Ogah Ah Kalau Harus Pakai GS, Lebih Bagus CR Agar Kendali Manajemen Operasi Kembali Pada Negara

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Bisnis minyak dan gas (migas) yang baik untuk dijalankan di Republik Indonesia ini adalah dengan kembali menerapkan rezim bagi hasil Cost Recovery (CR) bukan Gross Split (GS) pada kontrak kerja sama migas.

Dengan Cost Recovery (CR), kendali manajemen operasi ada pada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Dengan CR itu Kendali Manajemen Operasi ada pada Negara. Artinya Negara berdaulat kalo GS itu tipis-tipis saja bedanya dengan tax and royalty.Begitu gak ekonomis maka K3S GS gak mau jalan …. dan negara gak bisa apa-apa…. paling akhirnya ngasih insentif lagi …” kata Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET) Didik Sasono Setyadi dalam bincang santai bersama ruangenergi.com, Selasa (25/06/2024), di Jakarta.

Didik bercerita, bukan bisnis yang berdaulat kalau isinya insentif melulu di dalam bisnis oil and gas.

“Kita dari tahun 60 an sudah menolak keras konsesi / tax & royalty….koq sekarang ada yang mau balik lagi ?” tanya Didik dengan intonasi sedih.

Mengutip portal Kemenkeu, Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu Migas berdasarkan prinsip pembagian gross produksi dengan mekanisme pengembalian biaya operasi (cost recovery).

Cost Recovery adalah biaya operasi yang dikeluarkan terlebih dahulu oleh kontraktor untuk melaksanakaan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi Migas.

Terhadap pembiayaan tersebut, kontraktor berhak untuk mendapatkan kembali biaya operasi yang telah dikeluarkan (cost recovery) pada suatu wilayah kerja yang bersangkutan setelah berproduksi secara komersial. Biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor tersebut akan dikembalikan dari hasil produksi Migas pada suatu wilayah kerja bersangkutan dalam bentuk hasil produksi (volume migas).

Cost Recovery merupakan konsekuensi dari prinsip pemerintah tidak boleh mengeluarkan investasi dan menanggung risiko (UU No. 22 Tahun 2001).