Gedung esdm foto godangs

Catatan Redaksi: Pekerjaan Rumah Buat Dirjen Migas Yang Baru

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Catatan Redaksi

Jakarta,RuangEnergi.com-Setelah lama kursi Direktur Jenderal Migas ditinggalkan oleh pejabatnya dan hanya diisi sementara oleh pejabat pelaksana tugas, kursi ini akan segera ditempati oleh seorang pejabat tetap. Selama dijabat oleh pejabat pelaksana tugas, banyak fungsi kebijakan sektor migas yang tertunda karena terbatasnya kewenangan seorang pejabat pelaksana tugas. Tentunya hal ini akan menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan oleh pejabat baru. Apa saja PR dari Dirjen Migas yang baru tersebut?

Tindak-lanjut Keputusan Menteri ESDM No.13 K/13/MEM/2020

Keputusan Menteri ini adalah tentang penugasan pelaksanaan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG, serta konversi penggunaan BBM dengan LNG dalam penyediaan tenaga listrik.

Dalam Kepmen ini PT Pertamina (Persero) mendapat penugasan untuk menyediakan pasokan LNG dan membangun infrastruktur penerima LNG untuk 52 pembangkit PLN ukuran kecil sampai medium yang tersebar terutama di wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Pertamina kemudian menugaskan PT Perusahaan Gas Negara Tbk untuk menindak-lanjuti Keputusan Menteri tersebut di atas.

Terlepas dari mana unit kerja di Kementerian ESDM yang mengusulkan rancangan Kepmen ini, penugasan oleh Kementerian ESDM kepada Pertamina tersebut memuat kegiatan teknis kelompok usaha yang masuk kedalam sektor migas. Sudah sepatutnya Direktorat Jenderal Migas sebagai kepanjangan tangan Menteri ESDM di sektor migas:

  • Meminta laporan pelaksanaan penugasan tersebut kepada Pertamina, PLN dan PGN secara berkala.
  • Melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kepmen agar targetnya tuntas tepat waktu.
  • Memastikan bahwa kepemilikan aset infrastruktur yang sifatnya strategis terhadap ketahanan energi nasional tetap dalam kepemilikan BUMN (Pertamina dan/atau PLN) seutuhnya (100%).
  • Memastikan bahwa apapun proses komersial yang ditempuh oleh Badan Usaha yang mendapat penugasan harus memberikan manfaat kepada Pemerintah dengan turunnya Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan (BPP) PT. PLN (Persero).

Evaluasi dan Tindak-lanjut Kepmen ESDM No. 89/2020 dan No. 91/2020

Keputusan Menteri ini adalah tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri dan tentang Harga Gas Bumi di Pembangkit Tenaga Listrik (Plant Gate). Kedua Keputusan Menteri ini sifatnya sangat strategis karena memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Di satu sisi, tujuannya adalah mendorong naiknya sisi pendapatan negara melalui biaya bahan bakar yang terjangkau oleh sektor industri dan ketenagalistrikan, namun di sisi lain penerimaan negara dari sektor migas akan berkurang.

Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Migas harus bisa melakukan analisis makro ekonomi bahwa ada marjin positip dari selisih pendapatan negara dari sektor industri dan ketenagalistrikan serta perolehan pajak terkaitnya dengan turunnya pendapatan negara dari sektor migas. Analisis tentang hal ini sangat penting dalam rangkaian proses monitoring dan evaluasi kebijakan Kementerian ESDM. Selain itu, hasil evaluasi juga dapat digunakan sebagai sarana monitoring keberhasilan sektor industri, ketenagalistrikan dan keuangan (pajak) dalam memanfaatkan turunnya harga gas bumi untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat produksi mereka.

Penetapan Harga LNG Untuk Pembangkit Listrik  – Permen ESDM No. 11 / 2017

Peraturan Menteri ini adalah peraturan yang dapat dianggap sebagai patokan harga LNG Indonesia untuk keperluan dalam negeri, dimana dalam hal ini diwakili oleh pembangkit listrik milik Badan Usaha Milik Negara. Pemanfaatan LNG dalam Keputusan Menteri ESDM No.13 K/13/MEM/2020 belum didukung oleh perangkat hukum terkini tentang harga LNG untuk pembangkit listrik agar sesuai dengan suasana kejiwaan yang terkandung dalam Kepmen ESDM No. 89/2020 dan No. 91/2020.

Gas bumi memerlukan proses penyulingan dan pendinginan untuk menjadi LNG, sehingga proses ini menjadi biaya tambahan apabila LNG yang digunakan berasal dari kilang LNG dalam negeri. Karena terkait dengan adanya biaya tambahan, Pemerintah melalui Kementerian ESDM perlu segera menetapkan peraturan untuk harga LNG produksi dalam negeri yang dimanfaatkan untuk keperluan industri dan ketenagalistrikan.

Meskipun pada tahun 2019 rata-rata utilisasi kilang LNG secara global adalah 81.4%, tingkat utilisasi Indonesia sudah turun ke tingkat dibawah 60%. Penurunan ini disebabkan oleh tingginya harga ekspor LNG ex Indonesia dibanding harga ekspor LNG eks negara lain, bahkan lebih mahal dari negara tetangga Indonesia yang sama-sama produsen LNG, yaitu Malaysia.

Saat ini harga LNG jatuh berkisar antara USD 1.63 / MMBTU sampai USD 2.16 / MMBTU. Pengaruh pandemi Covid-19, kelebihan kapasitas kilang LNG global yang gagal mengantisipasi situasi lock down  serta membanjirnya LNG murah AS yang dihasilkan dari shale gas, membuat harga LNG terjun bebas. Kondisi Ini adalah satu penyebab mengapa SHELL menarik diri dari proyek grass root kilang LNG Masela (unfavourable economic of scale). Oleh karena itu, salah satu pekerjaan rumah Direktur Jenderal Migas yang baru adalah bagaimana menjadikan Indonesia menjadi tuan rumah bagi LNG produksi dalam negerinya sendiri.

Godang Sitompul,Pemimpin Redaksi