EITS: Sudah Saatnya Indonesia Memperbanyak Hilirisasi Gas; Komplek Petrokimia Solusi yang Tepat Guna

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com – Sudah waktunya Indonesia memperbanyak hilirisasi gas alam dengan memanfaatkannya di dalam industri petrokimia di negeri ini. Pemanfaatan gas alam dalam industri petrokimia sangat penting karena gas alam menyediakan bahan baku utama untuk berbagai produk petrokimia. Gas ini dapat diolah menjadi bahan kimia dasar yang kemudian diubah menjadi berbagai produk bernilai tinggi.

“Pemanfaatan gas alam sebagai bahan baku industri petrokimia sudah seharusnya dioptimalkan agar mendapatkan nilai lebih ketimbang ‘membakar’ gas sebagai energi pembangkit, energi untuk memasak, atau energi untuk transportasi,” kata Ketua dan Founder Energy Institute Transition (EITS) Godang Sitompul, Rabu (09/10/2024), di Jakarta.

Gas alam, lanjut Godang, sebagian besar terdiri dari metana, yang merupakan bahan baku petrokimia paling penting. Metana (CH₄) digunakan sebagai sumber hidrogen melalui proses untuk menghasilkan amonia, yang kemudian digunakan untuk produksi pupuk (urea) dan bahan kimia lainnya.

Namun, tidak sekadar menjadikan pupuk, gas alam juga dapat dimanfaatkan dalam produksi amonia.

“Amonia merupakan komponen kunci dalam pembuatan pupuk urea, yang sangat penting untuk sektor pertanian global. Proses ini melibatkan kombinasi nitrogen dari udara dengan hidrogen dari metana dalam gas alam,” jelas Godang.

Gas alam, lanjutnya, juga dapat diubah menjadi metanol, yang merupakan salah satu bahan kimia dasar penting dalam industri petrokimia. Metanol dapat digunakan untuk pembuatan formaldehida, yang digunakan dalam produksi resin, perekat, dan plastik.

“Kalau selama ini metanol dijadikan sebagai bahan bakar alternatif atau campuran bahan bakar, ternyata metanol juga bisa digunakan dalam pembuatan bahan kimia petrokimia lainnya seperti asam asetat dan MTBE (metil tersier butil eter), yang digunakan sebagai aditif bahan bakar,” ungkap Godang.

Di lapangan migas, ungkap Godang, terdapat gas flaring. Gas flaring, yaitu gas yang terbuang dari proses produksi minyak bumi, juga dapat dimanfaatkan untuk industri petrokimia.

“Alih-alih dibakar dan mencemari lingkungan, gas ini dapat dikumpulkan dan diolah menjadi produk kimia seperti metanol atau amonia. Teknologi baru dalam menangkap dan mengonversi gas buangan dapat meningkatkan efisiensi produksi petrokimia dan mengurangi emisi karbon,” tuturnya.

Gas alam, ucap Godang, mengandung etana dan propana yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi etilena melalui proses steam cracking. Etilena adalah bahan kimia dasar untuk pembuatan polietilena (plastik), etilen oksida (untuk pembuatan deterjen dan pelarut), serta etilen glikol (untuk pembuatan antifreeze dan polyester).

Selain sebagai bahan baku, gas alam juga sering digunakan sebagai sumber energi dalam proses petrokimia. Proses yang memerlukan suhu tinggi, seperti cracking atau reforming, biasanya menggunakan gas alam sebagai bahan bakar karena efisiensi dan rendahnya emisi karbon dibandingkan dengan batubara atau minyak.

Gas alam cair (LNG) juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk berbagai produk petrokimia, terutama di wilayah yang jauh dari sumber gas. LNG diubah kembali menjadi bentuk gas untuk digunakan dalam berbagai proses petrokimia, terutama untuk memproduksi amonia, metanol, dan olefin.

Membangun Komplek Petrokimia

Dalam pemanfaatan gas bagi petrokimia, teknologi yang dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi energi menjadi semakin penting. Teknologi seperti carbon capture, utilization, and storage (CCUS) memungkinkan emisi dari proses petrokimia berbasis gas alam untuk ditangkap dan dimanfaatkan kembali. Selain itu, pengembangan teknologi pemrosesan yang lebih efisien, seperti penggunaan katalis berbasis gas alam, juga dapat mengurangi dampak lingkungan.

Pemanfaatan gas dalam industri petrokimia memberikan banyak manfaat dalam menghasilkan produk-produk kimia dasar yang penting bagi berbagai sektor industri, seperti pupuk, plastik, dan bahan bakar. Selain sebagai bahan baku langsung, gas alam juga berperan dalam mendukung efisiensi energi dalam proses petrokimia. Inovasi dalam pemanfaatan gas, seperti daur ulang gas flaring dan pengembangan teknologi rendah karbon, juga membantu meningkatkan keberlanjutan industri ini.

Sudah saatnya Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM bersinergi membangun hilirisasi produk turunan dari gas alam. Membangun industri petrokimia dan turunannya agar Indonesia mendapatkan nilai tambah berkat hilirisasi gas alam adalah suatu keharusan guna memaksimalkan pemanfaatan gas alam.

Komplek petrokimia adalah fasilitas industri yang mengolah bahan baku dari minyak bumi dan gas alam menjadi produk kimia yang lebih kompleks. Ini mencakup proses pembuatan bahan kimia dasar, seperti etilena, propilena, dan benzena, yang kemudian digunakan untuk memproduksi berbagai produk, seperti plastik, pupuk, dan bahan kimia industri lainnya.

Fasilitas ini biasanya memiliki berbagai unit produksi yang saling terintegrasi, sehingga memaksimalkan efisiensi dan meminimalkan limbah. Komplek petrokimia berperan penting dalam industri kimia dan perekonomian, karena menyediakan bahan baku yang diperlukan untuk banyak sektor, termasuk otomotif, konstruksi, dan barang konsumsi.