Karpet Merah Buat PetroChina di Blok Rokan

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.comDirektorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) terus mendorong berbagai upaya untuk meningkatkan partisipasi perusahaan minyak asing dalam mengelola blok-blok minyak dan gas (migas) di Indonesia.

Salah satu upaya tersebut adalah menyiapkan Area F di Blok Rokan, yang dikelola oleh Pertamina Hulu Rokan, untuk kerja sama operasi dengan PetroChina.

Langkah kerja sama ini diambil guna mengoptimalkan produksi di area yang saat ini sudah beroperasi.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Program Hulu Minyak dan Gas Bumi, Ariana Soemanto, sebagaimana dikutip dari portal resmi Migas, pada Rabu (25/09/2024) di Jakarta.

Ariana menjelaskan, strategi selanjutnya adalah reaktivasi lapangan-lapangan idle dengan produksi nol. Komitmen ini diwujudkan melalui terbitnya Keputusan Menteri ESDM No. 110 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan, dalam rangka Optimalisasi Produksi Minyak dan Gas Bumi. Keputusan tersebut memuat empat langkah utama yang akan diambil Pemerintah terhadap lapangan migas yang idle.

Pertama, reaktivasi oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) eksisting. Kedua, kerja sama dengan Mitra KSO. Ketiga, usulan untuk dijadikan wilayah kerja baru yang akan dikelola oleh KKKS baru melalui mekanisme penunjukan langsung tanpa lelang. Keempat, pengembalian wilayah kerja ke Pemerintah untuk dilelang kembali, sepanjang tanggung jawab lingkungan sosial dan kewajiban lainnya telah diselesaikan.

Selain itu, strategi untuk menarik investor juga dilakukan melalui penyusunan kebijakan strategis baru. Salah satunya adalah terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang baru, serta Keputusan Menteri ESDM terkait Kontrak Migas Skema New Gross Split.

Peraturan tersebut diterbitkan untuk memperbaiki sistem Gross Split sebelumnya, dengan beberapa perubahan utama: 1) Fleksibilitas bagi investor untuk memilih menggunakan skema kontrak migas “cost recovery” atau skema “gross split yang telah diperbaiki,” tergantung kondisi tertentu. Kedua, porsi bagi hasil KKKS diperbaiki menjadi sekitar 75-95% sebelum pajak.

Hal ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya, di mana rentang bagi hasil yang terlalu lebar, yaitu 0-100%, menimbulkan ketidakpastian. Ketiga, Kontraktor Migas Non-Konvensional langsung mendapatkan bagi hasil sebesar 93-95%. Keempat, parameter penentu bagi hasil KKKS disederhanakan dari 13 menjadi 5 parameter, sehingga lebih mudah diterapkan di lapangan.