Jakarta, ruangenergi.com- Deputy Chief of Infographic Sub Committee IPA Convex 2024 Rina Rud, mengatakan industri minyak dan gas (migas) memandang di Indonesia ini selalu ada masalah dengan kepastian hukum dan monetisasi.
Sebagai sebuah perusahaan migas internasional yang berada di Indonesia, pasti berusaha bersaing dengan asset-asset di negara lain untuk mendapatkan capital.
“Misalkan, target tahun ini ada US$1 billion untuk eksplorasi atau untuk development, itu kita (perusahaan migas yang sama) bersaing dengan asset-asset lain. Pada saat rebutan (untuk mendapatkan pembiayaan dari kantor pusat) di situlah terjadi ranking. Jadi di situlah Indonesia sering kalah. Masalah monetization delay (pelambatan monetisasi),” kata Rina menjawab pertanyaan ruangenergi.com, dalam Media Brief IPA, Rabu petang (26/06/2024), di Jakarta.
Rina bercerita, pada saat dinyatakan kalah (dikarenakan monetization delay) itu yang membuat sulit bagi perusahaan tersebut menambah investasi migas di negara Indonesia.
“Kalau sampai onstream di bawah 10 (sepuluh) tahun, Indonesia dinilai tidak menarik oleh coorporate. Kalau kita ditanya ekonom kita (bagian keuangan perusahaan), dari mulai discovery hingga monetisasi 5 (lima) tahun, itu pasti tidak diterima.Ekonom kita bilang;’enggak mungkin’. Kita bisa lihat rata-rata dari discovery ke production, Indonesia tidak bisa di bawah 5 (lima) tahun. Seharusnya, paling cepat 1 (satu) tahun,” ungkap Rina.
Sedihnya, lanjut Rina, ketika terancam dengan monetization delay itu, membuat posisi Indonesia akan kalah dengan negara lain di mata perusahaan migas internasional.
“Solusinya adalah streamlining is doing business.Jadi kita melihat sudah banyak yang dilakukan oleh SKK Migas untuk membantu perusahaan migas, seperti membantu percepatan PoD (plan of development), dari discovery hingga PoD itu tidak sampai 2 (dua) tahun.Yang paling penting lagi adalah koordinasi antar kementerian. Kadang-kadang kita sudah okay dengan SKK Migas dan Kesdm, nanti ada masalah lagi ditandatangan AMDAL (analisa dampak lingkungan). Kalau di eksplorasi RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup), yang masih butuh waktu di atas 1 (satu) tahun,” tutur Rina.
Secara ideal, urai Rina, seluruh perusahaan migas di dunia ini ingin secepatnya balik modal atas investasi yang ditanamkan di suatu negara.
“Yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kita di Indonesia adalah masalah infrastruktur pipa gas. Kita butuh pipa dari kita upstream ke buyers.Kalau pipa itu belum ada, kita harus nunggu lagi.Capek deh,” ungkap Rina sembari tertawa prihatin.