 5 juta. Ini adalah salah satu jawaban di grup Pertamina agar lebih agile dalam merespon tantangan terkait produksi minyak dan gas”, ujarnya.
Lebih lanjut, Awang menyampaikan bahwa ketahanan energi adalah sesuatu yang sangat penting sebagaimana ketahanan pangan. Tugas membangun ketahanan energi tidak hanya di SKK Migas dan KKKS tetapi juga stakeholders lainnya. Saat ini ada hambatan-hambatan non teknikal yang ada di hulu migas seperti perizinan, pembebasan lahan dan peningkatan kapasitas nasional. Dia mengharapkan dukungan dari para stakeholders sehingga upaya meningkatkan produksi minyak dan gas dapat diwujudkan.
“Kami terus melakukan inovasi dan melakukan berbagai upaya untuk mendukung kehandalan fasilitas di Pertamina Grup karena saat ini sekitar 42% usia aset PHE diatas 30 tahun. Salah satunya adalah kami meningaktkan biaya pemeliharaan untuk menjaga kehandalan fasilitas di Pertamina Grup”, imbuh Awang.